INHIL

Permendag Nomor 80 Menuai Kontroversi

Riau | Sabtu, 19 Maret 2016 - 10:29 WIB

INDRAGIRI HILIR (RIAUPOS.CO) - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 80/2014 tentang minyak goreng kemasan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir.

Di satu sisi, tujuan pemerintah mengeluarkan aturan tersebut demi kebaikan konsumen. Sementara sisi lain, masyarakat menilai bahwa minyak goreng kemasan sesuai dengan saku orang-orang kecil.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Inhil H Ediwan Syasbi melalui Kepala Seksi Perlindungan Perusahaan Perdagangan dan Konsumen, Syarifuddin, membenarkan adanya kontroversi ini.

“Memang seperti ini, setiap kebijakan yang diambil pemerintah tak semua pihak menyetujuinya. Ada yang tidak masalah, tapi ada pula yang memprotesnya,” kata Syarifuddin, kemarin

Terlebih jika kebijakan itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Seperti Permendag tersebut yang menyebutkan, setiap produsen, pengemas, pelaku usaha dalam memperdagangkan minyak goreng yang berbahan baku sawit dan nabati harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.

“Banyak masyarakat yang kontra akan keputusan tersebut. Meskipun ini sulit, namun kami secara perlahan akan berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat maksud dan tujuan Permendag itu,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, salah satu maksud Permendag itu untuk menjamin kesehatan konsumen.

Artinya pelaku usaha yang memperdagangkan minyak goreng dan tidak memenuhi persyaratan legalitas jaminan kesehatan dari BPPOM tentu memberikan efek negatif.

“Tapi demikianlah faktanya. Seharusnya kita bisa melihat aturan ini dengan luas dan berbagai aspek. Mungkin dari sana kita bisa memahami apa tujuan Permendag yang dimaksud,” paparnya.

Sebagaimana sebelumnya, salah seorang warga Tembilahan, menyebutkan Permedag Nomor 80 tak berpihak atas kepentingan masyarakat kecil. Alasan untuk menghindari penyakit, menurutnya pernyataan yang bertolak belakang dengan fakta.

“Kami rasa aturan ini perlu ditinjau kembali. Kalau alasan penyakit, saya rasa tidak masuk akal.

Dari dulu masyarakat sudah mengonsumsinya tapi biasa-biasa saja. Tapi kenapa baru sekarang pemerintah mengeluarkan aturan itu,” tanya Taib.

Sebagai mansyatakat biasa ia meminta pemerintah tidak buru-buru menerapkannya. Sebab, banyak aspek yang harus dilihat.(adv)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook