Terungkap dalam sidang, Syahrir meminta total Rp3 miliar, namun baru diserahkan sebesar Rp1,2 miliar. Pemberian uang dalam mata uang Singapura tersebut, menurut Sudarso, juga atas permintaan Syahrir sendiri. Kepada JPU Sudarso mengatakan bahwa Komisaris PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya sempat komplain karena permintaan uang tersebut. Walaupun pada akhirnya uang itu tetap diberikan.
"Sempat komplain tapi dia (Frank) kemudian minta koordinasi dengan Syahlevi (anak buahnya, red). Uang saya serahkan langsung ke rumah pribadi (Syahrir), sendirian," ungkap Sudarso pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Dr Dahlan SH MH tersebut.
Ketika ditanya JPU pertemuan ke berapa Sudarso menyerahkan uang senilai Rp1,2 miliar dalam pecahan dolar Singapura itu, dirinya mengaku lupa. Tapi Sudarso memastikan semua sudah diterangkannya di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). JPU memastikan kembali kepada Sudarso bahwa yang bersangkutan tidak dalam tekanan sedikit pun dalam memberikan keterangan kepada penyidik.
Hal itu diamini sendiri oleh Sudarso yang kini telah menjalani hukumannya karena telah menyuap Andi Putra. "Keterangan Sudarso konsisten karena sudah pernah diperiksa, menjalani sidang, sudah divonis, dan putusannya juga sudah berkekuatan hukum," kata JPU.
Pada sidang yang berlangsung hingga sore hari tersebut, JPU juga menghadirkan saksi dari petinggi PT Adimulia Agrolestari lainnya. Termasuk Syahlevi yang diperintahkan Sudarso untuk mencairkan uang perusahaan dalam mata uang dolar Singapura yang belakangan ditujukan untuk Syahrir.
Pada sidang sesi kedua usai sidang diskors untuk isoma kemarin, Syahlevi mengaku mencairkan uang itu sekitar Agustus 2021. Di hadapan hakim, dirinya mengaku tidak meminta atau memberikan tanda terima atau surat resmi lainnya saat menyerahkan uang itu kepada Sudarso. Dirinya juga tidak ikut menyaksikan uang itu diserahkan kepada Syahrir. "Setelah saya serahkan, saya pulang," ungkapnya.
Selain itu, mantan Direktur PT Adimulia Agrolestari Riana Iskandar juga duduk sebagai saksi kemarin. Dari sidang kemarin terungkap bahwa selama pengurusan izin HGU, perusahaan yang punya kantor di Kota Pekanbaru dan berinduk ke Kota Medan tersebut telah menghabiskan uang sekitar Rp8,9 miliar. Namun terkait uang keluar itu Riana mengaku tidak ada pertanggungjawaban yang dilaporkan di awal atau di akhir tahun operasional perusahaan. "Tidak ada," jawabnya ketika ditanya JPU.
Riana menyebutkan, uang Rp8,9 miliar tersebut masuk ke dalam aktivitas perusahaan sebagai investasi. Ketika ditanya kembali oleh JPU apakah ada perhitungan keuntungan jika hal itu tercatat sebagai investasi, Riana kembali menjawab tidak ada.
Soal uang yang disebutkan diterimanya ini, Syahrir dalam beberapa sidang, baik sebagai saksi terdakwa Sudarso maupun sebagai saksi terdakwa Andi Putra selalu membantah. Ditemui usai sidang pada sidang terakhir yang dihadirinya, Syahrir menolak berkomentar.
Dirinya mempersilakan awak media untuk mengutip apa yang menjadi fakta persidangan saja. Sidang sendiri kembali akan dilanjutkan pada Kamis (9/6) besok masih dengan agenda pemeriksaan saksi.(end)