Hutan Riau Memprihatinkan

Riau | Rabu, 18 September 2013 - 10:51 WIB

Laporan EKA GUSMADI PUTRA dan MAHYUDI, Pekanbaru redaksi@riaupos.co

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Balthasar Kambuaya mengungkapkan keprihatinan dan perhatiannya dengan kondisi hutan di Riau, terutama Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang terus dikuasai oknum-oknum tertentu sehingga areal hutan semakin kecil.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Saat ini, menurut Balthasar, kondisi TNTN dan kawasan hutan lain terus disorot masyarakat dunia.

Oleh karena itu, Balthasar berharap seluruh pihak di Riau untuk berkoordinasi dengan kementerian dan sesegera mungkin berkomitmen menghentikan aktivitas ilegal di kawasan hutan.

‘’Jadi tidak ada perambahan-perambahan hutan dengan cara ilegal. Atau mengambil alih hak atas kepemilikan hutan secara ilegal, semua harus dihentikan segera,’’ ujar menteri asal Papua ini saat menghadiri Rakernas Kadin Indonesia di Pekanbaru, Selasa (17/9).

Balthasar mengatakan, kondisi hutan di Riau sudah sangat memprihatinkan dan dunia tengah menyorotinya.

Kondisi lingkungan hutan secara keseluruhan di Riau merupakan salah satu aset dunia agar menjaga kestabilan pemanasan global secara menyeluruh.

Kelestarian lingkungan, dengan hutan dan makhluk hidup yang terkandung di dalamnya, lanjutnya, memang merupakan tanggung jawab bersama seluruh pihak termasuk masyarakat.

Sokongan dari berbagai sektor untuk menciptakan lapangan kerja sehingga masyarakat memiliki alternatif selain merusak hutan juga harus dicarikan.

Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau, kondisi lingkungan di Riau saat ini masih tergangggu dengan adanya pengerusakan. Melihat data itu, Balthasar Kambuaya meminta agar koordinasi instansi terkait dapat terus menjaga kelestarian lingkungan.

‘’Karena itu penting. Di mana lingkungan merupakan salah satu poin utama melanjutkan kehidupan masyarakat yang sehat dan berdampak positif bagi kehidupan mendatang. Karenanya pengendalian sangat diperlukan,’’ tegasnya.

Masih minimnya peran berbagai pihak terkait dalam pengendalian lingkungan, sebenarnya tidak saja terjadi di Riau. Tapi, kata Balthasar, juga di berbagai provinsi lainnya di tanah air yang memiliki banyak kawasan hutan.

Sementara Kepala BLH Riau Kasiaruddin mengungkapkan, belum maksimalnya pengendalian lingkungan disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dan pihak terkait dalam arti penting lingkunan itu sendiri. Sehingga ke depan diperlukan koordinasi yang lebih konkrit lagi.

‘’Pasca-Karhutla di Provinsi Riau kemarin misalnya, memang membuktikan masih lemahnya pengendalian terhadap lingkungan, yang merembet ke permasalahan lain. Jadi menyadari arti penting menjaga lingkungan dari lingkup terkecil perlu dimaksimalkan,’’ tuturnya.

Diakui Kasiaruddin, memang sinergitas dengan berbagai pihak terkait perlu dimaksimalkan sebab kerja sama untuk menekan angka perusakan lingkungan dapat diwujudkan.

Kadin Rekomendasikan Industri Hijau Bagi Petani

Sementara Rakernas Kadin Indonesia di Pekanbaru yang berakhir kemarin menghasilkan beberapa rekomendasi.

Kadin juga siap melaksanakan program konsumsi dan produksi berkelanjutan sejalan dengan kerangka kerja 10 Years Sustainable Consumption and Production (10Y SCP) yang telah dicanangkan Pemerintah Indonesia dalam menggerakkan kualitas petani sebagai langkah konkrit menjalankan program industri hijau.

Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Shinta W Kamdani, program 10Y SCP sendiri merupakan salah satu langkah konkrit dalam menjalankan industri hijau pada sektor perkebunan. Utamanya kelapa sawit yang sekarang menjadi primadona di tanah air.

‘’Standar dan sertifikasi lingkungan harus benar-benar diprioritaskan dan industri ramah lingkungan harus dilakukan. Karena dimulai dengan keterbatasan, maka harus ada dorongan dari pemerintah sehingga program ini bisa berjalan nantinya,’’ ujarnya menjawa Riau Pos usai penutupan Rakernas di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Selasa (17/9).

Dilanjutkan Shinta, dalam program 10Y SCP tersebut juga mengkaji profit bagi petani. Dimana insentif yang ditawarkan pemerintah lebih banyak pada pajak, subsidi, suku bunga.

Proyek ramah lingkungan itu yang ingin dimulai Kadin pada seluruh perusahaan besar, menengah, dan UKM.

Rakernas Kadin Bidang Agribisnis dan Pangan bersama Bidang Lingkungan Hidup, Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan tersebut dilaksanakan di Pekanbaru dengan mengangkat tema pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagai kunci utama peningkatan produksi dan produktivitas satu juta petani melalui pola kemitraan inti plasma dengan dukungan inovasi pembiayaan.

Pada hari pertama, hadir Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Sementara pada hari kedua kemarin, hadir Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya sekaligus menutup resmi Rakernas.

Segala hasil rekomendasi pada Rakernas kemarin, akan disampaikan Kadin Indonesia kepada pemerintah sehingga sama-sama dapat dijalankan bersama seluruh pihak dari tingkat paling atas hingga level bawah.

Diceritakan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis dan Pangan, Franky O Widjaya, dari 2,3 juta hektare lahan yang tertanam sawit, mantinya setiap perusahaan yang sudah memiliki potensi petani plasma inti berdasarkan data menghasilkan 5-6 ton produksi. Sementara petani swadaya mungkin hanya 50 persen dari itu.

‘’Petani swadaya inilah yang ingin kita bantu peremajaan, supaya produksinya tinggi. Dengan peremajaan diharapkan dapat meningkatkan produksinya. Misalnya petani plasma, sesuai aturan Mentan, 20 persen dapat mengikuti program ini,’’ katanya.

Memang, dilanjutkan Franky, akan perlu sosialisasi lebih giat lagi ke depan sehingga program dapat bergulir. Dengan sudah di-launching, maka perusahaan-perusahaan inti supaya dapat membantu petani. Misalnya dengan membuat koperasi atau apapun. Masih mengenai mekanisme dalam realisasi program tersebut kepada petani, kata Franky, maka nanti petani masuk dalam koperasi dari plasma inti yang dibuat.

‘’Nanti akan disiapkan dana dari bank-bank pemerintah, perusahaan harus menjadi avalis, dan tetap menjamin bisnis pertanian terbaik, disiplin, teknologi, training,’’ lanjutnya.

Kemudian, lanjutnya, nanti rata-rata tiap petani dapat sekitar dua hektare. Dengan bantuan berupa ongkos hidup dan ongkos tanam, yang jika ditotal sebesar Rp80 jutaan per hektare.

Angka inilah yang akan ditindaklanjuti Kadin dengan perbankan. Di mana banyak perusahaan-perusahaan besar sudah bersedia.

‘’Diharapkan perusahaan lain juga dapat melakukan. Tentu dengan MoU di masing-masing perusahaan nantinya sebagai tindak lanjut,’’ sambungnya.

Sebenarnya, kata Fredy, pola inti plasma sudah lama dikembangkan di Indonesia. Namun komoditas lain selain sawit juga akan dilirik karena perlu dikembangkan, seperti padi, jagung, kedelai, agar pendapatan petani dapat meningkat.

Rakernas yang ditutup Menteri LH kemarin juga dilaksanakan perjanjian kerja sama tentang inisiatif 10Y SCP antara Sesmen Kementerian LH Heroomin Rosita dengan Shinta W Khamdani. Sehingga prosedur ramah lingkungan dan industri hijau dalam program tersebut dapat berjalan sesuai perjalannya ke depan.

Menteri LH Balthasar Kambuaya saat menutup kegiatan kemarin memberikan apresiasi sangat besar kepada Kadin Indonesia. Ia berharap program dan rumusan yang ditelurkan dapat benar-benar dilaksanakan dan bermanfaat tidak hanya dalam produktivitas dan SDM namun juga lingkungan.

‘’Sehingga SCP ini bisa dilaksanakan. Intinya menurut saya ada empat komponen utama yang dapat merealisasikan agar benar-benar bermanfaat lingkungan, yakni pemerintah, dunia usaha, komunitas, dan keluarga,’’ harapnya.

Sedikit mengenai rekomendasi pula, sebagai tindak lanjut dari perjanjian kerja sama yang ditandatangani, Kadin Indonesia bersama pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maupun institusi pemerintah terkait lainnya siap melaksanakan program 10Y SCP dengan memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan yang tersedia, dan secara bersama-sama akan menentukan prioritas-prioritas dalam rencana aksi SCP.

Kadin dan pemerintah/KLH juga akan membentuk SCP ‘’recognition scheme’’ melalui joint effort yang memfokus kepada Eco-labeling desk Capacity building kepada UKM yang berada dalam supply chain dalam rangka ‘’greening the value chain’’ (kerja sama dengan perusahaan-perusahaan multinational, inti-plasma) untuk menciptakan nilai-nilai bersama dalam skala praktik keberlanjutan pada sektor consumer goods. Pada paparaan tentang ‘’best practice’’ perusahaan.

Cabut Izin Perusahaan Pembakar Lahan di Riau

Di bagian lain, anggota DPR RI mulai gerah terkait Karhutla di sejumlah daerah khususnya di Provinsi Riau yang terjadi setiap tahunnya.

DPR menilai, peristiwa yang menimbulkan kerugian cukup besar itu terjadi tidak hanya oleh perorangan, kelompok, melainkan karena ulah para perusahaan.

 ‘’Pemerintah harus tegas terhadap perusahaan nakal di Riau yang membuka lahan dengan cara membakar dengan mencabut izinnya,’’ tegas anggota Komisi IV DPR RI Sudin, saat rapat dengar pendapat dengan Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit, Kapolda Riau Brigjen Pol Condro Kirono, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir dan Dirjen BUK Kementerian Kehutanan Bambang Henroyono membahas upaya pengendalian Karhutla di Provinsi Riau di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/9).

Hal yang sama juga ditegaskan anggota Komisi IV asal Provinsi Riau, Wan Abu Bakar. Menurutnya, yang terpenting dari penanganan kebakaran hutan adalah komitmen pencegahan. ‘’Adakan patroli sampai ke tingkat RT, sehingga bisa mencegah sebelum terjadi kebakaran,’’ ungkap Wan.

Wagubri HR Mambang Mit dan Kapolda Riau dalam paparannya mengatakan, program pengendalian Karhutla di Riau belum terpadu.

Karena itu mendesak dilakukannya penyamaan persepsi akan urgensi pengendalian Karhutla perlu terus ditingkatkan, agar dapat dibangun sinergisitas dengan anggaran memadai pada setiap jajaran pemerintahan.

‘’Perilaku masyarakat dalam pemanfaatan lahan masih menggunakan cara membakar (opern burning),’’ ujarnya.

Masalah lainnya adalah meningkatnya demand masyarakat untuk berkebun sawit karena membaiknya harga TBS sebagai dampak keberadaan cluster CPO di Riau.

Menurut Kapolda Riau menambahkan, penanggulangan Karhutla efektif dan efisien tidak bisa diandalkan jalur darat yang sulit dilakukan, namun melalui udara.

Dia  meminta Komisi IV DPR bisa mendorong pengadaan dua pesawat khusus menghadapi Karhutla. Menurut Condro, kejahatan SDA selama Januari-September, telah terjadi 72 kasus tindak pidana illegal logging.

‘’Sementara untuk kasus Karhutla laporan polisi, ada 22 laporan, 17 sudah usai diproses dan 5 lidik,’’ terangnya.(yud/egp)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook