800 Kapal PETI Rusak Lingkungan

Riau | Kamis, 18 April 2013 - 12:06 WIB

KUANSING (RP) - Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi melalui Badan Lingkungan Hidup, Promosi dan Investasi (BLHPI) mencatat, ada sekitar 800 unit kapal yang selama ini melaksanakan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di seluruh kecamatan.Kapal-kapal ini berpotensi merusak lingkungan akibat aktivitas PETI yang dilakukan.

“Rata-rata seluruh kecamatan ada aktivitas PETI. Sesuai data yang kami peroleh dari kecamatan, dan pihak kepolisian, jumlahnya ada sekitar 800-an,” kata Kepala BLHPI Kuansing, Indra Suandy ST MT saat ditemui Riau Pos usai rapat koordinasi pengendalian pencemaran lingkungan akibat PETI, Rabu (17/4).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dari 15 kecamatan yang ada di Kuansing, aktivitas PETI itu tersebar merata di seluruh kecamatan. Hanya saja, ada beberapa kecamatan yang jumlahnya sangat sedikit. Namun demikian, kecamatan tersebut berpotensi dilakukannya aktivitas yang merusak lingkungan tersebut.

Di antara 15 kecamatan tersebut, Kecamatan Kuantan Tengah, Hulu Kuantan, Kuantan Mudik, Singingi, Singingi Hilir, Cerenti, Inuman, Gunung Toar dan Kuantan Hilir Seberang serta Sentajo Raya merupakan kecamatan yang paling banyak melakukan aktivitas ilegal ini.

Sedangkan di Kuantan Hilir, Pangean, Logas Tanah Darat dan Pucuk Rantau serta Benai diakuinya ada aktivitas PETI, namun tidak tergolong marak.

 “Tapi ini wilayah berpotensi dan harus diantisipasi supaya tidak berkembang,” katanya.

Seperti halnya di Kecamatan Pucuk Rantau, ada satu desa yang terdapat aktivitas PETI. Gunung Toar ada tiga desa yang melakukan aktivitas ilegal ini, sedangkan di Cerenti juga ada tiga desa yang melaksanakan PETI. Sedangkan Kuantan Hilir dilaporkan tidak ada, namun data yang diperoleh dari pihak kepolisian, aktivitas PETI ada di Sungai Kuantan.

Selanjutnya, di Kuantan Hilir Seberang juga ada tiga desa yang terdapat PETI. Lalu, ditambah dua desa di Logas Tanah Darat dan satu desa di Benai dan satu desa di Pangean, yakni di Pulau Rengas Pangean. Sedangkan di Sentajo Raya, terdapat 8 desa yang melaksanakan aktivitas ini, dan di Gunung Toar sebelumnya ada 14 desa yang melakukan aktivitas ilegal ini, sekarang sudah berkurang menjadi tiga desa.

“Makanya kami melaksanakan rakor, karena ingin memfungsikan tim yang telah dibentuk Pemkab dan kita juga ingin mengetahui tingkat kerusakan lingkungan di seluruh kecamatan, dan memetakan kerusakan lingkungan yang ada di Kuansing, sehingga kami bisa mengambil tindakan tegas,” kata Indra Suandy.

Rakor ini menghasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain, perlunya memutus mata rantai penunjang kegiatan PETI, seperti penggunaaan bahan bakar minyak (BBM) dan bahan tambang lainnya. Kemudian, perlunya dilakukan pendekatan terhadap masyarakat akan bahaya dari aktivitas PETI ini.

Selanjutnya masyarakat perlu diingatkan, bahwa PETI ini keuntungannya hanya sesaat dan hanya untuk pribadi. Dan yang tidak kala penting, perlunya pemantauan rutin dari aparat kecamatan dan desa terhadap aktivitas ilegal ini di tengah masyarakat. Disamping itu, perlunya koordinasi lebih matang antara semua pihak mulai dari desa, kecamatan hingga kabupaten.

“Sehingga Kuansing tidak menjadi Minimatan yang kedua, karena kita tahu, dampak dari PETI akan kita rasakan 15 hingga 20 tahun mendatang,” kata Indra mengingatkan. Sementara itu, Wakapolres Kuansing Kompol H Haldun SH MH sangat berharap, penertiban PETI ini dibutuhkannya dukungan dari semua elemen masyarakat. “Kalau memang kita punya komitmen untuk memberantasnya, kita harus kompak, dan itu harus dimulai dari bawah, dari masyarakat yang ada di desa,” sarannya.(jps)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook