Fotografer Didik Dihajar Letkol AU

Riau | Rabu, 17 Oktober 2012 - 10:53 WIB

Fotografer Didik Dihajar Letkol AU
Letkol Adm Robert Simanjuntak menendang, membanting dan mencekik fotografer Riau Pos Didik Herwanto. (Foto: Riau Televisi/RPG)

PEKANBARU (RP) - Didik Herwanto (27), tampak meringis saat dokter Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Eka Hospital memeriksa telinga sebelah kirinya.

“Terasa sakit dan cenut-cenut,” jelas fotografer Riau Pos ini.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Seluruh tubuhnya terasa sakit akibat  penganiayaan yang dilakukan oknum perwira menengah berpangkat Letnan Kolonel (Letkol), yakni Robert Simanjuntak,  dan beberapa anggota TNI AU saat menjalankan tugas jurnalistik meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 TT-0212, Selasa (16/10).

Selain telinganya, seluruh punggungnya terlihat memar akibat ditendang dan diinjak. Pinggangnya juga memar dan dia mengaku masih merasa nyeri. Didik juga mengeluh di perutnya karena kena tendangan lutut sang Letkol.       

Dengan langkah yang masih tertatih akibat pukulan dan tendangan yang dideritanya, ia menceritakan detail peristiwa yang mencederai kebebasan pers ini.

Selasa pagi itu, Didik sejatinya baru akan memulai aktivitasnya hunting foto seperti biasanya. Saat akan mandi, di Jalan Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, ia dikejutkan oleh bunyi ledakan, dan tetangga yang langsung ribut-ribut di luar kos. Insting jurnalisnya pun tergerak untuk mencari tahu apa yang terjadi.

‘’Ada pesawat jatuh... Ada pesawat jatuh,’’ ujar ibu-ibu yang ditemui Didik di luar tempat tinggalnya. Mendengar hal ini, Didik pun berlari ke luar mengejar asal bunyi ledakan.

Padahal saat itu, Didik yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan ini hanya menggunakan celana pendek. Bahkan untuk mengejar lokasi jatuhnya pesawat, Didik tidak lupa kalau dia belum berpakaian lengkap.

Sekitar pukul 09.30 WIB atau tak sampai lima menit setelah kejadian, ia telah sampai di lokasi. ‘’Saya langsung mendekat ke pesawat dan mengambil gambar, ada 1.020 gambar saat itu,’’ terangnya.

Sekitar 20 menit berselang, datanglah pasukan pengamanan dari Paskhas AU dan POM Lanud Pekanbaru dan langsung melakukan sterilisasi dengan membubarkan masyarakat yang mendekat.

‘’Sayapun sudah tenang saat itu, karena sudah banyak mengambil gambar,’’ lanjutnya.

Saat itulah, ketika akan mengambil gambar terakhir, yaitu satu bagian dari kursi lontar, terjadilah intimidasi. Kadis Pers Lanud AU Pekanbaru, Letkol Robert Simanjuntak, datang mendekat sambil marah-marah.

‘’Bajingan (maaf, red) kau! Orang mati malah kau ambil gambarnya,’’ ujar Didik mengulangi ucapan Robert kepadanya.

Didik yang heran hanya diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Intimidasi yang dialaminya ternyata tidak hanya sampai di situ.

Perwira menengah ini lalu merangsek dengan cepat ke arahnya sambil menendang. Tendangan ini dapat dihindari, namun kejadian berikutnya yang membuat miris terjadi. Ia dibanting hingga terbaring di tanah.

Dengan tangan kiri terkunci karena dipegang Robert dan tangan kanan berusaha menyelamatkan kamera yang dipegangnya, Didik tak berkutik ketika dua kali hantaman dari lutut Robert mendarat ke perutnya.

Dengan ukuran tubuh yang jauh lebih kecil, Didik tak dapat berbuat banyak, setelah dua hantaman lutut itu, telinga kiri Didik pun ditinju. Hasil visum menjelaskan telinga Didik memar, dan dia mengalami kesakitan.

Ketika pimpinannya menghujamkan pukulan berulang-ulang ke wajah Didik, seorang oknum anggota TNI AU berpakaian orange merampas kamera yang dipegang oleh Didik.

Perlakuaan oknum aparat ini tidak mereda meskipun ibu-ibu yang ada di sekitarnya berteriak untuk tidak melakukan penganiayaan terhadap Didik. Ironisnya, kejadian ini dilakukan di hadapan anak-anak SD yang saat peristiwa terjadi memang sedang jam istirahat.

Siksaan yang dialaminya ini sempat mereda saat beberapa anggota POM AU melerai dan memisahkan. ‘’Saya langsung diberdirikan. Namun, saat itu datang lagi lebih dari tujuh orang meninju dan menendang saya,’’ ungkap Didik.

Inipun ternyata belum usai. Ia lalu diselamatkan menuju mobil POM. Namun, saat akan memasuki mobil, ia masih sempat ditinju pada bagian perut.

Setelah terjerembab akibat pukulan itu, ia lalu dipijak-pijak. Akibat pukulan dan tendangan berulang-ulang ini, pelipis mata kirinya tampak bengkak, belum lagi kaki kanannya harus terpincang-pincang akibat pinggang bagian kanannya mendapatkan hantaman.

Beruntung bagi Didik, aparat POM melerai. Ia lalu dibawa ke markas POM. ‘’Karena macet, saya  dibawa jalan menuju ke luar. Saat itu ketemu dengan salah seorang teman yang menanyakan ada apa,’’ katanya lagi.

Seorang teman jurnalis yang bertemu dengan Didik ini adalah reporter Elshinta, Yuki Chandra, yang kebetulan mengenal Robert. Ia lalu membawa Didik menemui Robert. Saat bertemu itu, Didik menunjuk Robert sebagai orang yang memukulinya.

‘’Pas ketemu dia (Robert, red) bilang ‘kalau mau lapor-lapor saja. Aku malah senang’,’’ tutur Didik menirukan apa yang disampaikan Robert.

Saat itupun, Didik kembali sempat mau dihajar oleh beberapa anggota TNI AU, namun kembali dipisahkan oleh anggota POM.

‘’Tiba-tiba datang dua orang pakai baju safari yang saya yakini itu anggota TNI. Mereka bilang pada saya: ‘Kalau dapat alamatmu, habis kau’,’’ ujarnya lagi. Setelah dievakuasi, Didik lalu dibawa ke POM AU untuk membuat laporan terkait penganiayaan yang dialaminya.

‘’Habis lapor, lalu visum di Rumah Sakit TNI AU dan saya dijemput kawan-kawan,’’ jelasnya lagi. Sore harinya, Didik melanjutkan pengobatan di Eka Hospital, Pekanbaru.

Atas apa yang dialaminya ini, Didik sangat menyesalkan arogansi aparat dalam bersikap seperti apa yang dialaminya, di zaman seperti ini, cara-cara kekerasan ternyata masih digunakan secara salah.

‘’Secara pribadi saya memaafkan. Tapi dalam posisi saya sebagai jurnalis, saya belum bisa terima dan ingin kasus ini tetap lanjut. Karena, jika selesai begitu saja, ini akan menjadi preseden buruk bagi kawan-kawan yang lain. Karena, jujur saja, saya merasa agak tidak nyaman akibat ancaman tersebut,’’ ucapnya.

Perlakuan serupa juga dialami kamerawan Rtv, Fakhri Rubiyanto, Ari wartawan TV One dan Rian wartawan Antara.

Peristiwa pemukulan dan perampasan kamera milik Fakhri Rubiyanto alias Robi terjadi sekitar pukul 09.45 WIB. Saat itu, Robi baru selesai mengambil visual suasana pascajatuhnya pesawat Hawk 100. Robi juga sempat mengambil visual Didik, saat dikejar dan dipukuli oleh oknum Robert dkk.

Saat kejadian, Robi juga sempat mengambil visual oknum anggota Paskhas AU yang mengambil kamera Didik. Usai mengambil visual tersebut, Robi dikejar oleh oknum anggota Paskhas. Sambil berlari, Robi menyelamatkan kaset yang berisikan rekaman tersebut.

Robi langsung mengganti kaset tersebut dengan kaset kosong dalam kamera Panasonic MD 10.000 yang digunakannya untuk peliputan. Setelah merasa aman dari kejaran oknum Paskhas AU, dia berusaha mengambil gambar lepas jatuhnya pesawat dari kejauhan.

Namun tiba-tiba, dari arah belakang, seorang oknum Paskhas AU memakai baju kaos dan bercelana pendek mencengkram baju Robi dan langsung melayangkan pukulan ke arah wajah Robi tanpa mengeluarkan kata sepatah pun.

Kamera Robi langsung dirampas oleh oknum bersangkutan. Ketika oknum Paskhas AU lengah, Robi langsung melarikan diri untuk menyelamatkan diri.

Masyarakat Ikut Dipukuli

Kemarin, tidak hanya peliput berita yang turun ke lapangan saja yang dipukuli pada kejadian naas jatuhnya pesawat Superhawk 200 kemarin di daerah Pandau. Masyarakat sekitar yang mengabadikan pesawat tempur yang terbakar itupun kena pukul.

Seorang ibu yang membantu pilot pesawat tersebut yang keluar dari kursi pelontar pun dibentak oleh aparat TNI AU yang datang belakangan. ‘’Sudah kawannya dibantu, dikasih minum, dibentak pula lagi si ibu tersebut. Saya melihatnya,’’ ujar salah seorang korban yang merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Pekanbaru, Mancon Fernando.

Setelah kejadian itulah, lanjut Mancon yang tengah asyik mengambil gambar langsung diuber. ‘’Hei, jangan ambil gambar, sini kameramu,’’ katanya menirukan. Mendengar hal tersebut, ia langsung lari namun langsung  diterjang dari belakang serta dipukuli dibagian wajah oleh lima sampai enam orang anggota TNI AU.

‘’Kamera dirampas, setelah bonyok, mereka membiarkan, keluarga yang membawa saya ke salah satu klinik di Pandau,’’ tambahnya yang melihat pesawat tersebut jatuh dan mengejar langsung arah pesawat tempur itu sepulang mengikuti ujian dikampusnya.

Lain lagi cerita warga lainnya, Chandra. Pria yang ingin pulang ke rumahnya  menggunakan sepeda motor memang mendengar tentang kejadian itu dan berencana ingin singgah untuk melihat.

‘’Saya melihat dari kejauhan saja, namun tiba-tiba ada anggota TNI AU berpakaian lengkap menegur untuk tidak ngebut di areal tersebut, padahal saya berjalan pelan sambil melihat-lihat,’’ ceritanya mengawali.

Setelahnya,  pria yang menegur itu berlalu, tapi datang rekan anggota lainnya dan tiba-tiba memukul sambil mengatakan.

‘’Jangan melawan kalau dibilang,’’ tirunya pula.

Akibat kejadian tersebut, kedua warga sekitar ini lebam di pelipis mata. Dan harus dirawat di rumah sakit beberapa saat sesudah kejadian.(ali/egp)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook