Musafir Apa Harus Berpuasa?

Riau | Rabu, 17 Juli 2013 - 08:49 WIB

Pertanyaan:

Saya sering bepergian ke luar kota, namun saya berpergian dengan pesawat. Saya tidak merasakan kelelahan dalam keberangkatan saya ke berbagai daerah. Apa yang lebih utama bagi saya, berbuka atau tetap berpuasa?

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Yuqawa Yardha, Bangkinang

Jawab:

Rukhshah atau keringanan yang Allah berikan bagi orang berpuasa yang sedang bepergian adalah berbuka atau tidak berpuasa.

Musafir yang tetap berpuasa ketika dalam melakukan perjalanan hukumnya boleh atau  tidak ada dosa baginya, karena Rasulullah pernah melakukan ini dan itu, demikian pula para sahabatnya.

Namun jika kelelahan dalam perjalanan tersebut semakin meningkat, maka berbuka di saat ini sangat diharuskan.

Adapun alasan kenapa berpuasa bagi seorang musafir sangat di-makruh-kan (dibenci), yaitu karena Rasulullah pernah melihat seorang lelaki dalam safar yang sangat kelelahan dan tetap berpuasa, beliau berkata kepadanya yang artinya: “Bukan termasuk kebaikan, jika tetap berpuasa saat bepergian.

” Juga karena sabda Nabi yang berarti: “Sesungguhnya Allah senang jika rukhsah-nya dikerjakan, sebagaimana Dia Membenci jika kemaksiatan dikerjakan

Tidak ada perbedaan musafir  yang bepergian dengan mobil, unta, perahu, kapal, atau orang yang bepergian dengan pesawat.

Semua yang meninggalkan kampung halamannya, tetap dinamakan sebagai musafir, sehingga berhak mendapatkan keringanan yang diberikan Allah kepada mereka.

Allah telah mensyariatkan hukum safar (bepergian) dan iqamah (menetap) bagi para hamba-Nya di zaman Nabi, dan hukum ini terus berlaku bagi hamba lainnya setelah masa itu hingga hari kiamat.

Allah Maha tahu apa yang bakal terjadi dari berbagai perubahan dan menjadi bermacam-macamnya jenis alat tranportasi.

Seandainya hukum akan berbeda, tentunya Allah menjelaskan hal itu dalam kitab-Nya, sebagaimana Ia menjelaskan dalam Surat An-Nahl yang berarti: “Kami telah menurunkan al-Qur`an kepadamu sebagai penjelas atas berbagai hal, juga petunjuk, rahmat dan pemberi kabar gembira bagi kaum muslimin.” (QS. An-Nahl: 89) Allah berfirman dalam surat yang sama yang artinya: “Dan Dia Menciptakan kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan menjadikannya perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. An-Nahl: 8).***

Dr H Akbarizan MAg MPd, Ketua Komisi Fatwa MUI.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook