INTERUPSI

Catatan Buram Ganti Pemimpin: Filosofi Kilometer Nol

Riau | Senin, 04 Juni 2018 - 09:43 WIB

Catatan Buram Ganti Pemimpin: Filosofi Kilometer Nol

Kisah ilustrasi di atas merupakan filosofi dari kilometer nol. Tidak ada kemajuan yang bisa diperoleh karena setiap kali terjadi pergantian pemimpin (pengemudi), maka pemimpin baru tersebut akan merombak semua yang telah dilakukan pendahulunya. Baik yang sudah baik, apalagi yang sudah jelek. Rumus kilometer nol sangat sederhana : pemimpin baru harus datang dengan gebrakan baru, dengan orang baru (biasanya tim suksesnya). Benarkah filosofi kilometer nol ini?

Sejatinya pejabat atau pemimpin yang terpilih, melanjutkan program yang baik pemimpin terdahulu, dan menghentikan program yang kurang baik dalam proses menuju kesejahteraan rakyatnya. Jangan karena mentang-mentang pemimpin baru lalu seenaknya membuang semua program yang sudah dicanangkan pemimpin sebelumnya. Terlebih mengganti beberapa orang bawahannya yang sudah terampil dan memahmi persoalan, kemudian memasukkan tim suksesnya yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

Baca Juga :Stok Beras di Bengkalis Mencukupi

Kalau pendekatan relasi ini terus dipertahankan dalam mengelola birokrasi pusat atau daerah, itu sama saja pemimpin baru memulai dari nol lagi.

Kapan rakyatnya bisa sampai ke kota sejahtera. Inilah yang disebut pemimpin dan filosofi kilometer nol, pemimpin yang gemar memutar arah kebijakan dari awal (nol) padahal sejatinya kepemimpinan itu adalah melanjutkan hal-hal baik dan mengganti yang dianggap menyimpang.

Bahkan karena egois dan takut kalah populer, sebab bukan dia yang mencanangkan awalnya, program yang sudah berjalan dihentikan sehingga banyak kegiatan fisik yang mangkrak. Menggelikan lagi kegiatan yang jelas jelas sudah berjalan baik dirubah namanya yang penting beda nama dengan pendahulunya.

Banyak kegiatan Pemimpin terdahulu yang bernas, merakyat ditinggalkan, begitupun berserakan kegiatan Gubernur/ Bupati/ Walikota yang hebat di sumbat oleh kepala daerah yang baru terpilih karena dianggap warisan lawan. Akibatnya pembangunan jalan terputus di tengah jalan karena dialihkan. Program pendamping desa muncul tenggelam, pembangunan jembatan berhenti di ujung jalan, maka  rakyat cukup puas memandang peninggalan prasasti monumen bangunan gedung dan jembatan.

Memang masalah terbesar negeri ini adalah: ganti presiden, ganti menteri, ganti semua kebijakan. Ganti gubernur, ganti bupat  tukar kepala dinas sampai camat dan lurah. Ganti pemimpin, ganti semua pegawai dan peraturan. Seakan akan anti banget dengan pendahulunya, atau takut disebut dibayang-bayangi pemimpin sebelumnya. Padahal, program yang baik perlu waktu untuk dijalankan. Kalau sebuah program baik lalu berhenti karena pemimpinnya berganti, maka balik ke titik nol alias tidak akan selesai pembangunan jembatan dan jalan.

Tembok Cina itu dibuat berapa lama? Itu tembok berdiri total sepanjang 21.000 km lebih. Tembok Cina dibangun selama 2.000 tahun, Dinasti Ming sendiri perlu 200 tahun. Dibangun untuk menahan serangan dari luar masuk ke kekaisaran Cina. Bayangkan saja kalau tiap ganti pemimpin terus ganti kebijakan.

Dinasti Ming ketika berganti kepemimpinan, pemimpin berikutnya berkata “Program Tembok Cina adalah kebijakan pendahulu saya dan tidak akan saya lanjutkan!”. Kalau itu terjadi, Tembok Cina tidak akan disebut “The Great Wall Of China”. Disebutnya “That weird looking 200 meter wall standing alone in the middle of nowhere in Cina”

Pemimpin baik akan melanjutkan kebijakan dan program baik dari yang terdahulu karena dia tahu itulah yang terbaik untuk rakyatnya.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook