Disbudpar Ajak Masyarakat Catat Warisan Budaya Tak Benda

Riau | Selasa, 17 Januari 2012 - 10:49 WIB

PEKANBARU (RP) - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Riau tahun lalu telah melakukan pencatatan WBTB (warisan budaya tak benda) yang ada dalam wilayah Provinsi Riau.

Namun kegiatan ini belum memperoleh hasil maksimal. Karenanya, pada tahun 2012 ini Dinas Budpar kembali mengajak seluruh komponen masyarakat terutama instansi terkait yang ada di daerah untuk terus melakukan pencatatan WBTB.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kepala Dinas Budpar Riau melalui Kepala Bidang Nilai Budaya, Bahasa dan Seni, Yoserizal Zen, Senin (16/1) menegaskan bahwa pencatatan WBTB sangat penting dilakukan, karena WBTB merupakan jatidiri bangsa.

“Pencatatan WBTB juga bermanfaat dan memberi keuntungan bagi masyarakat, terutama dalam memperkuat jatidirinya,’’ tambahnya.

Bagi Riau, tambah Yos yang juga Ketua II Dewan Kesenian Riau ini, pencatatan WBTB akan menjadi pelatukpicu bagi pengembangan aktivitas seni budaya Melayu yang betul-betul berangkat dari nilai-nilai kearifan lokal.

Banyak bentuk-bentuk warisan budaya Melayu seperti sastra lisan, teater rakyat, naskah kuno atau manuskrip yang tanpa disadari telah terjadi pengembangannya.

Pola teater rakyat Randai Kuantan misalnya, telah menjadi tontonan menarik bagi penikmatnya, meski telah menjadi garapan tari baru di tangan seorang koreografer.

Selain itu, perkembangan dunia kesehatan yang mengemuka saat ini seperti sistem obat-obatan herbal, merupakan pengembangan dari manuskrip ilmu-ilmu tabib Melayu Riau.

“Dalam naskah kuno Ilmu Tabib Melayu Riau, banyak ramuan obat-obatan yang ternyata menjadi penting saat ini. Misalnya kunyit, diyakini mampu mengobati luka dalam tubuh manusia,” ujar Yoserizal Zen.

Karenanya, pencatatan WBTB merupakan sesuatu yang penting dilakukan, apalagi derasnya arus globalisasi tak dapat dibendung kehadirannya saat ini dan di masa mendatang.

Pencatatan WBTB yang juga merupakan kebijakan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, merupakan salah satu upaya untuk memperkuat jatidiri bangsa, sekaligus upaya melindungi dam melestarikan budaya Indonesia.

Menurut Kepala Bidang Nilai Budaya, Bahasa dan Seni Dinas Budpar Riau ini, kegiatan pencatatan warisan budaya bangsa telah dimulai sejak zaman kerajaan dan masa kolonial, dan dilanjutkan setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 oleh berbagai pemangku kepentingan, baik di kalangan pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi maupun perseorangan.

Bahkan kegiatan pencatatan tersebut pernah pula diusahakan sejak tahun 1976 melalui proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah oleh pemerintah pusat.

Namun diakui, pencatatan tersebut masih menghadapi beberapa kendala sehingga belum berhasil dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

“Antara lain dikarenakan kurangnya melibatkan unsur komunitas, kelompok sosial dan perorangan. Alhamdulillah, saat ini telah banyak dilakukan pencatatan WBTB oleh pemangku kepentinganm seperti perguruan tinggi, pemerintah daerah, ormas, LSM maupun perseorangan,” ujar Yos menanggapi mengapa pencatatan tersebut tidak menyeluruh dan berkesinambungan.

Lebih jauh dikatakan Yos, dengan diadakannya pencatatan WBTB Melayu Riau, kelak orang Riau pun bisa mengusulkannya untuk di-HAKI-kan di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Dalam pasal 2 ayat (1) Konvensi UNESCO, WBTB meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta alat-alat, benda (alamia, artefak dan ruang budaya terkait).

“Ya, seperti tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya tak benda, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus, perayaan-perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta, serta kemahiran kerajinan tradisional bisa disebut WBTB,” terang Yoserizal Zen.

Ini juga penting bagi pencapaian Visi Riau 2020, di mana pemerintah dan masyarakat Riau sepakat menjadikan Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di bentangan Asia Tenggara pada tahun 2020.

 “Kan lucu pengembangan seni atau industri seni kreatif tanpa berangkat dari nilai-nilai budaya,” ujarnya.(mar)  









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook