Laporan HERMANTO ANZAM, Pekanbaru hermantoanzam@riaupos.com
PEKANBARU (RP) - Menindaklanjuti perkembangan pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Komisi A DPRD Riau mengundang seluruh pihak terkait baik Pemprov maupun walikota dan bupati se-Riau.
Sayangnya, hanya Anas Maamun yang tidak diwakili, sedangkan 11 kabupaten dan kota diwakili oleh Sekda, Asisten atau Kepala Bappeda.
Hadir pada rapat kerja tersebut Ketua Komisi A DPRD Riau Bagus Santoso SAg MP, Wakil Ketua Komisi A Jabarullah SSos, Sekretaris Komisi A Elly Suryani SH serta anggota Ruslan Jaya SH MH, Zukri, Darisman Ahmad Lc, Zulkarnain Nurdin SH MH dan Masnur SH.
Pada kesempatan Ketua Bappeda Riau Ramli Walid menjelaskan perkembangan RTRWP yang sudah dilakukan uji konsistensi. Hanya Ramli menjelaskan masih ada beberapa wilayah yang harus kembali disinkronkan karena sebagian sudah berubah fungsi.
‘’Kita sudah menyelesaikan seluruh keberatan dan kita akan segera menyusun tata guna hutan kesepakatan (TGHK). Hanya saja masalah ini harus berdasarkan putusan tim terpadu serta menunggu penyelesaian penunjukkan kawasan kehutanan dan perairan sementara,’’’ tambah Ramli Walid.
Dikatakan, permasalahan RTRWP Riau memang sedikit lebih rumit dibandingkan dengan provinsi lain karena berdasarkan TGHK yang lama hampir 90 persen wilayah Riau merupakan kawasan hutan, sementara saat ini Riau berkembang sangat pesat.
Hal senada juga diungkapkan Asisten II Setdaprov Riau Emrizal Pakis. Menurut Emrizal, RTRWP Riau memang tidak terpadu dengan TGHK, karena itu hanya RTRWP Riau dan Kalimantan Tengah yang belum diakui pemerintah provinsi karena berbeda dengan TGHK.
‘’Kalau di provinsi lain, sudah terpadu antara RTRWP dengan TGHK, jadi mereka tidak sulit lagi. Tapi Riau kasusnya berbeda. Ambil contoh pertumbuhan desa, dimana sebelumnya hanya ada 800 desa namun sekarang sudah menjadi 1.800 desa, ini yang harus disesuaikan karena tidak sesuai lagi dengan di lapangan,’’ ujarnya.
Sementara itu, Bupati Rokan Hilir Anas Maamun mengatakan pihaknya sudah melakukan uji konsistensi di Bogor, tapi sayangnya, pemerintah pusat hanya memaksakan kehendak dan tidak mau mendengar kondisi yang ada di daerah.
‘’Anda bayangkan, ada ibukota kecamatan yaitu Rimba Melintang ditetapkan sebagai kawasan hutan, padahal disana ada kantor camat, cabang dinas, desa dan lain-lain. Tapi di peta dinyatakan sebagai kawasan hutan. Saya keberatan dan tidak akan menandatangani RTRW tersebut jika tidak dilakukan penyesuaian,’’ tegasnya.
Dikatakan, ada 13 permasalahan menyangkut RTRW Kabupaten Rokan Hilir. Dan jika tidak ditemukan solusi yang baik, pihaknya tidak akan menandatangani.
‘’Kita mau bangun jalan dari Bagan ke Dumai pun bermasalah karena katanya itu areal HPH, jadi kita mau membangunan gimana,’’ tegasnya.(len)