RIAUPOS.CO - SALAH satu keuntungan yang menjanjikan dari hasil pemeliharaan integrasi (perpaduan) antara sapi sawit adalah persediaan pakan yang menjanjikan bagi ternak. Jika melihat potensi perkebunan yang luas di Provinsi Riau, maka hal ini merupakan sumber pakan alami, mulai dari pelepah, Bungkil Inti Sawit (BIS) sampai lumpur sawit (solid).
Inilah yang disebut perkebunan sawit sebagai kandungan biomassa yang sustainable (berkelanjutan) dan dapat dijadikan bank pakan alami, yang tersedia saban tahun. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distannak) Provinsi Riau drh Askardiya R Patrianov MP menjelaskan, peluang pembangunan bank pakan ternak ini, sudah ada di depan mata.
Menurutnya, bagaimana potensi yang dimiliki ini, dapat dimanfaatkan dengan baik, terarah dan terpadu. Untuk itu koordinasi dengan semua pihak, termasuk kalangan usaha dan masyarakat petani/peternak, harus terus dipertahankan.
‘’Tentunya potensi ini harus dimanfaatkan dengan baik, terarah dan terpadu, dengan berkoordinasi semua pihak, termasuk kalangan usaha dan masyarakat petani/peternak, tetap dipertahankan,’’ jelasnya.
Patrianov juga menyatakan produksi bungkil sawit Indonesia dari tahun 2007-2011 mengalami peningkatan. Jumlah bungkil sawit tahun 2007 berjumlah 2.189.000 ton, dan meningkat pada 2008 sebesar 2.517.000 ton. Pada 2009 juga naik menjadi 2.738.000 ton, disusul pada 2010 sebesar 2.881.000 ton dan pada 2011 meningkat mencapai 3.108.000 ton.
Hal ini juga terjadi pada ekspor bungkil sawit Indonesia dari tahun 2007-2011 juga mengalami peningkatan. ‘’Tahun 2007 sebesar 1.875.000 ton, 2008 meningkat jadi 2.516.000 ton, pada 2009 naik jadi 2.487.000 ton, tahun 2010 naik jadi 2.564.000 ton, dan 2011 mencapai 2.950.000 ton,’’ jelasnya.
Patrianov juga menjelaskan potensi penggunaan lumpur sawit dan bungkil inti sawit ini sebagai produk samping dari pengolahan Buah Tandan Segar (BTS), di antaranya adalah lumpur sawit, yang mengandung nutrisi kadar serat kasar tinggi sebesar 29,7 persen dan kecernaan protein rendah dan kadar air 75 persen. Sedangkan Solid Heavy Phase (SHP) mengandung serat kasar 21,4 persen dan kadar air 90 persen. Disusul, BIS yang memiliki kadar minyak 9,6 persen (mudah tengik) serta kandungan serat kasar 21,7 persen dengan kecernaan protein yang rendah.
Sementara itu, jelas Patrianov, potensi pakan lain yang menjanjikan adalah pertama, pemanfaatan biomasa untuk pakan di kawasan perkebunan sawit, adalah penanaman rumput unggul dan legume penutup tanah di sekitar tanaman sawit yang berumur lebih kurang 5 tahun. Kedua, pemanfaatan pelepah dan daun sawit yang dicacah dengan alat mesin chopper untuk pakan sapi dan ditambah konsentrat. Ketiga, pembuatan kawasan 5-10 Ha diperuntukkan penggembalaan ternak sapi terutama di sekitar lokasi sumber air di dalam lokasi perkebunan sawit. Keempat, pengembangan sarana pengolahan pakan/mini feedmill, untuk lokasi yang menerapkan pola intensif/semi intensif. Kelima, Riau akan menjadi pilot project pemanfaatan hasil samping pengolahan kelapa sawit ini berupa lumpur sawit/BIS dalam menyusun ransum konsentrat sapi potong ke depannya.
Jika dihitung potensi pelepah batang sawit ini, terang Patrianov, produksi pelepah dari 22 batang per pohon per tahun dikali 130 batang per hektare, maka sebanyak 22x130x1.562.690 menghasilkan 4.183.293.400 potong.
Sementara berat daging pelepah sekitar 2,2 Kg, potensi pakan tersedia 2,2x4.183.293.400 Kg menghasilkan 9.203.245.480 Kg. Jika keperluan pakan satu ekor sapi 10 persen dari bobot tubuh atau +300 Kg maka diperlukan 30 Kg. Artinya, setiap ekor memerlukan 40 persenx30 Kg = 12 Kg per hari, yaitu 9.203.245.480 Kg per (12 Kgx365 hari) didapat 2.101.197 ekor per tahun.
Alasan itulah kata Patrianov, Provinsi Riau yang memiliki potensi agroekosistem yang diyakini sebagai sumber pakan ternak lestari. Hal ini mampu menjembatani peluang pembentukan bank pakan ternak lestari terbesar di Sumatera.
‘’Ke depan peluang ini Provinsi Riau akan tercipta menjadi bank pakan ternak lestari dan menjadi pengolahan hasil bumi sebagai lumbung energi nasional,’’ sebut Patrianov.
Untuk itu, kata Patrianov, pemanfaatan sumber daya pengembangan (lahan sebagai basis penyedia pakan dan budidaya) harus dikedepankan. Menurutnya, data sementara BPS 2013, jumlah sapi dan kerbau di Provinsi Riau berdasarkan rumah tangga pertanian sebanyak 197.700 ekor. Jika dilihat dari potensi lahan usaha peternakan Riau ini, sebanyak 1.112.159 ekor, menunjukkan pemanfaatan lahan sebagai penyedia pakan budidaya belum optimal.
Peluang pemanfaatan pengembangan sapi dan kerbau masih cukup tinggi sebesar sebesar 82,14 persen atau 913.559 ekor.(adv)