Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru
Kisruh pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti belum juga tuntas.
Meski pengelolaan yang dilakukan RAPP sudah dihentikan sementara, namun gelombang demonstrasi masih terus terjadi hingga saat ini.
Melihat kondisi yang terjadi saat ini, anggota DPR RI asal Riau meminta aparat pemerintahan dan aparat hukum harus tegas menyikapi kondisi yang terjadi saat ini.
‘’Persoalan yang terjadi di Pulau Padang ini rumit. Tapi kenyataanya tidak ada aparat yang tegas dalam menyikapinya. Mereka harus tegas melakukan penyelesaian sengketa ini jika tidak ingin berlama-lama. Saya sendiri melihat pemerintah lamban menyelesaikan persoalan yang semakin rumit itu,’’ terang Anggota DPR RI asal Riau, Wan Abu Bakar kepada Riau Pos Ahad (15/1) di Pekanbaru.
Dijelaskannya, dia bersama Adi Sukemi, Ian Siagian dan Nurliyah yang semuanya merupakan anggota DPR RI asal Riau baru kembali dari Pulau Padang tersebut. Banyak fakta-fakta yang menarik mereka dapatkan.
Di antaranya, pengakuan masyarakat, di mana mereka memang terlibat pembalakan liar yang terjadi di areal tersebut.
Tidak hanya itu, masyrakat juga menyatakan aksi demonstrasi yang dilakukan tidak mewakili seluruh masyarakat melainkan hanya segelintir orang.
Sementara itu, terkait gelombang demonstrasi yang melempar kesalahan tersebut kepada Bupati Kepulauan Meranti, mantan Gubernur Riau ini menyatakan itu adalah salah alamat.
Pasalnya, rekomendasi pengelolaan tersebut dikeluarkan oleh Wakil Bupati Bengkalis pada masa Syamsurizal.
Satu hal yang menjadi pertanyaan anggota DPR RI asal PPP itu adalah kelanjutan kasus pembakaran eksavator serta operatornya yang tidak tahu apa akhirnya.
Karena itu, dia meminta polisi segera menyelesaikan kasus tersebut dan kondisi ini juga akan disampaikannya ke Badan Intelijen Nasional (BIN) untuk diselidiki.
‘’Saya akan melaporkan kondisi ini ke Menteri Kehutanan dan dia harus mengambil tindakan tegas untuk mengatasi persoalan tersebut. Saya juga menyayangkan sikap masyarakat karena demonstrasi tidak akan menyelesaikan masalah. Ini adalah soal yang rumit dan harus segera diambil tindakan. Ada beberapa PR yang harus dikerjakan, tapi tidak dikerjakan dan itu harus tuntas,’’ ujarnya.
Usut Tuntas
Pemerintah dan kepolisian diminta bertindak tegas terhadap para pengunjuk rasa yang mengatasnamakan masyarakat Pulau Padang, karena tindakan itu sudah mulai mengarah kepada pemaksaan kehendak dan kriminalisasi.
‘’Kepolisian diminta tegas menyelidiki kasus pembunuhan disertai pembakaran operator ekskavator subkontraktor PT RAPP di Pulau Padang, pertengahan tahun lalu,” ujar anggota Komisi IX DPR RI, Dhiana Anwar di Jakarta, Kamis (12/1) lalu.
Kepolisian, tegas Dhiana, harus mengungkap kasus pembunuhan itu dengan seterang-terangnya, dan harus mampu menangkap para pelakunya.
‘’Tindakan kriminal itu tidak bisa ditolerir karena sudah melanggar batas-batas hukum,’’ ucapnya.
Dhiana menduga, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mempolitisasi kasus itu untuk tujuan-tujuan lain.
Karena itu, kata dia, pemerintah harus bertindak tegas karena aksi pengunjuk rasa mulai anarkis dan mengarah ke tindakan kriminal.
Bahkan mereka kini tidak segan-segan melecehkan instansi pemerintah.
Menurut Dhiana, sejak awal sosialisasi masyarakat selalu dilibatkan dalam rencana perusahaan dan mereka mendukung.
‘’Kondisi di Pulau Padang dan Riau sangat berbeda. Di sana justru masyarakat mendukung. Hanya saja, di Jakarta sengaja dikondisikan satu pencitraan negatif,’’ kata dia.
Akibat pencitraan buruk itu telah berdampak langsung terhadap nasib sekitar 800 tenaga perusahaan di Pulau Padang. ‘’Mereka tidak dapat bekerja dan takut diintimidasi.
Padahal industri ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,’’ terang Dhiana yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan Indonesia Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPP FSPKAHUT KSPSI).
Dhiana mengharapkan, ke depan pemerintah mampu melindungi kepentingan industri-industri tertentu sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
‘’Jangan sampai karena aksi konyol seperti itu, potensi Industri yang mampu menyerap tenaga kerja terbengkalai. Padahal di Indonesia jumlah pengangguran masih sangat besar,” ujarnya.
Himbauan senada juga diungkapkan Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna. Nana menghimbau kepolisian harus bergerak cepat untuk mengusut secara tuntas pembunuhan keji karyawan subkontraktor PT RAPP pada Juni 2011 lalu.
‘’Seharusnya pihak kepolisian sigap menyelesaikan masalah itu terlebih dulu agar tidak berlarut-larut. Kondisi saat ini justru terbalik dan ada pemutarbalikin fakta seolah-olah perusahaan yang dianggap menzalimi masyarakat. Itu semua perlu diklarifikasi dengan pengusutan pihak kepolisian,’’ ungkap Nana.
Dijelaskannya, sebelum RAPP mendapatkan izin pada tahun 2009, di Pulau Padang sudah ada beberapa kegiatan seperti perkebunan kelapa sawit dan perusahaan pengeboran minyak. Selain itu, di Pulau Padang terdapat empat sawmill yang memanfaatkan kayu-kayu dari hutan alam.
‘’Ini harus dicek apakah kegiatan ini legal. Setahu saya di sana tidak ada izin HPH,’’ terangnya.
Dalam kasus Pulau Padang, tambah Nana, pihaknya juga mengingatkan pemerintah agar bisa memilah-milah persoalan dan tidak terpecah dengan saling menyalahkan kebijakan pemerintah pusat dan daerah hanya karena desakan yang bersifat populis yang belum tentu kebenarannya.
‘’Saya menduga aksi-aksi seperti itu ditunggangi pihak-pihak tertentu dan mengorbankan industri sebagai kambing hitam. Ini cara paling mudah dan licik karena mengatasnamakan kepentingan rakyat,’’ pungkasnya.
Sementara itu, puluhan warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti hingga kini masih bertahan di depan gerbang gedung DPR RI.
Mereka tetap menuntut dihentikannnya operasional PT RAPP di Pulau terluar tersebut secara permanen.
Aksi mereka tersebut sudah berlangsung sejak 16 Desember 2011 lalu atau selama sebulan.
Sebelumnya, sebagian mereka sempat melakukan aksi jahit mulut, namun kemudian dihentikan lantaran kondisinya sudah memprihatinkan.
Menurut Kordinator FKP Pulau Padang, M Ridwan, pihaknya hari ini, Senin (16/1) kembali melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Kementerian Kehutanan.
“Besok (hari ini, red) kami akan mendatangi Kemenhut untuk menuntut apa yang sudah kita inginkan selama ini,” ujar Ridwan.
Hari Ini, Ribuan Massa FKM-PPP Kembali Demo
Direncanakan, hari ini, Senin (16/1) ribuan massa Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang (FKM-PPP) kembali akan berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Kepulauan Meranti dan DPRD di Jalan Dorak, Selatpanjang.
Kali ini kedatangan mereka untuk menjemput langsung surat rekomendasi revisi SK 327 Menhut 2009 yang akan mengeluarkan hamparan blok Pulau Padang seluas 41.205 hektare dari SK 327 tersebut.
‘’Ada sekitar 6.000 massa yang akan turun. Aksi ini tetap dikoordinir oleh masyarakat di kampung, sementara kami akan tetap bertahan di pusat,’’ kata Ridwan, koordinator FKM-PPP ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Ahad (15/1).
Menurutnya, kesepakatan yang dibuat bupati bersama perwakilan FKM-PPP juga sama dengan kesepakatan mereka bersama Menhut saat pertemuan yang berlangsung pada 5 Januari 2012 lalu.
Apabila bupati menerbitkan surat rekomendasi revisi tersebut, maka Menhut akan menindaklanjutinya.
‘’Inilah sebenarnya yang kami tuntut,’’ ucap Ridwan, sambil menjelaskan bahwa pertemuan mereka dengan Menhut waktu itu juga disaksikan langsung oleh anggota DPD RI Instiawati Ayus.
Ketika ditanya tentang informasi bahwa massa FKM-PPP akan memboikot kantor bupati dan DPRD pada aksi tersebut, Ridwan juga tidak membantahnya.
Yang harus dipahami, kata Ridwan, kata pemboikotan itu bukanlah dengan melakukan tindakan kriminal seperti pembakaran dan lainnya, tapi bagimana massa FKM-PPP akan bertahan di pusat pemerintahan.
‘’Memang gerakan ini terpisah, ada di kampung dan ada yang di pusat. Tapi tujuannya tetap sama. Masyarakat sudah dewasa dan tidak akan melakukan tindakan anarkis. Kita bisa lihat bagaimana aksi sebelumnya. Jadi, jangan khawatir. Aksi masyarakat Pulau Padang tetap pada jalurnya. Yang perlu diketahui, bahwa kami tidak akan pernah menghentikan aksi sampai bupati mengeluarkan surat rekomendasi revisi tersebut. Sebab, yang kami inginkan bukanlah penghentian sementara beroperasinya HTI PT RAPP, melainkan penghentian secara permanen,’’ tutupnya.(eko/yud/amy/muh)