PEMBERANTASAN PETI DI KUANSING

Aparat Dilawan, Mobil Dirusak

Riau | Rabu, 15 Mei 2013 - 10:45 WIB

Aparat Dilawan, Mobil Dirusak
Sejumlah PETI dibakar aparat (kiri) dan mobil dinas Kejari Kuansing yang ikut di rusak massa. Foto: Juprison/Riau Pos

TELUKKUANTAN (RP) - Penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) oleh Tim Terpadu dari Pemkab, Polres dan Kejaksaan Negeri Kuansing di Desa Lubuk Ambacang dan Desa Koto Kombu, Kecamatan Hulu Kuantan, mendapat perlawanan warga, Selasa (14/5).

Warga melakukan perusakan  setelah tim yang dibantu Polsek Kamang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar) membakar 57 unit kapal PETI di hulu Sungai Kuantan, tepatnya di perbatasan Riau-Sumbar.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sebanyak 17 unit kendaraan dinas pejabat dan anggota tim dirusak. Massa juga menyerang anggota tim yang sedang hilir mudik di Sungai Kuantan.

Akibatnya, petugas sempat melepas tembakan gas air mata dan tembakan peringatan agar massa tidak menyerang dan kembali ke perkampungan. Di sisi lain, Kepala Desa Koto Kombu Firdaus mengaku tidak semua yang melakukan aksi itu adalah warganya.

Penertiban ini awalnya berlangsung aman. Sekitar pukul 08.30 WIB pagi, Tim Terpadu Penertiban PETI melakukan apel siaga di camp Batu Sirah, yang jaraknya sekitar 2 kilometer ke hulu Sungai Kuantan dari Desa Lubuk Ambacang, ibukota Kecamatan Hulu Kuantan.

Saat apel, Kabag Ops Polres Kuansing Kompol Azwar mengingatkan, razia ini melibatkan dua Polres, Polres Kuansing dan Polres Sijunjung yang diwakili Polsek Kamang.

Tim dari Kuansing yang juga melibatkan Satpol PP, TNI, Dishub bergerak menuju hulu sungai dan Polres Sijunjung bergerak menuju hilir sehingga bertemu di perbatasan.

Mejelang bertemu di perbatasan, kedua tim menertibkan mesin dompeng, yang merupakan alat pencari emas, yang dimeuia sepanjang aliran sungai.

Tim berangkat menuju perbatasan dengan 3 pompong kayu yang masing-masing bermuatan sekitar 25 orang dan 3 speedboat dengan muatan masing-masing sekiar 10 orang.

Tim ini dipimpin langsung Bupati H Sukarmis didampingi Wakapolres Kuansing Kompol Khaldun, Kajari Teluk Kuantan Maryono SH MH dan PabungKodim Inhu Mayor Inf Rio Purwanotor dan pejabat sipil, polisi dan TNI lainnya.

Di tengah perjalanan atau 2 Km jelang lokasi tambang, 3 pompong kayu kembali ke camp di Batu Sirah karena medan cukup berat. Sepanjang jalur sungai seperti arena arung jeram karena banyak batu besar dan berarus deras.

Bahkan 1 pompong sempat menabrak batu besar dan terhempas ke dinding batu di antara dua jurang yang mengapit Sungai Kuantan setinggi 100 meter lebih. Kondisi itu membuat tim cemas. Sedangkan 3 speedboat yang ditumpangi Bupati tetap melaju ke arah perbatasan.

Saat satu tim kembali ke camp, sekitar pukul 12.30 WIB massa berdatangan ke jembatan Ma’rifat Marjani yang menghubungkan Desa Lubuk Ambacang dan Desa Koto Kombu atau sekitar 200 meter dari Kantor Camat Hulu Kuantan.

Pada pukul 13.00 WIB, usai makan siang, tiba-tiba konsentrasi massa yang ditaksir berjumlah 70 orang lebih itu bergerak menuju Kantor Camat Hulu Kuantan melewati Pasar Lubuk Ambacang.

Di kantor camat ini mereka melempari kaca kantor. Tidak hanya itu, massa juga merusak bus Dalmas Polres Kuansing, truk Dalmas Satpol PP Kuansing dan kendaraan lainnya yang diparkir di depan kantor camat. Kaca kedua mobil ini rusak kena lemparan benda keras.

Massa kemudian kembali bergerak ke jembatan Ma’arfat Marjani. Namun saat melewati Pasar Lubuk Ambacang (sekitar 50 meter dari kantor camat), massa kembali merusak belasan mobil dinas dan mobil pribadi anggota tim. Kebetulan selain halaman kantor camat, areal parkir pasar juga dijadikan arena parkir kendaraan tim.

Kendaraan yang dirusak yakni mobil Kajari Teluk Kuantan Maryono SH MH nomor polisi BM 3 K, mobil dinas Wakapolres Kuansing Kompol H Haldun SH MH, mobil Kabag Umum Setda Kuansing Hendra AP MSi, mobil wartawan Riau Televisi (RTv) Pekanbaru, mobil wartawan Metro TV bersama Tvone dan mobil lain yang digunakan wartawan yang bertugas di Kuansing.

Sementara itu, mobil dinas Bupati dan Ketua DPRD luput dari aksi perusakan.

Hampir semua kaca mobil hancur terkena lemparan batu dan pukulan kayu. Bahkan di dalam mobil Kabag Umum Hendra masih terdapat sejumlah batu dan kayu yang digunakan massa. Setelah itu, massa kembali berkumpul di jembatan Ma’arifat Marjani. Aksi ini diperkirakan tak lebih dari 20 menit.

Usai kejadian itu, anggota TNI, Polri dan Satpol PP yang batal ke perbatasan dan kembali ke camp Batu Sirah menerima informasi aksi massa ini.

Dipimpin Kasat Binmas Polres Kuansing AKP Mahmudin, dua pompong bermuatan pasukan TNI, Polri dan Satpol PP berjumlah sekitar 60 orang bertolak menuju Lubuk Ambacang untuk mengendalikan aksi massa. Setelah dua pompong pertama, kemudian menyusul satu pompong personel lagi untuk memback up.

Saat tiba di Lubuk Ambacang, personel keamanan memblokir jembatan Ma’arifat Marjani agar massa dari arah Desa Koto Kombu tidak menyeberang ke Lubuk Ambacang. Apalagi mereka masih terkonsentrasi dalam jumlah yang cukup banyak. Sementara tim lainnya mengamankan areal Pasar Lubuk Ambacang dan kantor camat.

Meski aparat keamanan bersiaga dan terus mendesak warga menjauh dari jembatan Ma’rifat Marjani ke arah Desa Koto Kombu, namun masih ada perlawanan dari warga. Bahkan ratusan warga yang berkumpul terdiri dari orangtua, remaja, anak-anak dan ibu-ibu ikut melempar petugas dengan batu. Sesekali aparat keamanan mundur karena begitu banyak warga yang melempar.

Tidak hanya itu, warga juga melempari setiap pompong tim yang datang dari camp Batu Sirah menuju Lubuk Ambacang yang membawa petugas keamanan dan anggota tim lainnya. Bahkan pompong terakhir yang datang dikejar warga hingga ke dalam Sungai Kuantan. Ratusan warga berlarian dengan membawa batu dan kayu ke arah sungai mengejar pompong ini.

Melihat aksi warga ini, petugas yang berada di atas jembatan mulai bertindak tegas. Mereka menembakan gas air mata dan tembakan peringatan untuk menghalau massa. Puluhan tembakan peringatan membuat warga kocar-kacir dan berlarian ke desa. Aksi massa mulai terkendali pada pukul 16.00 WIB petang.

Bupati Kuansing H Sukarmis saat meninjau mobil yang rusak mengaku dirinya tidak akan pernah mundur menertibkan aktivitas ilegal itu. ‘’Kita tidak akan mundur untuk menghentikan aktivitas PETI di Kuansing,’’ katanya.

Asisten I Setda Drs H Erlianto MM yang juga Ketua Tim Terpadu Penertiban PETI ini mengaku bertanggungjawab atas kerusakan mobil yang menimpa sejumlah pihak, baik mobil dinas maupun mobil pribadi. ‘’Kita akan bertanggungjawab dengan kerusakan ini,’’ katanya.

Sementara itu, Kapolres Kuansing AKBP Wendry Purbyantoro SH melalui Wakapolres Kompol H Haldun SH MH mengatakan, pascakejadian aparat keamanan masih disiagakan untuk mencegah aksi amuk massa terulang. Wakapolres juga mengaku sudah memiliki sejumlah nama yang diduga memprovokasi massa. ‘’Kita sudah memiliki oknum warga yang menjadi target penangkapan,’’ ujarnya.

Menurutnya, aksi pengrusakan ini bukanlah kecolongan. Karena amuk massa ini terjadi saat sebagian petugas keamanan yang menjaga mobil di Lubuk Ambacang sedang istirahat makan siang. Lagipula aksi massa berlangsung demikian cepat. Mereka bergerak dengan sepeda motor lalu dengan menggunakan kayu dan batu melempari mobil.

‘’Tidak ada korban jiwa dan luka-luka. Hanya saja sekitar 17 mobil dinas dan pribadi dirusak,’’ ujarnya.

Di lain pihak, setelah dihubungi berkali-kali dan dikirim pesan singkat oleh Riau Pos terkait kejadian ini, Kapolda Riau Brigjen Pol Drs Suedi Husein SH dan Kabid Humas Polda Riau, AKBP Hermansyah belum memberikan tanggapan. Sampai berita ini diterbitkan, tidak ada komentar resmi dari pihak Polda Riau.

Anggota Komisi A DPRD Riau Tony Hidayat menyebutkan, kejadian ini seharusnya sudah diantisipasi. Bahkan menurut Tony saat tujuh bulan yang lalu hanya ada tiga mesin dompeng, tapi karena dibiarkan, maka oknum warga merasa aktifitas mereka tidak salah dan meneruskan kegiatan PETI.

‘’Ini sudah tindak pidana serius, kalau sebelum mereka investasi disikat dan diberantas maka tidak akan seperti ini. Kami sangat sesalkan pihak kepolisian tidak mengantisipasi dan akhirnya terjadi hak seperti sekarang ini,’’ kata Tony.

Kepala Desa Koto Kombu, Firdaus yang dikonfirmasi Riau Pos mengatakan, tidak seluruh massa yang melakukan aksi perlawanan itu merupakan warganya. Menurutnya, ada juga warga lain di luar Koto Kombu yang melakukan aksi anarkis tersebut.

‘’Memang ada warga Koto Kombu, tapi tidak seluruhnya, karena ada juga warga lain. Alhamdulillah, sekarang situasi sudah kondusif dan kita minta masyarakat untuk tidak melakukannya tindakan yang sama,’’ kata Firdaus.

Di bagian lain, tokoh masyarakat Kuansing Ir Mardianto Manan MT menyesalkan terjadinya aksi anarkis tersebut. Ia mengharapkan masyarakat, pemerintah dan aparat untuk kembali duduk bersama menyelesaikan persoalan ini. ‘’Semoga dengan rencana seminar yang diadakan Polres Kuansing nanti kita bisa merumuskan penyelesaian terhadap aktivitas ini,’’ harapnya.

Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas) Riau ini juga mengingatkan supaya perlu dilakukan penertiban secara menyeluruh dan berkelanjutan. Hanya saja, dalam aksi penertiban, langkah yang dilakukan harus mengedepankan kearifan, karena rentan konflik.

‘’Saya rasa masalah PETI sudah mengarah ke konflik. Memang perlu kearifan dan kondisi yang terjadi, karena miskomunikasi,’’ papar Mardinato.

Asisten II Setdaprov Riau, Emrizal Pakis menilai memang ada hal kontradiktif terkait PETI di Kuansing. Di satu sisi jika dilakukan ilegal memang akan merusak dan mencemari lingkungan hidup dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di kawasan penambangan. Di sisi lain, kegiatan ini merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat dan harus dicarikan solusi terbaik sehingga kejadian anarkis tidak terjadi lagi. ‘’Pemprov sudah menugaskan BLH untuk masuk dari segi akademis, terkait dampak, fungsinya, mengganggu tidak dari lingkungan. Kita minta itu dipelajari,’’ paparnya.

Dilanjutkannya, kegiatan penambangan sendiri dilakukan sebagai usaha pribadi atau kelompok. ‘’Kalau legal tentu harus ada izin, kalau usaha pribadi itu seperti apa juga harus jelas. Ingin izin tentu ada aturan,’’ sambungnya.

Sedangkan Kepala Biro Administrasi Ekonomi Setdaprov Riau Burhanuddin menilai, untuk mengakhiri konflik PETI salah satu cara pengelolaannya dengan menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Menurutnya, itu sesuai amanah Undang-undang Nomor: 4/2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara (PMB). WPR baru bisa diketahui kalau sudah ada Izin Usaha Penambangan Rakyat (IUPR) yang seharusnya bisa ditetapkan DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing.

‘’Kalau sudah diketahui tata letak WPR-nya, maka akan jelas mana yang boleh dilakukan penggalian atau pendulangan mana yang tidak. Ini yang seharusnya diterbitkan oleh Pemkab bersama DPRD untuk dibuatkan Perda IUPR-nya,’’ ujar Burhanuddin kepada Riau Pos, Selasa (14/5) di Kantor Gubernur.

Sementara itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Kabupaten Kuantan Singingi meraasa terkena imbas. Mereka mengecam tindakan oknum yang berupaya memprovokasi warga menyalahkan wartawan setiap adanya pemberitaan mengenai aktivitas PETI di seluruh Kuansing.

‘’Saya banyak mendapat informasi waktu pelaksanaan penertiban PETI di Hulu Kuantan. Ya, salah satunya adalah adanya oknum yang selalu memprovokasi warga untuk menyalahkan wartawan pada saat adanya pemberitaan mengenai PETI, dan saya mengecam tindakan tersebut,’’ ujar Ketua PWI Kuansing, Amrizal Amin SH di Kantor PWI Kuansing, Selasa (14/5).

Isu yang berkembang di tengah kondisi penertiban PETI kemarin adalah isu akan dicelakainya wartawan yang melakukan peliputan di Kuansing. Disinyalir ada sejumlah oknum yang memprovokasi agar awak media disalahkan.(jps/rio/egp/rul/hpz)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook