Laporan Desriandi Candra dan Eka Gusmadi Putra, Pekanbaru redaksi@riaupos.co
Ratusan seniman dan pekerja seni yang tergabung dalam Forum Seniman Riau, Kamis (13/2), menggelar aksi demo damai.
Mereka bergerak mulai dari Laman Bujang Matsyam kemudian dengan menggunakan kendaraan masing-masing, berkumpul di halaman Taman Budaya.
Setelah membentuk barisan, beramai-ramai mereka berjalan kaki menuju Kantor DPRD Riau dengan menabuhkan kompang dan gendang.
Para seniman yang rata-rata terdiri dari sanggar, komunitas yang ada di Pekanbaru itu menyanyikan lagu ‘’Lancang Kuning’’ dengan lantang.
Sesekali terdengar teriakan ‘’Cabut Perda nomor 9/2013 tentang komersialisasi Anjung Seni Idrus Tintin (ASIT), hidup seniman’’.
Begitu sampai di depan pintu gerbang DPRD yang sudah ditunggu oleh sejumlah petugas keamanan, para seniman berorasi serta melakukan berbagai atraksi seperti silat dan tarian.
Dalam orasi yang disampaikan salah seorang seniman musik, Taufik Hidayat menyebutkan, Riau ini terkenal karena karya seninya sudah semenjak zaman dahulu.
‘’Sejarah mencatat itu, seharusnya pemerintah memberikan support yang posistif, jangan malah memalak seniman untuk kreativitas,’’ ucap Taufik yang lebih dikenal sebagai Atan Lasak di lingkungan seniman.
Senada, Hang Kafrawi dengan berkobar-kobar meneriakkan bahwa seniman sudah muak diam selama ini. Katanya, kawasan bandar serai yang jelas-jelas sudah ditetapkan sebagai pusat aktivitas kesenian dan kebudayaan, kini luluh lantak oleh pembangunan yang tak jelas, seniman diam.
‘’Kini gedung satu-satunya tempat kita bermain, dipungut biaya pula. Ada apa sebenarnya ini? Kalau memang hendak meningkatkan PAD, janganlah seniman yang sudahlah susah berkarya, diperas juga, cukuplah hutan, minyak dan kekayaan alam yang ada di Riau ini yang dipelantak habis,’’ pekik Kafrawi yang kemudian disambut para seniman dengan pekikan lantang, ‘’Hidup Seniman’’.
Sementara beberapa seniman lainnya, Fedli Azis, Kunni Masrohanti, Zalfandri, Willy, Renaldi, Aamesa Aryana juga meneriakkan hal serupa terkait dengan susahnya lika-liku hendak mempersiapkan sebuah pementasan di ASIT.
Tak lama kemudian, rombongan disambut Ketua Komisi D, Bagus Santoso agar para seniman semuanya masuk ke kantor tanpa terkecuali sesuai dengan permintaan rombongan.
Dalam ruangan yang ber AC tersebut, para seniman kembali diminta Bagus Santoso untuk menyampaikan hajat serta keluhan-keluhan.
Tak ayal lagi, bertubi-tubi keresahan pun disampaikan dalam forum tersebut. Ketua Sanggar Selembayung, Fedli Azis menyebutkan sudah cukuplah senimaan menderita setiap kali usai pementasan.
Tuntutan dari seniman hari ini tidak main-main.
‘’Kami meminta, kami tidak lagi berharap karena sudah penat berharap. Jadi dengan tegas kami meminta kepada pihak-pihak terkait untuk mencabut Perda tersebut. Kami berkumpul, kami hidup berkarya bukan untuk main-main. Kami memikirkan semuanya, kami berbuat juga untuk Riau ini. Sudahlah selama ini tidak ada bantuan apapun dari pemerintah, tahu-tahu kami diperas pula seperti ini,’’ kata Fedli.
Kunni Masrohanti meminta agar Perda nomor 9 itu diperjelas keberadaannya. Katanya, mau diapakan seniman-seniman sebenarnya.
‘’Perlu bapak-bapak ketahui, untuk mempersiapkan pementasan, kami tak tidur, makan tak tentu, tak dibayar. Tapi kami tetap berkarya untuk mempertahankan kreativitas seni di Riau ini dan itulah semangat kami, tapi kenapa kami seperti dipalak saat ini,’’ jelas Kunni.
Upaya yang dilakukan kalangan seniman dan pekerja seni membuahkan hasil. Penggunaan ASIT untuk seniman, akhirnya digratiskan.
Hal itu merupakan hasil dari kesepakatan bersama di atas kertas yang ditandatangani langsung oleh Ketua Komisi D DPRD, Bagus Santoso, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Said Sarifudin dan Ketua Forum Seniman Riau Zalfandri.
Dalam surat pernyataan bersama itu disebutkan beberapa kesepakatan di antaranya, menangguhkan Perda nomor 9/2013 halaman 20 poin 4 khusus retribusi ASIT, tidak dipungut biaya apapun saat menggunakan ASIT selama Perda tersebut dalam proses penangguhan, segera membentuk badan pengelola ASIT dan melengkapi fasilitas gedung seperti AC dan genset.
Bagus Santoso yang didampingi Kadis Pariwisata, Said Sarifunddin dan beberapa anggota komisi D lainnya menyebutkan kedatangan seniman-seniman hari itu merupakan momen untuk sama-sama memperbaiki ketimpangan yang terjadi.
‘’Kami setuju untuk mencabut atau menunda dulu pelaksanaan Perda ini. Kami juga sepakat kalau ASIT free untuk seniman,’’ katanya.
Said Syarifuddin mengemukakan terkait dengan pemungutan biaya itu, pihak Disparekraf hanya sebagai pelaksana dari Perda yang sudah ditetapkan.
‘’Kalaupun Perda ini ditunda atau dihapuskan saya sangat setuju. Saya juga tahu persis bagaimana bertungkus lumusnya seniman berkarya, karena kita sendiri sering komunikasi dengan seniman-seniman. Kalau ada hitam di atas putih dari DPRD, kami siap memberhentikan pungutan tersebut,’’ jelas Said.
Sebelum disepakati pernyataan bersama, Ketua Sindikat Kartun Riau (SIKARI), Furqon mengekpresikan sikap dan tuntutannya dengan menyerahkan gambar yang dibuat spontan selama aksi demo berlangsung.
Gambar kartun yang mengekspresikan pungutan biaya atas penggunaan ASIT. ‘’Kami hanya bisa mengekspresikan kegelisahan kami lewat karya,’’ kata Furqon singkat.
Disdikbud Tunggu Tupoksi
Pasca penggabungan Dinas Pendidikan dan mengambil sebagian kewenangan Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) berdasarkan SOTK 2013, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Riau, Hadimiharja akan mempelajari lebih dalam terkait tugas pokok dan fungsi (Tupoksi). Utamanya dalam pengelolaan aset-aset budaya di Riau.
Hal tersebut disampaikannya saat dikonfirmasi Riau Pos, Kamis (13/2) terkait ASIT yang melegalkan penyewaan gedung sebagai fasilitas publik di areal purna MTQ tersebut.
‘’Sampai hari ini belum menerima petunjuk terkait hal tersebut. Akan kita pelajari dulu itu masuk kewenangan siapa. Karena pasca SOTK baru memang ada perubahan pengelolaan aset,’’ katanya.(*6/rnl)