PEKANBARU (RIAU POS.CO) - Dari data P2TP2A, ternyata Provinsi Riau tahun 2010-2015 ditemukan 538 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berjumlah 202 dan kekerasan seksual berjumlah 115 kasus yang paling banyak dari kasus lainnya. Jika ditotalkan keseluruhannya berjumlah 538 kasus kekerasan di Riau.
Data tersebut terpantau saat kunjungan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Republik Indonesia, Yohana Susana Yembise di Aula BP3AKB Provinsi Riau, Sabtu (13/12).
Terlihat dari data tersebut, dibandingkan dengan kasus penelantaran anak atau kekerasan fisik, kasus kekerasan seksual anak paling tinggi dan KDRT. Angka itu kemungkinan bisa lebih tinggi. Sulitnya mendapat data tersebut karena tidak adanya keterbukaan korban dan laporan karena kekerasan tersebut dianggap aib yang memalukan apabila dibuka atau dilaporkan.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TP2A) Riau menemukan kasus hak asuh anak 54, penganiayaan 36, dan masih banyak kasus lainnya kerasan fisik, kenakalan remaja, narkoba, pidana murni dan lain-lain terhadap anak dan perempuan. Melalui P2TP2K melakukan pendampingan/advokasi, pemulihan psikis oleh psikolog dan pemulihan fisik oleh dokter.
Banyaknya korban KDRT tersebut kemungkinan besar terjadi akibat faktor ekonomi rumah tangga. Bahkan, yang tak kalah banyak korban KDRT itu akibat dari pernikahan usia dini yang secara mental belum siap membangun rumah tangga. Akibatnya, karena emosi yang masih labil kecenderungan untuk bertengkar itu besar.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Republik Indonesia, Yohana Susana Yembise mengharapkan agar pemerintah bisa lebih memperhatikan lagi terhadap kasus-kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di masing-masing daerah di Provinsi.
"Riau belum bisa dikatan layak anak, karena masih banyak perbaikan-perbaikan ke depan yang harus diperhatikan terhadap anak. Papua kekerasan rumah tangga sangat tinggi, salah satu faktornya adalah masalah SDM nya. Untuk itu perempuan bisa maju dan berkembang. Peningkatan kapasitas untuk perempuan bisa diperhatikan," harapnya.
Laporan: Dofi Iskandar
Editor: Yudi Waldi