PELALAWAN (RP)- Sampai saat ini, populasi gajah liar yang dilindungi di dalam wilayah konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) terus berkurang, menyusul ditemukannya tiga ekor gajah mati di Km 89 Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.
Sepanjang tahun 2012 ini, populasi gajah telah ditemukan tewas sebanyak 17 ekor dari jenis kelamin gajah jantan dan betina.
Dua ekor gajah dewasa dan satu ekor anak gajah diduga kuat kematiannya akibat diracuni.
Hal ini setelah Balai TNTN melakukan observasi ke lapangan dan melihat kondisi tiga ekor gajah itu sudah dalam keadaan membusuk dan tidak dapat dilakukan lagi proses otopsi.
Hal ini diungkapkan Kepala TNTN Kupin Simbolon kepada Riau Pos, Senin (12/11). Dia mengatakan bahwa saat ditemukan satu ekor anak gajah dalam keadaan telungkup, karena kondisinya sudah membusuk. Maka proses otopsi tidak dapat dilakukan.
“Untuk mengetahui penyebab kematian gajah itu harus melalui proses otopsi. Karena kondisi gajah sudah membusuk, maka otopsi tidak dapat dilakukan. Namun berdasarkan pengalaman selama ini, melihat kondisi anak gajah mati tertelungkup, itu menandakan ada kerusakan pada lambung gajah. Kuat dugaan gajah itu mati akibat diracuni,” jelas Kupin.
Diterangkan Kupin, tiga ekor gajah tersebut menurut perkiraannya telah mati sejak sepekan yang lalu.
Tempat kematian gajah tersebut berjarak 1,4 Km dari kawasan TNTN, dan di dekat Koridor HTI akasia milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Ini masih berada di dalam kawasan hutan negara yang berada dalam pengawasan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan.
‘’Tempat matinya gajah itu bukan di kawasan TNTN, melainkan 1,4 Km di luar kawasan kita, persisnya di dekat parit koridor HTI akasia milik RAPP. Memang dari informasi di lapangan, sering ditemukan gajah gajah berkeliaran di koridor HTI itu,’’ terangnya.
Masuknya kawanan gajah ke koridor HTI akasia dikarenakan telah berkurangnya habitat hewan mamalia yang dilindungi tersebut.
Ditambah lagi banyaknya perambahan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan sawit oleh masyarakat yang berada di antara kawasan TNTN dan koridor HTI RAPP.
‘’Sifat Gajah itu adalah hewan teritorial. Mereka hanya berada di kawasan di mana biasa mereka berada. Saat mereka masuk ke hutan negara yang berada di antara TNTN dan koridor HTI RAPP, malah ada kebun dan pondok pondok kecil. Maka dihancurkanlah pondok itu oleh gajah,” bebernya.
Kupin mensinyalir, timbulnya konflik gajah dan masyarakat yang merambah hutan tersebut membuat sakit hati sebagian kalangan, sehingga pada akhirnya mengakibatkan tiga ekor gajah mati diracun.
‘’Awalnya sakit hati akibat pondok dan kebun sawit dirusak kawanan gajah, sehingga diracunilah itu gajah,” paparnya.
Mengenai kasus kematian gajah itu, ditegaskan Kupin, pihaknya saat ini tengah melakukan pro sidik, dalam rangka penegakan hukum.
Jika di dalam sidik dan lidik nantinya ditemukan adanya pelanggaran hukum oleh beberapa pihak, baik perorangan maupun perusahaan, maka pihak TNTN akan melanjutkan kasus ini ke proses hukum lebih lanjut.
‘’Jika ditemukan pelanggaran hukum maka orang tersebut harus bertanggung jawab secara hukum’’ tegasnya.
Untuk ke depannya, antispasi agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, Balai TNTN akan melakukan koordinasi dengan pihak pihak terkait guna disusunnya desain tata ruang mengenai kawasan mobilisasi gajah dengan melibatkan pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan, PT RAPP yang menguasai koridor HTI kebun akasia di sana, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau dan TNTN sendiri.
‘’Desain awal TNTN itu kan untuk melindungi konservasi gajah. Akan tetapi karena kawasannya semakin berkurang, maka kita harapkan dalam waktu dekat akan ada desain tata ruang mobilisasi gajah yang baru, dengan dibahas oleh beberapa pihak di antaranya Dishut Pelalawan, RAPP, BKSA dan TNTN,’’ tuturnya.
Tidak adanya koordinasi dan komunikasi yang baik antara Balai TNTN dengan Polisi Kehutanan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan juga menjadi salah satu penyebab kurangnya pengawasan terhadap hutan dan ekosistem di dalamnya.
‘’Saya sangat merindukan Dishut Pelalawan pro aktif melakukan patroli. Apalagi gajah yang mati itu di kawasan hutan negara, kawasan yang menjadi pengawasan Dishut Pelalawan. Banyak kejadian di lapangan yang sangat perlu ditanggapi secara serius oleh Dishut Pelalawan. Ke depannya mari kita bekerja sama melakukan patroli dan pengamanan kawasan hutan dan hewan dilindungi di sana,’’ harap Kupin.
Sementara itu, di tempat yang sama, Humas World Wide Fun for Nature (WWF) Riau Syamsidar kepada Riau Pos mengatakan bahwa penyebab kematian gajah akibat diracuni berdasarkan kondisi bangkai gajah yang mati tersebut di antaranya dalam keadaan telungkup.(*2)