Seniman Riau Sepakat Tolak Perda ASIT

Riau | Kamis, 13 Februari 2014 - 09:01 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Seniman Riau sepakat menolak Perda nomor 9 tahun 2013 terkait dengan penggunaan Anjung Seni Idrus Tintin (ASIT) yang dipungut biaya.

Hal itu disepakati dalam pertemuan yang dilakukan para seniman dan pekerja seni di Laman Bujang Matsyam Bandar Seni Raja Ali Haji purna MTQ, Selasa (11/2) malam.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pemungutan biaya yang jelas-jelas merugikan dan memberatkan seniman itu juga menyalahi tujuan awal didirikannya Anjung Seni Idrus Tintin, yaitu sebagai tempat dan laman bermain bagi para seniman untuk mempertunjukkan karya-karyanya.

Pendirian gedung itu juga untuk mengembangkan kreativitas seniman, tidak malah mematikan kreativitas seperti yang terjadi hari ini.

Hal itu disampaikan salah seorang budayawan Riau Chaidir MM yang juga hadir pada kesempatan itu. Menurutnya, Anjung Seni Idrus Tintin didirikan ketika syahwat visi dan misi 2020 begitu bergelora, yakni sebagai pusat kesenian dan kebudayaan di Asia Tenggara.

‘’Tak tanggung-tanggung memang. Tapi waktu itu semangat kita luar biasa besarnya. Maksud dari awalnya, kita ingin ada satu tempat yang bisa digunakan untuk pertunjukan kesenian yang selama ini gedung representatif itu tidak ada,’’ jelas Chaidir.

Dikatakannya, kalau memang harus ada uang jasa, seharusnya dari badan pengelola yang sudah ditetapkan pemerintah. Di samping itu, perlu juga diperhatikan fasilitas yang mendukung gedung tersebut.

‘’Kitakan sama-sama tahu, pembangunan gedung dalam kelanjutannya tidak sempurna seperti AC dan sound system yang belum tersedia dengan baik. Tapi yang penting gedung bisa dipakai. Nah, mestinya dalam pikiran saya, gedung ini harus ada pengelola, ada aspek manajemen yang baik, tapi sampai saat ini saya tidak tahu siapa pengololanya. Tahu-tahunya sudah ada pula Perda terkait dengan pemungutan biaya bagi seniman untuk berkarya,’’ kata Chaidir.

Melihat kondisi seperti ini, Chaidir juga mengatakan tak habis fikir karena Riau menyebut dan bercita-cita besar sebagai pusat kebudyaan Melayu yang seharusnya ditandai dengan aktivitas-aktivitas kesenian dan kebudayaan.

 ‘’Tapi perilaku pemerinatahan kita tidak menunjukkkan itu. Sikapnya tidak pro atau hampir tidak ada keberpihakan terhadap kegiatan kesenian dan kebudyaan. Seharusnya, para seniman dan budayawan diakomodir dengan baik sehingga mereka bisa memaksimalkan kerja. Ini jelas bahwa dari dulu kita baru sebatas niat dan semangat saja, tapi belum diikuti tindak tanduk yang benar,’’ katanya lagi.(*6/dac)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook