Laporan AHMAD YULIAR, Selatpanjang ahmad-yuliar@riaupos.co
Akibat musim kemarau yang melanda wilayah Kepulauan Meranti, sejumlah warga mulai kesulitan mendapatkan air bersih.
Bahkan warga sudah mulai membeli air dalam upaya memenuhi kebutuhan memasak dan mencuci.
Seperti yang disampaikan Khairil warga Banglas, Selasa (11/2). Dia mengeluhkan musim kemarau yang sudah terjadi lebih kurang sebulan.
‘’Sudah lama tidak turun hujan, makanya air yang tersedia di bak jadi kering,’’ kata Khairil.
Untuk memenuhi kebutuhan air setiap harinya, kata Khairil, ia terpaksa merogoh kocek hingga ratusan ribu rupiah. Sebab, harga air bersih (sumur bor yang sudah diolah), dijual pedagang keliling dengan harga hingga Rp100 ribu per gerobak yang berisi delapan jerigen.
Sementara air redang (air merah/air tanah gambut) dijual dengan harga berpariasi mulai Rp25 ribu sampai Rp50 ribu per gerobaknya. Sementara air hujan harganya lebih mahal lagi karena terlalu sulit didapat. Walaupun ada warga yang menjualnya Rp3.000 per jerigen, namun harga tersebut belum termasuk upah antar.
‘’Ada memang warga yang menjual air hujan, tapi mahal. Kalau mau murah ya angkat sendiri. Masalahnya kita tidak punya gerobak dan jerigen, makanya mahal,’’ tambah Khairil.
Sementara itu Selamat (40) warga Sidomulyo, Kelurahan Selatpanjang Timur, Kecamatan Tebing Tinggi yang berprofesi sebagai penjual air keliling mengaku kalau dirinya harus memanfaatkan jasa berjualan air secara berkeliling kepada warga yang membutuhkan.
Selain membantu warga, jasa menjual air keliling yang ditekuninya itu tidak membutuhkan modal yang besar.
‘’Selama kemarau ini saya harus berjualan air bagi mereka yang membutuhkan. Kasihan juga kalau masyarakat sudah musim kering begini, tentu payah mereka mau mendapatkan air,’’ ujar Selamat ketika sedang mengisi air redang ke dalam jerigen.
Dalam sehari saja, kata Selamat, dia bisa menjualkan air dari 6 hingga 7 trip. Tiap trip dihargai sebesar Rp25.000 dengan jumlah sebanyak 8 jerigen air.
Artinya, dalam sehari dia bisa menghasilkan uang sebanyak Rp150.000 sampai Rp170 ribu.
Hal senada juga diakui rekan seprofesinya, Madan. Mahalnya air sumur bor yang ia jual karena air tersebut ia beli dari perusahaan yang mengolahnya.
Tapi, jika air yang dibutuhkan diambil dari sumur tidaklah dijual semahal itu. Meski kondisi itu sangat menguntungkan bagi mereka yang berprofesi sebagai penjual air keliling, namun ia tetap berharap agar kondisi ini bisa pulih seperti sedia kala sehingga masyarakat tidak diberatkan dalam memenuhi kebutuhan air bersih.(hen)