Hasil Sidak, Harga TBS Dipermainkan

Riau | Jumat, 12 Oktober 2012 - 10:19 WIB

Laporan Desriandi Candra, Pasirpengaraian desriandi-candra@riaupos.co

Tim Monitoring, Evaluasi dan Pembinaan Usaha Perkebunan (TMEPUP) kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan bidang perkebunan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Dua pabrik kelapa sawit (PKS) di Rokan Hulu (Rohul), masing-masing milik PT Indomakmur Sawit Berjaya (ISB) dan PT Rohul Sawit Industri (RSI) menjadi sasaran sidak tim.

Banyak ketimpangan yang ditemukan. Di antaranya perbedaan mencolok harga beli tandan buah segar (TBS) milik petani oleh dua PKS tersebut.

Kedatangan tim terpadu memang mendadak. Tim bentukan Gubernur Riau tersebut dipimpin langsung Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Riau Drs H Zulher MS, selaku koordinator.

Dari kunjungan Selasa (9/10) siang tersebut diketahui, bahwa dua perusahaan yang dikunjungi bertolak belakang soal harga beli TBS milik petani.

Di PT ISB (Musim Mas Group Plantation), misalnya, harga TBS tertinggi per kilogramnya Rp900,- Sedangkan di PT RSI (Bumitama Gunajaya Agro Group) harga beli TBS terendah adalah Rp980.

Selain perwakilan dari satuan kerja terkait tingkat provinsi, di dalam tim terpadu juga turut serta perwakilan dari satuan kerja terkait dari Kabupaten Rokan Hulu. Di antara pejabat Negeri Seribu Suluk yang turut bergabung adalah Asisten I Setdakab Rohul, Drs M Munif Msi.

‘’Tim ini sifatnya pembinaan. Tujuannya, untuk mengetahui sejauh mana realisasi hak dan kewajiban perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,’’ terang Zulher, Kamis (11/10).

Pada kunjungan Selasa siang, Sidak pertama dilakukan ke PKS  milik PT ISB di Desa Rambah Hilir, Kecamatan Rambah Hilir.

Di PKS berkapasitas 45 ton TBS per jam ini, tim terpadu diterima Mill Manager PT ISB, Suwandi dan Humas PT ISB, Malinton Purba.

Soal harga TBS, awalnya pihak perusahaan mengaku bahwa harga beli TBS milik petani rata-rata adalah Rp900 per kilogram.

Harga itu menurut Suwandi disebabkan tidak adanya penyortiran buah dan pemotongan berat timbangan.

‘’Kami tidak melakukan sortir TBS. Juga tidak ada potongan berat timbangan,’’ kata Suwandi.

Namun, setelah tim melakukan pengecekan, ternyata harga yang diungkapkan pihak perusahaan merupakan harga tertinggi di hari itu.

Di PKS milik PT ISB ini diberlakukan tiga jenis tarif harga, yakni Rp900,- untuk kategori super, Rp895,- untuk kategori besar dan Rp885,- untuk kategori sedang.

Papan harga itu pun dipasang di bagian dalam kawasan pabrik, tepatnya di samping timbangan. Sehingga, untuk memantau harga, jelas masyarakat petani akan kesulitan.

Menariknya, ketika tim melakukan cross check kepada petani yang menjual TBS ke PKS PT ISB, lagi-lagi pernyataan Suwandi terbantahkan ketika beberapa penjual sawit mengatakan, dengan harga yang ditetapkan pihak perusahaan tetap ada penyortiran buah dan pemotongan berat timbangan. Menurut petani, pemotongan setidaknya 2,5 persen.

Kenyataan itu membuat beberapa komponen tim menyayangkan terjadinya pembelian harga TBS yang tidak mengikuti harga sesuai yang ditetapkan tim penetapan harga di Disbun Riau. 

Kondisi berbeda mengenai harga TBS ditemukan tim terpadu ketika mengunjungi PKS milik PT RSI di Ujungbatu, Kecamatan Tandun. Di PKS grupnya PT BGA ini, kisaran rata-rata pembelian TBS petani adalah Rp1.100,- per kilogram.

Harga terendah adalah Rp980,- untuk jenis dura dan tertinggi Rp1.250,- untuk jenis tenera.

‘’Kami memang melakukan penyortiran dan pemotongan sebesar 2,5 persen. Tapi, yang disortir tidak banyak. Ada juga TBS milik petani yang mengkal, tetap kami terima. Kasihan, mereka sudah jauh-jauh datang untuk menjualnya ke sini,’’ kata Mill Manager PT RSI, Nurjayanto, yang menerima rombongan tim terpadu.

Cross check kepada petani oleh tim, juga tidak berbeda jauh dengan keterangan pihak perusahaan. Harga relatif tinggi yang diterapkan PT RSI, sepertinya dikarenakan pihak perusahaan lebih mengutamakan kualitas TBS.

‘’Kami hanya mengikuti harga pasar,’’ terang Nurjayanto.

Tidak Taat Pajak

Sementara tentang ketaatan untuk menunaikan kewajiban pajak dan retribusi, tim menemukan perbedaan mendasar.

Diketahui, PT ISB dalam dua tahun terakhir tidak pernah membayar pajak dua alat berat mereka.

Beda dengan PT RSI yang lumayan patuh membayar pajak untuk tiga alat berat mereka.

‘’Kalau untuk membayar pajak air permukaan, kedua perusahaan itu memang menunaikan. Tapi, soal pajak alat berat, satu patuh dan satu lagi agak degil. Dalam dua tahun terakhir, yang tidak menyetorkan pembayaran pajak alat berat adalah PT Indomakmur Sawit Berjaya,’’ ungkap Zulkafli, kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendapatan Provinsi Riau-Rokan Hulu.

‘’Kami terus melakukan penagihan. Tapi, PT ISB selalu berkelit mengenai sosialisasi,’’ tambah Zulkafli. Menanggapi tentang kelalaian membayar pajak alat berat tersebut, Humas PT ISB, Malinton Purba mengungkapkan bahwa perusahaannya segera akan melunasi kewajiban tersebut

Koordinator tim terpadu, Drs H Zulher MS, menyebutkan, berbagai temuan di lapangan itu akan dipelajari dan ditelaah untuk membuat berbagai langkah nyata oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam menjaga iklim investasi yang harmonis di daerah ini.

‘’Prinsipnya, kepentingan masyarakat terayomi dan bagi pihak perusahaan tetap aman dan nyaman berinvestasi. Kuncinya, ikuti dan taati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,’’ kata Zulher.

‘’Selambat-lambatnya akhir tahun (kami lunasi). Dalam tahun ini segera kami bayarkan,’’ ungkap Malinton, Humas PT ISB, dalam pertemuan dengan tim terpadu.

Tim terpadu pun mengingatkan perusahaan untuk menunaikan kewajiban pajak dan retribusi dan melengkapi perizinan.

Sebab, temuan lainnya adalah bahwa kedua perusahaan PKS tersebut juga belum mengantongi izin penimbunan dan penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Soal izin ini, sama saja dengan PKS-PKS yang dikunjungi oleh tim dua pekan lalu di Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Bengkalis.

‘’Dari kunjungan ini diketahui, tak satu pun PKS yang mengantongi izin penimbunan dan penyimpanan BBM. Padahal mereka punya tangki berkapasitas di atas lima ribu ton, di mana perizinannya merupakan wewenang pemerintah provinsi. Sedangkan untuk penyimpanan di bawah lima ribu ton merupakan wewenang kabupaten/kota,’’ ungkap Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Riau, Drs H Alimuddin MSi.

Sementara itu, mengenai pengolahan limbah, PT RSI sepertinya lebih baik dibanding PT ISB. 

‘’Tadi saya sudah sampaikan tentang berbagai hal yang harus mereka benahi dalam pengelolaan limbah pabrik. PKS wajib ramah lingkungan,’’ terang Drs Martin MR, Kabid Pengendalian Kerusakan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau.

Koordinator tim terpadu, Drs H Zulher MS, menyebutkan, berbagai temuan di lapangan itu akan dipelajari dan ditelaah untuk membuat berbagai langkah nyata oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam menjaga iklim investasi yang harmonis di daerah ini.

‘’Prinsipnya, kepentingan masyarakat terayomi dan bagi pihak perusahaan tetap aman dan nyaman berinvestasi. Kuncinya, ikuti dan taati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,’’ kata Zulher.(lim/eko)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook