Konsep zero kemiskinan untuk masyarakat dari Pemerintah Kabupaten Kampar bukanlah sekadar angan-angan.
Konsepnya merupakan gagasan yang telah dikaji secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan dimensi.
Mulai dari rumusan perencanaan, implementasi di tengah masyarakat hingga dampaknya bagi masyarakat luas.
Setelah mememetakan di setiap desa berapa jumlah keluarga miskin, keluarga pengangguran, dan keluarga yang memiliki rumah kumuh.
Selanjutnya, diklasifikasikan berapa jumlah keluarga yang berkerja di bidang peternakan, pertanian tanaman pangan, perikanan, dan paska panen. Setelah dapat dipetakan berapa jumlahnya, maka disediakan dana bagi mereka untuk mengikuti pelatihan.
Pelatihan diadakan untuk 2.880 orang per tahun. Rinciannya untuk setiap angkatan berjumlah 120 orang selama dua pekan yang terdiri dari 48 orang bidang peternakan, 36 pertanian tanaman pangan, 24 perikanan, dan 12 paska
panen. Kepada petani peserta diberikan pelatihan dalam bentuk materi 30 persen belajar dan 70 persen praktik, mulai dari bangun pagi, salat berjamaah, olahraga, mandi, sarapan, makan, dan mendengarkan ceramah agama menjelang tidur.
Jadi, satu bulan didapat angka 120 x 2 = 240 orang.
Usai pelatihan mereka diberikan dana pinjaman bergulir yang berasal dari APBD kabupaten, APBD provinsi, KKPE (APBN) dan dana dari Coorporate Social Responsibility(CSR) perusahaan besar yang ada di daerah dengan bunga 6 persen per tahun.
Ketika mereka pulang ke desa masing-masing setelah menyelesaikan pelatihan, mereka akan menjadi PPL swakarsa dan diwajibkan merekrut 10 orang untuk membuat kelompok tani, maka jumlahnya menjadi 240 x 10 = 2.400 orang per unit usaha.
Jika per unit usaha paling sedikit saja memakai tenaga 3 orang, maka dalam satu bulan akan bisa memberdayakan masyarakat 2.400 x 3 = 7.200 orang, dan dalam masa satu tahun jumlah total 7.200 x 12 = 86.400 orang.
Bukan Wacana Politis
Menurut Bupati Kampar Jefry Noer, mengatasi masalah kemiskinan itu sebenarnya tidaklah sulit. Tergantung pada niat dan kemauan yang kuat serta istikomah untuk mewujudkannya.
Agar gampang diingat, diucapkan, dan menjadi mindset segenap penduduk, ia mencanangkan tag line untuk program ini; ‘’Kampar Menuju Zero Kemiskinan’’.
Untuk mewujudkan mimpi besarnya itu, Jefry Noer melaksanakan langkah-langkah untuk men-zero-kan kemiskinan.
Pertama, Pemkab Kampar me-mapping kondisi riil masyarakat Kampar di setiap desa melalui camat dan kepala desa, sehingga dapat diketahui berapa banyak kepala keluarga (KK) di setiap pedesaan yang masuk dalam kategori orang-orang miskin, serta sekaligus mendata berapa banyak KK masyarakat miskin itu yang berminat dan hobinya di bidang peternakan, pertanian, perikanan dan lain sebagainya.
Kedua, setelah di-mapping, selanjutnya dinas-dinas khususnya dinas terkait dengan pertanian terpadu membuat program-program untuk mengentaskan kemiskinan (peternakan, perikanan, pertanian pasca panen dan lain-lain), serta mengusulkan dan menyiapkan anggarannya.
Dinas-dinas terkait dengan peningkatan ekonomi rakyat, dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan juga tidak diperbolehkan dilakukan dengan sistem proyek atau diproyekkan, tetapi dengan memberikan pinjaman dana bergulir.
Kecuali proyek-proyek yang membantu program tersebut seperti peralatan dan lainnya.
Ketiga, dari hasil mapping tersebut akan dibuatkan pelatihan untuk masyarakat miskin. Pelatihan pertanian terpadu diikuti sebanyak 120 orang per angkatan yang dilaksanakan selama dua pekan, maka dalam satu bulan sebanyak 240 orang telah mengikuti pelatihan.
Model pelatihan yang diterapkan mulai dari bangun pagi melaksanakan Salat Subuh, setelah itu dilanjutkan dengan melakukan olahraga lari dan senam.
Usai mandi dan sarapan, pada pukul 8.00 pagi, peserta menuju ke tempat masing-masing untuk melakukan proses pembelajaran dengan konsep 30 persen teori dan 70 persen praktek lapangan.
Pada malam harinya, diberi ceramah agama untuk meningkatkan akhlak dan moral.
Keempat, bagi masyarakat yang lulus pelatihan sebanyak 240 orang tersebut, selanjutnya dipulangkan ke desa masing-masing dan langsung menjadi PPL Swakarsa dan wajib membuat kelompok tani di desanya.
Jadi satu orang merekrut 10 orang lainnya untuk membentuk satu kelompok tani. Kelompok ini nantinya juga akan diberikan pelatihan selama satu hingga dua hari, karena mereka sudah menjadi petani-petani yang tinggal dipoles saja.
Jadi 240 orang X 10 orang = 2.400 orang ini diberikan pinjaman dana bergulir dengan maksimal dana pinjaman sebesar Rp100 juta per orang.
Untuk satu bidang usaha yang dijalankan paling sedikit memakai tenaga tiga orang, jadi 2.400 X 3 orang = 7.200 orang telah terselamatkan dari kemiskinan dan pengangguran.
Dalam setahun 7.200 X 12 bulan = 86.400 orang. Dalam waktu 2 tahun (24 bulan), maka 86.400 X 2 = 172.800 orang yang terlibat dan terserap dalam program ini.
Jalin MoU
Dalam perkembangannya, program Zero Kemiskinan tidak hanya menyentuh masyarakat petani dan pedagang kecil, namun juga akan melibatkan anggota TNI, Polri serta masyarakat yang tengah menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan (LP).
Untuk warga binaan yang tengah menjalani masa hukuman di LP saat ini telah dijalin kesepahaman atau MoU antara Pemkab Kampar dan LP Bangkinang.
Dalam MoU yang disepakati, masyarakat Kampar yang menjadi warga binaan LP akan diberikan pelatihan dan akan menjadi motivator di LP.
Usai menjalani masa tahanan warga binaan yang telah mendapatkan pelatihan juga akan mendapatkan pinjaman dana bergulir, dengan cara ini kita berharap keluar dari LP mereka dapat memulai kehidupan baru di tengah masyarakat.
Sedangkan untuk kerjasama dengan TNI, juga akan dilakukan dengan menitikberatkan sasaran peserta adalah para anggota Koramil melalui Babinsa di desa-desa di Kabupaten Kampar.
Hal ini dimaksudkan, selain menjadi pembina teritorial di tempat mereka bertugas, keberadaan Babinsa di tengah masyarakat juga menjadi panutan warga setempat.
Keterlibatan para Babinsa dalam program Zero Kemiskinan, selain dapat meningkatkan penghasilan juga menjadi motivator warga.
Untuk MoU yang disepakati menurut Kalapas Bangkinang, Bawon mengakui, kepedulian yang ditujukkan Bupati Kampar H Jefry Noer terhadap warga binaan, merupakan terobosan baru.
Harapannya warga binaan yang telah mendapatkan pelatihan selepas menjalani masa hukuman dapat menjadi motivator di tempat mereka tinggal, dan memulai kehidupan baru.
Penghasilan Petani
Sejumlah uji coba juga telah dilakukan di pusat pelatihan pertanian terpadu di Kubang Jaya terhadap penghasilan yang akan diterima warga dalam mengembangkan sejumlah komoditas pertanian yang digeluti, di antaranya;
Pertama, Peternakan. Petani yang memelihara ternak sapi sebanyak 10 ekor, maka dalam waktu lima sampai enam bulan menjelang Hari Raya Kurban, seandainya dijual, maka mereka akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp2 juta hingga Rp3 juta per ekor.
Jika diasumsikan saja keuntungan hanya Rp2 juta x 10 ekor = Rp20 juta. Jadi Rp20 juta dibagi 6 bulan masa pemeliharaan ternak, maka pendapatan per bulan petani sebesar Rp3 juta lebih.
Kedua, Pertanian. Warga yang menggarap lahan seluas 2.000 meter, dapat ditanami 3.500 batang cabai. Biaya atau modal yang dikeluarkan untuk budidaya tanaman cabai mulai dari pembibitan sampai mati hanya Rp5.000 saja per batang.
Sedangkan hasil yang akan didapat dari satu batang cabai yang dipelihara dan dirawat sesuai dengan yang dilatih, akan berbuah sebanyak 1 Kg sampai 1,6 Kg per batang. Dianggap saja yang hidup dari 3.500 cabai hanya 3.000 batang saja, maka 3.000 X 1 Kg = 3 ton.
Bila dibuat saja dengan penjualan terendah Rp15 ribu per kilo x 3 ton = Rp45 juta, dikurangi biaya budidaya sebesar Rp17,5 juta, maka masih mendapatkan keuntungan sebesar Rp27,5 juta per enam bulan, atau dalam satu bulan petani bisa mendapatkan penghasilan Rp4,53 juta lebih.
Ketiga, Perikanan. Kita buat kerambah dengan ukuran 4x6 meter yang dapat diisi dengan ikan nila sebanyak 4.000 ekor, dengan dipelihara selama 4 bulan, maka bisa mendapatkan keuntungan Rp4 juta hingga Rp6 juta.
Jika masyarakat memelihara empat keramba saja, maka masyarakat akan berpenghasilan minimal Rp4 juta per bulan.
Saat ini, jumlah penduduk Kampar mencapai 780.000 orang lebih, menurut data statistik, kemiskinan di Kampar berkisar 12 persen atau sekitar 93.000 orang. Data mapping lebih kurang 20 persen x 780.000 = lebih kurang 156 ribu orang.
Diperkirakan dengan program ini dalam dua tahun zero kemiskinan, zero pengangguran dan zero rumah-rumah kumuh selesai.
Untuk menunjang percepatan zero kemiskinan, maka Pemkab Kampar telah membuat sejumlah program. Pertama, Perkampungan teknologi di lahan seluas 500 hektare.
Program ini dibuat bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dengan sistem dua hektare lahan untuk 10 KK, yaitu 4 KK untuk peternakan, 3 KK pertanian tanaman pangan, 2 KK untuk perikanan dan satu KK untuk pasca panen, sehingga kawasan lahan ini akan bisa menampung masyarakat miskin sebanyak 2.500 KK dengan penghasilan untuk peternakan, perikanan, pertanian di atas Rp3 juta per bulan.
Di lahan dua hektare dikelola 10 KK dengan pola gotong royong dan hasilnya dibagi rata.
Jefry yang juga Kader Partai Demokrat Riau ini berpandangan bahwa semangat gotong royong, kebersamaan yang dulu menjadi modal utama bangsa Indonesia sekarang sudah mulai pudar.
Kalau ada masyarakat dan tetangganya yang miskin, ia tidak membantu tapi malahan mencibir. Harapannya ke depan tidak ada lagi. Yang ada rasa senasib dan sepenanggungan.
Khususnya di Kabupaten Kampar yang dulu terkenal dengan istilah Batobo. Karena itu Bupati Kampar akan menghidupkan kembali semangat kebersamaan dan gotong royong itu.
Lokasi Kampung teknologi tersebut berada di Dusun Telo, Desa Uwai, Kacamatan Bangkinang Seberang.
Kedua, membuat kecamatan mandiri energi di setiap rumah warga yang miskin. Ke depan akan ada sapi minimal 10 ekor. Untuk masak tidak perlu lagi memakai minyak tanah atau gas yang disubsidi oleh pemerintah, tetapi cukup memakai gas kotoran sapi.
Di rumah-rumah warga akan dibuatkan bio gas, dan setiap rumah miskin tidak perlu lagi untuk mengeluarkan biaya membeli minyak tanah dan gas. Karena pengeluaran itu sudah dihemat dengan pemakaian biogas. Buangan biogas akan dijadikan pupuk organik.
Jadi di kecamatan, untuk memupuk tanaman pertanian tidak perlu lagi memakai pupuk kimia yang dibeli, tetapi cukup memakai pupuk organik buangan dari biogas.
‘’Insya Allah di kecamatan tersebut akan kita buatkan juga pabrik mini dranuel pupuk organik yang akan bisa menambah penghasilan masyarakat tempatan,’’ ujarnya.
Ketiga, di setiap desa akan dibuat Waserda yang akan dibina oleh tim yang dibentuk Bupati dan juga Disperindag Kampar. Alasannya, karena 9 bahan pokok sangatlah mahal di karena panjangnya rantai distribusi, maka Bupati Kampar akan memotong empat mata rantai sehingga distribusi sangat pendek (dari pabrik di Jakarta dikirim ke distributor daerah dan langsung ke masyarakat).
Bahkan berdasarkan penelitian bisa menghemat 7-10 persen biaya dan Waserda tersebut dimiliki oleh masyarakat tempatan yang tidak mampu setelah melalui pelatihan dan diberikan pinjaman dana bergulir.
Kempat, membuat sekolah unggulan terpadu. Sekolah tersebut berbasis entrepreneurship (wirausaha), mulai dari SMP, SMA sampai universitas dengan pola 30 persen teori, 70 persen praktek.
Untuk anak-anak yang berprestasi dari keluarga tidak mampu akan diberikan beasiswa penuh oleh Pemkab, yang setengah mampu akan diberikan bantuan keringanan.
Pendirian sekolah unggulan terpadu tersebut, dilakukan bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Dalam upaya mempercepat untuk mewujudkan program men-zero-kan kemiskinan serta memberantas pengangguran dan rumah-rumah kumuh. Bupati Jefry selain menjalin kerjasama dengan LIPI, ia menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) EI.
Berbagai program penguatan pilar ekonomi kerakyatan ini, lanjut Jefry hanya stimulan saja. Namanya juga dana bergulir, para peserta program tersebut wajib mengembalikan uang yang dipinjamnya. Targetnya agar bisa dimanfaatkan oleh calon wirausahawan baru lainnya.
Tapi Jefry yakin, tingkat kredit macetnya rendah karena masyarakat yang mau jadi wirausahawan sudah mendapat pelatihan, pembimbingan bahkan pengawasan.
Ia optimis, dalam waktu paling cepat 6-12 bulan, dana bergulir tersebut bisa dikembalikan dan dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Ia begitu yakin berbagai program ini akan berhasil karena alam Kampar sangat mendukung untuk itu. Kultur masyarakatnya sejak dulu agraris. Sektor budidaya perikanan Kampar bisa dikatakan paling maju dibanding daerah lainnya.
Keberadaan Sungai Kampar menjadi modal utama untuk mewujudkan hal tersebut. Begitu pun dengan pertanian dan peternakan.
‘’Jadi, memang tidak ada lagi alasan ada warga yang miskin. Tinggal diberi kail, maka kemiskinan dari Kampar terentaskan,’’ tegasnya.***