Kalau pihak AS sudah sebel atau tidak sreg lagi dengan Cina, yah seharusnya stop saja dan segera saja pindah bermitra dengan negara lain. Jadi langkah Trump ini memunculkan sejumlah pertanyaan penasaran. Mengapa Trump agak maksa pada Cina agar segera menurunkan defisit dalam perdagangan kedua negara?. Timbul juga pertanyaan penasarannya lainnya, mengapa Cina kok balik nggak kalah garang dan pede melakukan serangan balik dengan memberlakukan kenaikan tarif pada produk-produk AS yang masuk ke Cina?
Ya, memang tingkah laku AS dan Cina yang saling lakukan serang balik dalam perang dagang ini tidaklah salah. Tapi ini menimbulkan rasa curiga kita. Apakah ada sinetron lain yang sedang mereka perankan untuk menguasai dunia. Ini mengingat kedua negara sangat saling bergantung dalam kegiatan ekspor impornya.
Sudah terbukti walaupun yang jadi sasaran utama AS fokus pada Cina, ternyata banyak negara lain ikut terkena dampak. Yakni Korea Selatan, Jepang, Meksiko, dan Kanada. Sekadar info saja neraca perdagangan AS dengan Cina terus mengalami defisit dalam beberapa tahun terakhir. Data pada 2017 lalu, Cina telah menikmati surplus perdagangan dengan AS sebesar 375,2 miliar dolar AS.
Yang membuat kita jadi tambah penasaran, kok AS berani melakukan proteksi terhadap barang-barang dari Cina. Sebab dalam perang dagang ini, secara kasat mata, akan sangat merugikan pihak AS. Ya, memang Trump tidak sepenuhnya menyadari secara realita pihak AS lebih memerlukan Cina, dibandingkan Cina memerlukan AS. Secara data menunjukkan AS sangat bergantung pada Cina untuk menyediakan barang-barang berbiaya rendah yang memungkinkan konsumen AS yang berpenghasilan terbatas untuk memenuhi keperluan mereka. AS juga bergantung pada Cina untuk mendukung ekspornya sendiri. Selain Meksiko dan Kanada, Cina adalah pasar terbesar ketiga di AS. Sejauh ini merupakan pasar ekspor utama yang paling cepat berkembang.
Dalam sektor lain pada pasar surat berharga AS bergantung pada Cina untuk menyediakan pendanaan bagi defisit anggarannya. Cina adalah pemegang asing terbesar dari sekuritas perbendaharaan AS, sekitar 1,3 triliun dolar AS dalam kepemilikan langsung, dan setidaknya 250 miliar dolar AS gabungan kepemilikan antara swasta dan pemerintah. Bila ekonomi Cina terus melemah, maka akan berdampak pada tingkat kemampuan pembelian Cina atas surat-surat berharga dari AS itu .
Jadi dari uraian singkat dalam artikel ini, terlalu mahal ongkos yang harus ditanggung Trump dalam menjadikan Cina sebagai TO (target operasi) dalam langkah proteksionismenya ini. Perekonomian dunia bisa jadi sudah kadung babak belur, barulah Trump sadar AS tidak bisa hidup sendiri dalam sistem perekonomian dunia secara komprehensif. Semoga tidak terjadi.***