PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sejumlah mahasiswa menuntut agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk membatalkan penambahan anggaran pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Hal ini menjadi pertimbangan bagi Pemprov Riau.
“Ketika ada permintaan dari adik-adik mahasiswa, seharusnya itu menjadi pertimbangan kita. Demo itu kan aspirasi. Tidak boleh juga dilarang,” kata Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi
Namun kata Masperi, jika secara teknis tambahan anggaran itu memang betul-betul diperlukan, maka pemprov menganggarkannya. “Ketika itu harus menurut mereka, maka akan tetap dilanjutkan tendernya,” katanya.
Desakan tersebut disampaikan dalam aksi demo yang dilakukan oleh belasan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pekanbaru, melakukan aksi demo di depan Kantor Gubernur Riau, Kamis (10/1) siang.
Bahkan, saat aksi tersebut, mahasiswa menilai bahwa Pemprov Riau lebih mementingkan lembaga vertikal dibanding OPD Pemprov Riau. Namun, kata Masperi, itu tergantung sudut pandang. “Itu sisi pandang. Tergantung kaca mata,” ujar dia.
Dia menjelaskan, saat ini belum dilakukan proses tender untuk penambangan bangunan di gedung Kejati tersebut. Sesuai rencana, penambahan anggaran tersebut mencapai Rp39 miliar.
“Proses tendernya saja belum mulai. Prosesnya kan kita masuk dulu ke rencana umum pengadaan (RUP). Setelah RUP, baru masuk ke LPSE. Barulah dilakukan tender sesuai dengan proses,” ujarnya.
Sebelumnya, belasan massa yang tergabung dalam PMII Pekanbaru menuntut Pemprov Riau membatalkan tambahan anggaran untuk pembangunan gedung Kejati Riau senilai Rp39 miliar.
Mahasiswa juga menyayangkan kebijakan Pemprov Riau yang telah membangun gedung Kejati dan Polda Riau. Menurut mereka, Pemprov Riau rela habis-habisan mendanai pembangunan dua gedung itu, dan mengabaikan yang lebih penting lainnya.
“Kenapa Pemprov Riau rela habis-habisan mau membangun gedung Mapolda dan Kejati. Ratusan miliar hanya untuk pembangunan dua instansi vertikal itu. Ini jadi pertanyaan, kenapa?” kata orator aksi, Asmin Mahdi didampingi koordinator aksi Aryanto.
Menurutnya, hal ini wajar menjadi pertanyaan. Karena, di tengah defisit anggaran yang berujung menunggaknya pembayaran tunjangan pegawai dan rasionalisasi anggaran dari banyak program kerja dari masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD).
Massa juga menyampaikan lima pernyataan sikap. Pertama, mempertanyakan kepentingan Gubernur Riau dalam pembangunan gedung Polda dan Kejati Riau yang sepenuhnya dianggarkan dari APBD Riau. Sementara keduanya adalah instansi vertikal dan mestinya dianggarkan pemerintah pusat.
Kedua, meminta kepada Gubernur Riau memperhatikan gedung-gedung OPD Riau, yang merupakan tanggung jawab pemprov. “Gedung OPD pemprov lebih layak diperbaiki dan direnovasi dibandingkan lebih memperhatikan kedua instansi vertikal tersebut,” ujarnya.
Ketiga, mempertanyakan kepada Gubernur Riau dalam membantu sepenuhnya pembangunan Mapolda dan Kejati yang sudah menghabiskan anggaran daerah sebesar Rp264 miliar, di tengah defisit anggaran yang dialami Riau dan di tengah merosotnya ekonomi masyarakat Riau.
Keempat, meminta kepada Gubernur Riau lebih mementingkan kepentingan rakyat dalam mempergunakan APBD dibandingkan kepentingan elit. Serta kelima, meminta Gubernur Riau untuk membatalkan pengangkatan kembali Rp39 miliar untuk tambahan pembangunan gedung Kejati Riau pada 2019 ini.(dal)