PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Komunikator satwa asal Kanada Shakti Wolvers Teegh sudah sepekan di lokasi konflik harimau, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir (Inhil). Wanita muda ini sudah bergabung dengan tim penyelamatan harimau sejak Senin (2/4) lalu. Dia datang dengan sukarela. Dia diyakini memiliki kemampuan menerjemahkan bahasa satwa dan bisa mendeteksi keberadaan satwa di hutan.
Profesi ini memang asing terdengar. Jarang sekali profesi yang dianggap menggunakan metode secara ilmiah ini dipakai menangani konflik harimau. Apalagi dilakoni oleh seorang wanita yang masih berusia sekitar 22 tahun. Paling yang sering terdengar adalah pawang, tapi dengan metode secara magic.
Tentu ini menjadi tanya banyak pihak. Bahkan Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Module Leader WWF Indonesia Central Sumatera Program Febri Anggriawan Widodo, juga bertanya soal itu. Sebab, dia juga baru mendengar istilah itu.
“Kami juga baru dengar,” katanya, Selasa (10/4).
Oleh karena itu, dia juga bertanya-tanya keahlian yang dimiliki Shakti. Jika metode kerja dilakukan secara ilmiah, maka akan sulit juga dibayangkan cara berkomunikasi tersebut.
“Saya rasa ini pengamat perilaku satwa,” ujarnya.
Namun jika memang bisa melakukan komunikasi dengan satwa, maka Shakti menggunakan metode secara magic.
“Sebenarnya atuk-atuk (kakek, red) kita bisa kayak gitu. Tapi saya belum lihat seperti apa metode kerjanya,” ujar Febri.
Sementara Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono mengatakan, Shakti datang dengan sukarela. Datangnya Shakti karena ada tawaran dari sebuah NGO untuk membantu kerja tim di lapangan. Sebagaimana diketahui, Shakti ini tergabung dalam Yayasan Arsari Djojohadikusumo.
“Barangkali bisa membantu. Dia sambil menikmati alam Indonesia juga barangkali ya,” kata Suharyono kepada wartawan.
Keahlian yang dimiliki Shakti, ujar Suharyono, disebut dengan animal communicator. Dalam bekerja, Shakti tak menggunakan alat khusus. Ia hanya menggunakan inderanya, melacak keberadaan harimau dan menerjemahkan bahasa satwa. Bahkan, bisa juga memanggil harimau.
“Dia tidak ada peralatan lain untuk memanggil satwa. Meditasi dan seterusnya energi dari satwa yang akan dia panggil atau menentukan keberadaannya di mana,” ujarnya.
Dikatakan Suharyono, Shakti hanya bersifat membantu. Bahkan, Shakti datang tidak dibayar. Berbicara pengalaman, Shakti mengaku kepada Suharyono sudah dua kali menangani persoalan konflik satwa dengan manusia.
“Pernah dia bantu konflik manusia dengan gajah di Lampung. Kemudian pernah juga mengurai permasalahan oranghutan di Kalimantan. Ada dua yang pernah dia bantu,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihak BBKSDA memperbolehkan Shakti membantu tim. “Karena ini tidak membebani anggaran negara, tidak membebani anggaran siapa pun, kami persilakan. Welcome. Siapa tahu bisa efektif mendeteksi keberadaan Bonita,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, tim sudah tiga bulan lebih di lapangan, namun tak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Malahan, korban jiwa yang bertambah.
Belum lagi seringnya muncul Bonita, membuat warga resah. Bahkan ada siswa yang sengaja diliburkan bersekolah. Begitu juga dengan pekerja kebun, dilarang memasuki kawasan yang menjadi perlintasan Bonita.
Sebelumya, harimau kembali menerkam warga di Kecamatan Pelangiran. Peristiwa ini, menambah angka korban meninggal dunia akibat terkaman harimau. Setidaknya dalam tahun ini saja, sudah dua nyawa manusia melayang akibat keganasan si raja hutan. Peristiwa nahas di 2018 ini, pertama terjadi pada 3 Januari lalu. Salah seorang karyawan PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) tewas diterkam harimau. Karyawan yang bernama Jumiati (30) itu, diserang tepat berada di dalam perkebunan sawit, yang masuk ke dalam wilayah administrasi Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.
Tepat 66 hari setelah kejadian itu, salah seorang warga Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, kembali menjadi korban keganasan harimau. Korban yang bernama Yusri (34), tewas seketika diterkam harimau, di Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Sabtu (10/3) malam. Lokasi ini berjarak 20 km dari lokasi tewasnya Jumiati.(dal)