PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Ganti rugi Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang yang sempat bermasalah akibat tidak terjadi kesepakatan antara pemerintah dengan masyarakat, mulai menemui titik terang. Dengan demikian, ditargetkan jalan bebas hambatan sepanjang 40 Kilometer (Km) bisa selesai dibangun dan diresmikan tahun ini.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, SF Haryanto usai melakukan rapat bersama pihak Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Riau dan Kejati Riau membahas percepatan pembebasan lahan jalan tol Pekanbaru-Bangkinang, di kantor ATR/BPN Riau, Senin (10/1).
Di mana sebelumnya dari total jalan tol sepanjang 40 Km tersebut, masih ada sekitar 700 meter lahan masyarakat yang belum diganti rugi, tepatnya di daerah Sungai Pinang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
"Kami bersama Kepala BPN dan Wakil Kejati Riau sudah membahas ruas Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang yang belum dibebaskan dan sudah didapatkan kesepakatan," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, pada ruas jalan tol Itu terdapat 13 bidang lahan masyarakat yang belum dibebaskan, karena masyarakat tidak menerima harga ganti rugi, sebab ada perbedaan harga di lahan lain.
"Ke 13 bidang lahan itu milik sembilan orang, kemaren itu ada permasalahan harga satuan bidang yang kurang pas. Namun sudah diukur ulang oleh Masyarakat Profesi Penilai Tanah (MAPPI), dan harganya sudah disepakati. Alhamdulillah sembilan orang pemilik 13 bidang lahan itu sudah sepakat dan tanda tangan semua," jelasnya.
Dengan telah disepakatinya ganti rugi lahan tersebut, lanjut Sekda Riau, maka ruas jalan tol sepanjang 700 meter tesebut sudah bisa dikerjakan, karena masyarakat sudah bersedia untuk dikerjakan.
"Alhamdulillah sudah bisa dikerjakan, dan mudah-mudahan bisa diselesaikan segera, sehingga diharapkan awal Maret nanti pembangunan jalan tol Pekanbaru-Bangkinang selesai dan sudah bisa diresmikan oleh pak Presiden," sebutnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Asisten II Setdaprov Riau, Aryadi mengatakan, terlambatnya dibebaskannya lahan tersebut dikarenakan masyarakat tidak menerima nilai uang ganti rugi. Pasalnya terdapat perbedaan dengan nilai di lahan lain.
"Jadi masyakarat tidak menerima karena ada perbedaan harga. Lahan mereka dihargai lebih murah, padahal lokasinya sama-sama dipinggir jalan lintas," katanya.
Karena itu, untuk menyelesaikan permalasahan tersebut, tim dari MAPPI telah turun untuk melakukan penilaian ulang. Mappi merupakan organisasi profesi penilai di Indonesia yang bersifat mandiri.
"Tim inilah yang akan melakukan penilaian ulang dan kemudian menyampaikan hasilnya untuk jadi rekomendasi," jelasnya.(sol)