JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Status Hak Guna Tanah (HGU) pada aset PT Asian Agri Group (AAG) tidak mempengaruhi proses penyitaan aset oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus kejahatan pajak yang merugikan negara hingga Rp1,259 triliun.
Kejagung bakal tetap merampas aset PT AAG jika perusahaan tersebut tidak juga membayar denda Rp2,5 triliun hingga tanggal jatuh tempo pada 1 Februari 2014.
Dalam laporannya, Kejagung telah merinci bahwa PT AAG memiliki aset yang nilainya mencapai Rp5,3 triliun. Aset tersebut berbentuk lahan perkebunan kelapa sawit yang berada di tiga provinsi yaitu Sumatera Utara (Sumut), Jambi dan Riau.
Selain itu terdapat pula aset berupa bangunan pabrik dan perkantoran.
Sebagian dari aset PT AAG yang memiliki 14 anak perusahaan tersebut berdiri di atas tanah yang dipinjam dari negara. ‘’Jadi tidak ada masalah dengan status HGU. Kalaupun harus kami sita nanti ada hitungannya nanti sesuai dengan jumlah yang ditetapkan Mahkamah Agung (MA),’’ tegas Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Basyuni Masyarif, Jumat (10/1).
Basyuni menjelaskan bahwa pemerintah telah menyepakati untuk meminjamkan tanah negara tersebut kepada PT AAG dengan masa konsesi 20 tahun.
‘’HGU itu adalah tanah negara yang diberikan selama 20 tahun. Jadi ada perhitungannya dalam hal aset negara, kan ketentuan ada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan. Kalau HGU itu kepada perusahaan, minimal 25 hektare. Tidak ada masalah. Nanti ada perhitungannya,’’ ujar Basyuni.
Dia juga menjelaskan bahwa perhitungan terhadap aset PT AAG senilai Rp5,3 triliun yang berupa lahan maupun bangunan dan perhitungan untuk menyita sebagian aset untuk negara, akan diserahkan kepada lembaga appraisal (lembaga penghitung aset).
‘’Dari appraisal yang menghitung untuk menentukan jumlah kerugian negara yang ditetapkan Mahkamah Agung (MA),’’ ujar Basyuni.
Selain itu, dia mengatakan bahwa pihak Credit Suisse Bank telah mendukung langkah yang dilakukan Kejagung soal eksekusi terhadap aset 14 perusahaan milik PT AAG.
‘’Mereka mendukung untuk eksekusi ini, karena dia (AAG) dikenakan pidana itu proses legal hukum. Kalau tidak mendukung ada permasalahan dengan kami nanti bertemu, yang jelas kita sebagai eksekutor akan kejar ke mana pun asetnya,’’ tegas Basyuni.
Sementara itu, dia mempertegas bahwa pihaknya hanya diberi wewenang untuk melaksanakan eksekusi terhadap aset dan atau denda PT AAG yang telah ditetapkan MA. Kejagung, lanjutnya, akan menyerahkan aset tersebut kepda Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dikelola.
‘’Hubungan dengan BUMN sebagai mitra dalam arti supaya aset negara ini dari emas tidak menjadi lumpur. Sehingga karena kami bukan ahli, yang ahli dalam bidang itu adalah BUMN,’’ ucap dia.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa Kejagung belum memiliki kesepakatan tertulis dengan BUMN terkait hal tersebut.
‘’Belum, baru kemarin kita bertemu. Tapi ada dukungan dari BUMN tentang masalah penyitaan. Selain itu Dirjen Pajak juga mendukung kami,’’ ungkapnya.
Basyuni berharap bahwa PT AAG melunasi sanksi denda Rp 2,5 triliun sebelum 1 Februari 2014. ‘’Mudah-mudahan dibayar lunas sehingga tidak ada masalah,’’ imbuhnya. (dod/jpnn)