BENGKALIS (RP) - Masyarakat di beberapa dusun di Desa Telukpambang merasa resah dengan dilakukan pematokan oleh pihak kehutanan sebagai lahan yang dijadikan hutan negara.
Padahal lahan tidur masyarakat yang telah ditanam dengan tanakan bakau (mangrove) oleh masyaralat tersebut merupakan hak sah warga. Namun setelah dilakukan pematokan petugas lapangan lahan masyarakat tersebut dimasukkan ke kawasan hutan negara.
Pertemuan dilakukan dengan masyarakat bersama pihak kehutanan di lapangan, bahwa pematokan lahan yang dijadikan hutan negara itu usulan dari bupati, dinas kehutanan kabupaten, kecamatan dan kepala desa sendiri.
Dalam pertemuan yang dihadiri tokoh masyarakat, Sani, Yus, M Jamil, Ali Khan, Johar dan beberapa orang lainnya pihak kehutanan di kediaman Samsul Bahri, Jumat (6/12) malam, bahwa pihak kehutanan bersikeras apa yang diukur tersebut hutan negara.
“Kita sudah tanyakan, kok tanah kita dipatok? Tapi jawaban pihak kehutanan menilai lahan tersebut tetap masuk hutan negara. Padahal kalau dikaji ke belakang, kita sendiri menanam bakau lepas itu karena dah jadi, langsung diakui hutan negara. Kan tak bisa begitu,” kata Sani.
Anehnya lagi, saat pertemuan itu tak dijelaskan pemetaan dilakukan daerah mana saja. Padahal laporan dari Plt Kepala Desa pihak kehutanan perwakilan yang berkantor di Tanjungbalai Karimun tersebut hanya melakukan pematokan hutan bakau di kiri kanan Sungai Kembung yang membelah dua desa, yaitu Kembung Luar dan Desa Telukpambang.
“Tapi aneh, patok dilakukan bukan seputaran sungai. Tapi tepian pantai di Dusun Kembar (parit II, Parit I masuk pengukuran itu. Ini kan aneh,” jelasnya.
Yang lebih tak habis pikir, mereka meminta surat menyurat. Jujur sebagian ada, kata Sani, bahkan ada warga memiliki surat zaman kerajaan.
“Sebenarnya masalah surat tanah di kampung-kampung gini jangan ditanyekan. Kalau daerah kota sah-sah saja. Kalau dikampung kami tahu sepadan tanah aja dah hebat. Jadi janganlah ada upaya merampas begini. Dan sangat menyedihkan lagi katanya sudah ada persetujuan bupati, camat dan kepala desa. Lepas itu kami tak diberitahu. Tiba-tiba mereka (kehutanan) datang beri patok sampai ke tanah kami,” jelasnya.
Berkaitan hal ini, Plt Kepala Desa juga Sekcam Bantan, Yuslih mengatakan bahwa dirinya hanya menerima kedatangan para pembuat patok dari kementerian itu bertujuan melindungi hutan bakau di sepanjang Sungai Kembung.
Kemudian sudah buat kesepakatan jika lahan masyarakat masuk areal dikeluarkan. “Jadi tak ada diambil hak masyarakat,” jelas Yuslih.
“Karena program negara melindungi hutan bakau makanya saya silahkan untuk melanjutkan program itu ke lapangan. Tapi saya sudah sampaikan sosialisasi dulu, jangan langsung mematok,” ucapnya.(esi)