PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sejak 9 Agustus 2021, pemerintah telah menetapkan Wilayah Kerja Rokan (WK Rokan) dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Sambil melakukan penyesuaian proses bisnis, budaya kerja serta sistem manajemen keselamatan dan lingkungan, PHR langsung tancap gas.
Direktur Utama PHR, Jaffee A Suardin mengatakan, pada saat alih kelola 9 Agustus 2021 lalu, angka produksi WK Rokan tercatat sekitar 158 ribu barel per hari (bph). Yang apabila tidak dilakukan upaya aktivasi sumur lama dan pemboran sumur-sumur baru, maka pada akhir kuartal ketiga tahun 2022 ini, diperkirakan produksi akan menurun secara alamiah hingga menjadi 135 ribu bph.
‘’Namun dengan pemboran yang masif dan agresif, produksi rata-rata bulan November 2022 kemarin di level 163 ribu bph,’’ ujar Jaffee, Rabu (9/11/2022).
Tidak saja mengurangi angka penurunan produksi alamiah, PHR juga berupaya meningkatkan produksi. Mulai dari optimalisasi base production, pengerjaan ulang sumur (workover), pengeboran sumur baru dan sisipan, teknologi injeksi air dan uap, hingga pengembangan potensi migas nonkonvesional (MNK). Untuk MNK, Agustus 2022 lalu, PHR secara resmi telah mengajukan draft dokumen rencana pengembangan (plan of development/POD) dari proyek Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) tahap 1 di Lapangan Minas WK Rokan.
Sambil mengemban amanah untuk mengamankan ketersediaan energi nasional, PHR juga mendapatkan penugasan dari pemerintah melalui SKK Migas untuk melaksanakan penanganan pemulihan tanah terkontaminasi minyak bumi (TTM) di WK Rokan, yang belum selesai dilakukan oleh operator sebelumnya.
Rangkaian kegiatan pemulihan ini tidak hanya mencakup pembersihan fisik di lokasi. Mengacu kepada Permen LHK P.101/MenLHK/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pelaksanaan pemulihan ini mencakup seluruh tahapan kegiatan perencanaan di antaranya pengumpulan data dan informasi serta penyusunan Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPFLH), pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan.
Atas penugasan tersebut, PHR telah menyelesaikan kegiatan pemantauan pascapemulihan, yang menjadi kewajiban PHR setelah diterimanya Surat Status Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SSPLT) untuk 98 lokasi pemulihan yang ikut ditransisikan pada saat alih kelola WK Rokan. SSPLT atas 98 lokasi ini dikeluarkan oleh KLHK pada akhir periode operator WK Rokan sebelumnya, di mana hasil pemulihan tersebut perlu dipantau secara berkala selama 1 tahun.
Dalam kegiatan pemantauan yang dilakukan PHR secara terjadwal terhadap tanah dan air selama satu tahun, tidak ditemukan lagi adanya pencemaran air dan tanah pada lokasi tersebut. Kegiatan ini merupakan rangkaian akhir dari seluruh tahapan pemulihan lahan terkontaminasi pada lokasi-lokasi tersebut dan telah dilaporkan penyelesaiannya kepada KLHK.
Selain itu, terhadap sejumlah TTM yang sudah diangkat dari lokasi pembersihan namun belum diselesaikan proses pengolahannya saat serah terima WK Rokan, PHR telah menyelesaikan pengolahan TTM tersebut di fasilitas-fasilitas pengolahan berizin.
Lebih lanjut dikatakan Jaffee, sebagai bagian dari penugasan kegiatan pascaoperasi dan penanganan TTM, PHR saat ini tengah mempersiapkan kelanjutan pemulihan TTM pada lokasi-lokasi lain yang diamanatkan oleh pemerintah. Kegiatan pemulihan ini akan dilakukan secara bertahap di mana PHR telah mendapatkan persetujuan Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPFLH) dari KLHK atas sejumlah lokasi kelompok pertama.
‘’Saat ini PHR juga tengah mempersiapkan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan ini,’’ jelas Jaffee.
Seluruh kegiatan pemulihan TTM dilakukan PHR sesuai batasan, lingkup dan koordinasi dari SKK Migas, serta di bawah pengawasan KLHK.
Laporan: Henny Elyati
Editor: Edwar Yaman