Kontrak Berakhir, Pengelolaan Migas Harus Dikembalikan ke Negara

Riau | Selasa, 10 September 2013 - 20:18 WIB

Kontrak Berakhir, Pengelolaan Migas Harus Dikembalikan ke Negara
DISKUSI RUU MIGAS: Diskusi tentang RUU Migas untuk siapa, digelar di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (10/9/2013).(foto mahyudi/riau pos)

Riau Pos Online – Pengamat minyak Prof Dr Kurtubi kembali mengingatkan pemerintah agar

memberikan sepenuhnya hak kelola Minyak dan gas Bumi (Migas) yang berakhir kontraknya

kepada Negara melalui BUMN  atau BUMD.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

"Blok Migas yang selesai kontraknya dengan perusahaan asing, sementara masih produksi,

selanjutnya mutlak di kelola negara," tegas Kurtubi dalam diskusi bertajuk "RUU Migas untuk

Siapa?" bersama pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin dan Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (10/9).

Disebutkan Kurtubi, ada sejumlah blok Migas yang dalam waktu dekat kontraknya akan

berakhir. Salah satu di antaranya blok Siak yang kini dikelola PT Chevron Pacifik Indonesia

(CPI), yang hingga kini belum ditentukan hak pengelolaannya diberikan ke BUMN, BUMD atau justru diperpanjang.

"Ini sesuai dengan konstitusi kita sebagaimana pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa Bumi dan air

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," terang Caleg DPR RI dari Partai Nasdem itu.

Di samping itu, Kurtubi juga mengatakan perlunya dilakukan perubahan secara total terhadap

Undang-undang Nomor 2/2001 tentang Migas. "Menurut saya tidak hanya sekadar merevisi UU Migas tersebut, tapi dicabut saja dan dibentuk UU Migas yang baru. Karena dengan UU yang sekarang sangat merugikan negara, sehingga memperlambat percepatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat," terang Kurtubi.

Kurtubi memaparkan, jika revisi Undang-Undang Migas tidak menggeser peran lembaga seperti SKK Migas yang sebelumnya BP Migas, maka sejumlah pihak akan diuntungkan. "Misalnya ada trader pasti diuntungkan, perusahaan tambang asing pasti diuntungkan, karena lembaga seperti SKK Migas itu bukan perusahaan yang bisa melanjutkan operasional sebuah blok Migas yang sudah selesai masa kontraknya, termasuk juga menjual langsung Migas bagian negara," ungkapnya.

Kurtubi mengusulkan adanya sebuah perusahaan negara yang dibentuk oleh UU. Tugasnya

mengurusi persoalan Migas dalam negeri, mulai dari hulu hingga hilir. "Perusahaan ini nantinya bukan seperti Pertamina seperti sekarang," terang Kurtubi.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, RUU Migas yang kini tengah dibahas ditargetkan sudah operasional September 2014. Saat ini kata dia, baru tahap sinkronisasi dan waktu dekat akan dibawa ke Badan Legislasi DPR. "Kita optimis RUU ini sudah bisa dan bisa menjawab keraguan masyarakat September 2014. RUU ini inisiatif DPR.

Bila setelah 60 hari Presiden tidak teken tetap bisa berjalan," ucap politisi Partai Golkar

itu. Hingga sekarang sebut Bobby, pihaknya terus menampung dan memintai sejumlah masukan. Berbagai masukan dari berbagai pihak tersebut akan diformalkan dalam diskusi besar yang nantinya akan melibatkan banyak pihak. "Memang kita sepakat terkait RUU Migas ini perlu direspon dengan serius. Mulai dari persoalan di sektor hulu hingga hilir, harus dibenahi," pungkasnya.(yud)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook