PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Surya Darmawan, Ketua KONI Kampar yang menyandang status tersangka dugaan korupsi pembangunan Instalasi Rawat Inap (Irna) Tahap III di RSUD Bangkinang serta merupakan buronan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau diminta kooperatif dan menyerahkan diri. Karena, pencarian terhadap dirinya juga dibantu penegak hukum selain Jaksa.
Status tersangka pria yang juga dipanggil dengan nama Surya Kawi ini ditetapkan Tim Penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sejak Kamis (27/1) lalu. Dia diduga sebagai pihak yang mengatur pemenang tender sehingga PT Gemilang Utama Allen ditetapkan sebagai pemenang. Selain itu, penyidik juga menemukan adanya aliran dana kepada Surya Darmawan dari proyek bermasalah tersebut.
Atas penetapan tersangka itu, penyidik kemudian melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadap Surya Darmawan, Rabu (2/2). Namun seperti yang sudah-sudah, surat panggilan itu tidak diindahkannya dan dia mangkir dari pemeriksaan.
Sikap tidak kooperatif ini bukan sekali ini saja ditunjukkannya. Saat perkara masih dalam tahap penyidikan umum, dia hanya sekali memenuhi panggilan penyidik. Selebihnya dia mangkir. Atas sikap tersebut, pihak kejaksaan akhirnya memasukkan namanya dalam DPO, Selasa (8/2) kemarin.
Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Riau, Rizky Rahmatullah, Rabu (9/2) menghimbau agar Surya Darmawan kooperatif dan menyerahkan diri pada penyidik. "Kami minta agar yang bersangkutan segera menyerahkan diri," ucap Rizky.
Dia melanjutkan, pihaknya sudah menyebarkan foto dan identitas Surya Darmawan pada aparat penegak hukum lain, yakni kepolisian dan kejaksaan seluruh Indonesia. "Jadi kami minta, segeralah menyerahkan diri. Karena kami pastikan, tidak ada tempat yang aman bagi saudara untuk sembunyi," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau Marvelous menjelaskan, Kejati Riau juga telah lama menertibkan surat cegah tangkal (cekal) terhadap Surya Darmawan. Dia dipastikan tidak bisa bepergian ke luar negeri.
Surat cekal itu diajukan Kejati Riau ke Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI. Lalu diteruskan ke pihak Imigrasi. "Yang bersangkutan sudah lama dicekal bepergian ke luar negeri," singkat Marvel begitu dia akrab disapa.
Dalam perkara ini, sudah ada 4 orang yang menyandang status tersangka. Teranyar, penyidik menetapkan Emrizal sebagai tersangka. Project Manager pembangunan ruang Instalasi Rawat Inap Tahap III RSUD Bangkinang itu harus dijemput paksa di Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), Senin (31/1) karena juga sempat beberapa kali mangkir memenuhi panggilan penyidik walaupun masih berstatus saksi.
Sehari berselang, Selasa (1/2) begitu tiba di Pekanbaru dia langsung dibawa ke Kejati Riau untuk menjalani pemeriksaan. Dan, pada malam harinya dia sudah ditetapkan tersangka serta langsung dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari ke depan.
Dua tersangka lainnya adalah Mayusri selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Rif Helvi, Team Leader Management Konstruksi (MK) atau Pengawas pada kegiatan pembangunan ruang Irna tahap III di RSUD Bangkinang. Berkas keduanya telah dinyatakan lengkap, dan akan dilimpahkan ke pengadilan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, kegiatan pembangunan ruang Irna tahap III di RSUD Bangkinang dilakukan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian Kesehatan. Pagu anggaran Rp46.662.000.000.
Kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh PT Gemilang Utama Allen selaku pemenang lelang dengan nilai kontrak sebesar Rp46.492.675.038. Perusahaan ini diduga pinjam bendera. Management Konstruksi (pengawas) dilaksanakan oleh PT Fajar Nusa Konsultan selaku pemenang lelang.
Sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaksanaan 22 Desember 2019 sesuai kontrak, pekerjaan tidak dapat diselesaikan penyedia. Selanjutnya dilakukan perpanjangan waktu 90 hari kalender (sampai 21 Maret 2020) yang dituangkan dalam Addendum Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan. Akan tetapi pembangunan tetap tidak dapat diselesaikan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik oleh ahli fisik terdapat item-item pekerjaan sesuai kontrak yang tidak dikerjakan oleh penyedia. Seperti kamar mandi, lift yang belum dikerjakan, ada beberapa item yang tidak sesuai spek.
Dari perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor diperoleh nilai kerugian sebesar Rp8.045.031.044,14. Audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau.(ali)