PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Menyusul matinya seekor gajah liar pada 1 Januari 2014 lalu yang diduga kuat akibat pemakaian obat bius berlebihan di Pusat Konservasi Gajah (PKG), Minas, WWF Indonesia, Walhi Riau, dan Drh Wisnu Wardana anggota dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) meminta pihak yang berwenang untuk mengusut tuntas kejadian tersebut.
Organisasi ini juga meminta Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau untuk mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan P 48/2008 dalam menanggulangi konflik manusia dan satwa liar, sehingga penangkapan gajah liar yang berisiko kematian dapat dihindari.
Drh Wisnu Wardana dari PDHI menyatakan, kematian gajah tangkapan di PLG Minas itu seharusnya tidak perlu terjadi jika BBKSDA Riau benar-benar peduli dan menerapkan prosedur standar, misalnya menyertakan dokter hewan dalam proses penangkapan dan menyiapkan peralatan yang memadai.
“Penggunaan obat bius atau obat keras lain untuk penangkapan gajah harus dilakukan oleh dokter hewan atau paramedis di bawah pengawasan langsung oleh dokter hewan yang berpengalaman. Kami menduga telah terjadi penggunaan obat bius dalam takaran tidak semestinya hingga menyebabkan gajah ini kolaps selama proses relokasi,’’ kata Wisnu.
Selain itu, menurut Wisnu proses pengangkutan gajah dari Rokan Hulu ke PLG di Minas semestinya didampingi gajah terlatih yang siap sedia melakukan antisipasi jika gajah tangkapan melakukan reaksi agresif.
Walhi Mengecam
Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan menyatakan, pihaknya mengecam BBKSDA Riau sebagai otoritas yang seharusnya melindungi spesies langka, justru malah melakukan penangkapan gajah liar di habitatnya sendiri tanpa ada konsultasi dengan pihak lain.
Lebih disesalkan lagi karena proses tersebut menyebabkan kematian gajah. Hal ini menunjukkan ketidakpedulian institusi pemerintah untuk menyelamatkan gajah, habitat dan hutan yang tersisa di Riau.
‘’Kami mendesak Kementerian Kehutanan untuk segera memberikan infomasi yang jelas dan mengusut pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kematian gajah liar yang ditangkap tersebut,’’ ungkapnya.
Jika penangkapan gajah telah menjadi keputusan bersama, proses penangkapan harus dipersiapkan dengan matang.
Pertama, harus diketahui kemana tujuan gajah akan dipindahkan dan perlu dipastikan pemindahan tersebut tidak akan menimbulkan masalah baru serta jelas kontribusinya bagi pemulihan populasi satwa itu.
Selanjutnya, tim penangkapan harus mencakup berbagai keahlian termasuk dokter hewan, paramedis, ahli satwa liar, pawang berpengalaman, dan koordinator/ketua tim lapangan yang semuanya berkordinasi dengan baik.
Program Manager WWF Riau Suhandri menyatakan, untuk mencegah terulangnya kembali kejadian penangkapan yang berujung kematian seperti di Rokan Hulu, BBKSDA Riau dan semua pihak hendaknya mengikuti pedoman penanganan kasus konflik manusia dan gajah dan satwa liar sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Menteri Kehutanan P.48/2008.
WWF siap bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk mencari solusi terbaik terhadap permasalahan gajah di kawasan tersebut.
‘’Kematian gajah yang baru terjadi awal tahun ini semestinya menjadi bahan evalusi dan pelajaran berharga. Penangkapan gajah gajah lain di lapangan harus dihentikan sampai ada hasil evaluasi menyeluruh dan penyelidikan tuntas,’’ paparnya.
Gajah di Sumatera saat ini berada dalam kondisi yang sangat kritis. Satwa tersebut dapat benar-benar punah di habitatnya dalam beberapa tahun saja jika laju kematian yang terjadi saat ini tidak dapat dihentikan.
Dalam kurun Maret-Juli 2012, sedikitnya 17 ekor gajah jantan mati terbunuh. Total gajah mati dari 2004 hingga kini adalah 120 ekor. Akibat keterancamannya, gajah Sumatera juga sudah memperoleh perubahan status dari genting (endangered) menjadi kritis (critically endangered).
Gajah Tak Ditemukan, BBKSDA Tarik Pasukan
Sementara itu, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Kamis, (9/1) menarik timnya yang telah turun ke Kecamatan Kepenuhan, mencari bangkai gajah mati sebagaimana yang diinformasikan masyarakat.
Tim KBSDA Riau yang beranggotakan empat orang bersama Polhut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rohul, sejak Rabu (8/1) melakukan penyisiran di lapangan mencari bangkai gajah mati tersebut. Namun sampai saat ini, bangkai gajah itu tidak ditemukan.
‘’Tim BBKSDA Riau akhirnya memutuskan menarik tim dari Kecamatan Kepenuhan. Setiap adanya informasi masyarakat tentang gajah yang merusak atau mati, kita sikapi langsung ke lapangan dengan menyesuaikan tingkat gangguannya. Terkait bangkai gajah mati, tim kita tidak menemukan di lapangan,’’ ungkap Kasi KSDA Hutomo yang dihubungi Riau Pos, Kamis, (9/1) terkait upaya pencarian bangkai gajah mati di Kecamatan Kepenuhan.
Dia menyebutkan, di Kecamatan Kepenuhan dan sekitarnya diperkirakan masih ada 2-3 ekor gajah liar. BBKSDA Riau telah memberikan pengertian kepada masyarakat.
Namun upaya relokasi dari sisa kawanan gajah liar yang sebelumnya merusak tanaman dan kebun sawit warga, akan dilakukan kembali pada pekan depan.
‘’Kita memberikan ketenangan pada gajah liar yang masih ada di sana. Karena menangani gajah itu ada strategi yang dilakukan. Saat ini kita mundur untuk maju lagi dengan membawa tim yang lebih besar menyisir keberadaan gajah liar di Rohul, untuk direlokasi,’’ ujarnya.(gem/epp)