KONFLIK DI DANAU LANCANG KAMPAR

Warga Bantah Ada Tembakan

Riau | Rabu, 09 Mei 2012 - 10:38 WIB

Warga Bantah Ada Tembakan
Ratusan Warga Desa Danau Lancang berjaga-jaga di perbatasan tanah yang diklaim mereka dengan mess PT RAKA, Selasa (8/5/2012). (Foto: DIDIK HERWANTO/RIAU POS)

PEKANBARU (RP) - Sebanyak 275 kepala keluarga bersikukuh mengklaim lahan seluas 1.700 hektare di wilayah Danau Lancang Kabupaten Kampar sebagai milik mereka. Warga juga meluruskan terkait insiden penembakanm, Senin (7/5) lalu.

Karena mereka tak pernah memiliki senjata api, apalagi sampai melakukan penembakan.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Saat Riau Pos mendatangi lokasi yang diduduki warga, ratusan kepala keluarga memilih menduduki kawasan tersebut, Selasa (8/5). Mereka menyatakan siap mati untuk mempertahankannya.  

Hal tersebut terungkap saat Riau Pos memasuki lokasi yang diduduki oleh warga. Lokasinya sekitar seratus meter dari mes PT RAKA di Desa Pauh, Kecamatan Bonai Darusalam. Riau Pos menemukan jalan kebun sawit yang sudah digali dan putus.

Di antara rimbunan pohon sawit yang diperkirakan berumur lima tahun, terlihat beberapa pria muncul dari belakang-belakang pohon sawit. Semakin lama, jumlah pria yang ada di lokasi semakin banyak. Mereka sambil menenteng parang dan membawa pentungan.     

Riau Pos kemudian menyampaikan keinginannya, untuk bertemu dengan koordinator mereka. ‘’Dari mana bang, ada kepentingan apa?,’’ ujar salah seorang pria dari seberang kanal.

Akhirnya pria-pria tersebut mengambil papan tebal dan menggeserkan ujung papan dari seberang kanal ke arah pinggiran kanal tempat Riau Pos berada. Setelah papan tersebut terpasang dan bisa digunakan untuk menyeberang, para pria tersebut mempersilakan.

Memasuki kebun sawit beberapa kilo meter, semakin banyak terlihat sejumlah pria yang muncul dari balik pohon sawit dan memegang pentungan serta dodos.

Akhirnya Riau Pos bertemu dengan A Manungkalid (35), yang dianggap sebagai koordinator dan tokoh masyarakat. Selain itu Riau Pos juga bertemu dengan Edo Siregar dan Yaman (27).

Dari merekalah diketahui bahwa mereka sama sekali tidak memiliki senjata api dan tidak pernah mendengar suara tembakan. ‘’Kami hanya memiliki senjata ini,’’ ujar Manungkalid sambil mengeluarkan sepucuk parang sepanjang 40 centimeter dari balik jaketnya.     

Diceritakan Yaman, awal sebelum bentrok mereka melihat rombongan pria bersenjata pentungan dan parang yang mengaku kontraktor PT RAKA akan menimbun kanal sebagai batas.

Padahal kanal tersebut digali warga sebagai batas antara lahan mereka dengan lahan PT RAKA. Warga sudah melarangnya. Namun kemudian beberapa orang datang membawa botol bir berisi bensin dan sumbu.

‘’Mereka datang bawa alat berat dan truk berisi batu kerikil. Mereka melempari kami, lalu datang lagi beberapa orang bawa botol molotov dan melempari kami. Ada warga kami yang kena luka bakar. Sempat terjadi lempar-lemparan selama satu jam, tapi kemudian berhenti’’ ujar Yaman.

Ditanya soal tembakan, Yaman dan A Manungkalid menyatakan tidak ada tembakan, mereka tidak punya senjata api.

‘’Ini cara licik mereka, lalu jerat kami dengan cara pidana yaitu dengan cara mengatakan karyawan mereka tertembak. Kami yakin bahwa preman-preman yang mereka bayar ini sengaja dikorbankan untuk menjerat kami. Atau mungkin sengaja mereka tembak agar kami ditangkap polisi,’’ kata Manungkalid.

Lahan Sengketa Lama

Adam Manungkalid (35) mengatakan, bahwa sebenarnya permasalahan bentrok yang terjadi bukanlah perkara baru. Sebelumnya juga pernah terjadi bentrokan dengan beberapa kelompok tani yang juga berada di sekitar lokasi.

‘’Dulu dengan kelompok tani yang dipimpin Silalahi, tangannya dipotong. Kemudian ada warga lagi yang diculik dan dibuang ke rawa-rawa, ada lagi yang rumahnya dibakar, jadi kalau kami harus mati mempertahankan tanah ini, kami siap,’’ ujar Manungkalid.

Dijelaskan Manungkalid, PT RAKA mengambil lahan mereka pada tahun 2005 lalu. Sementara saat itu padi warga sudah menguning. Warga melakukan perlawanan, namun sifatnya belum bersatu.

‘’Dulu hanya masing-masing kelompok tani yang melawan karena lahannya diserobot, tapi sekarang kami sudah bersatu dan mengambil hak kami lagi,’’ kata Manungkalid.

Ditanya berdasarkan apa hak atas lahan yang mereka miliki, Manungkalid mengatakan, berdasarkan surat ninik mamak atas penyerahan lahan.

Diketahui dari berkas-bekas yang diperlihatkan mereka, ada surat pernyataan ninik mamak, maka empat suku di Danau Lancang yang menyatakan hutan ulayat yang terletak di Sungai Tan Maluku dalam wilayah Desa Danau Lancang diserahkan kepada keponakan dan kemudian dibeli oleh warga.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ketua RW 003 Dusun IV Koto Juang Kampar, Candra P Sihotang yang juga ada di tengah-tengah warga tersebut.

‘’Alas hak kami ada pernyataan dari ninik mamak yang menyerahkan tanah mereka kepada keponakan mereka dan kemudian kami membeli tanah itu dari keponakan tersebut,’’ kata Sihotang.

PT RAKA Tak Punya HGU

Setelah terjadi konflik yang berkepanjangan, masyarakat yang dipimpin oleh A Manungkalid melakukan pencarian apakah PT RAKA memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan yang mereka klaim milik tersebut. Hasilnya, mereka mengetahui PT RAKA tidak punya HGU.

‘’Tanggal 5 November lalu, kami mengetahui dari instansi berwenang bahwa PT RAKA tidak punya HGU seperti yang selama ini mereka katakan. Dengan demikian mereka yang mengklaim sebanyak 3.000 hektare lahan sudah merugikan negara,’’ kata Manungkalid.

Ketika hal tersebut ditanyakan kepada Kasat Reskrim Kampar, AKP Antoni, ia juga mengatakan tidak ada legalitas yang jelas dimiliki PT RAKA atas lahan tersebut.

‘’Mereka hanya mempunyai rekomendasi dari Pemkab. Jadi itu bukan legalitas atau perizinan,’’ kata Antoni.

Sementara Manajer PT RAKA, Rajagukguk yang ditemui di lokasi saat ditanyakan dasar apa legalitas mereka mengatakan tidak tahu. ‘’Kami hanya bekerja,’’ kata Rajagukguk.

Minta Proses Hukum

Dalam pada itu manajemen PT RAKA melalui kuasa hukumnya, Hilmar R Silalahi SH dan Johansen Simanihuruk SH didampingi Humas perusahaan, Abdul Halek meminta proses hukum secepatnya terhadap para pelaku.  

‘’Kami tidak minta aparat berpihak kepada kami. Silakan, kalau memang kami yang bersalah, kami siap diberi sanksi. Tapi, kalau memang mereka yang bersalah, kami minta juga diambil tindakan hukum yang sama,’’ tegas Abdul Halek kepada wartawan di Pekanbaru.

Dia menyebutkan, semenjak masalah ini mencuat pada 28 Maret 2012 lalu, hingga saat ini, proses penindakan hukum berjalan lambat.

‘’Kami sudah melaporkan ke Polres, ke Mapolda, tapi juga belum ada penindakan. Terutama terkait pengerusakan aset perusahaan berupa jalan poros perusahaan dengan mengunakan ekskavator.

Ketika lahan kami dijarah, dan buahnya dipanen, sampai kasus penembakan terhadap delapan karyawan perusahaan, kami belum melihat ada penindakan terhadap pelaku. ‘’Sementara kondisi karyawan kami juga terus terancam,’’ keluh dia.

Bantah Serang Warga

Pihak perusahaan juga membantah telah melakukan penyerangan ke warga seperti dituturkan Abdul Halek.

‘’Bagaimana mungkin kami menyerang, itu kan parit lebar, dari mana kami bisa menyerang, sehingga disebut menyebabkan puluhan warga cedera. Kalau memang ada yang cedera, dimana? Sejauh ini karyawan kamilah yang terbaring di rumah sakit,’’ ungkap Halek kecewa.

Pihaknya hanya berharap, tidak terjadi salah pengertian di tengah masyarakat terkait persoalan ini.

‘’Kami bekerja jelas, untuk berusaha. Ada alas hak yang jelas berupa sertifikat kepemilikan lahan. Sekarang, kami balik bertanya, kalau memang dikatakan kelompok warga itu ada bukti legalitasnya, silahkan tunjukkan, kita putuskan dengan jalur hukum yang seadil-adilnya,’’imbuh dia lagi.

Sejauh ini, Abdul Halek juga menjelaskan, dari delapan karyawan yang terluka akibat tembakan, tiga masih dalam kondisi kritis dan menjalani perawatan. Sementara yang lainnya, sudah dibenarkan untuk pulang.

‘’Jadi, lihatlah, bagaimana mungkin kami menerima begitu saja karyawan kami ditembaki,’’ keluhnya lagi.

Diakui Hilmar Silalahi, pihak kepolisian memang turun ke lokasi. Namun, belum ada satupun pihak yang dicurigai sebagai pelaku pengrusakan dengan menggunakan alat berat, termasuk otak penyerangan pekerja yang ditangkap.

‘’Beberapa waktu lalu, alat berat itu masih ada di lapangan. Harusnya itu bisa jadi alat bukti pengerusakan. Tapi, kenapa tidak ada penyitaan barang bukti? Itu termasuk alasan mengapa kami meminta agar ada keadilan dalam menyelesaikan masalah ini.

‘’Silakan, kalau kami salah secara hukum, ambil tindakan. Tapi, kalau tidak terbukti, pihak yang berlawanan juga harus diberi tindakan, itu saja harapan kami. Kami juga minta dibuktikan, apakah benar, mereka yang mengklaim lahan itu adalah warga, atau orang-orang pendatang. Silakan, tanyakan kepala desa, siapa mereka itu?’’ tantang Hilmar.

Dalam kesempatan itu, akibat penjarahan buah sawit, Halek menambahkan, PT RAKA mengalami kerugian tak kurang dari Rp5 miliar.

Dengan terganggunya aktivitas perusahaan, saat ini ada 1.000 lebih pekerja yang terancam tidak bisa menafkahi keluarga karena perusahaan tak bisa memasarkan hasil kebun.

Dia juga menyinggung, sejauh ini, pihak perusahaan juga tetap kooperatif dengan tetap membuka ruang diskusi dengan warga dan aparat hukum.

‘’Ketika kita berkonflik dengan warga, kita siap status quo di atas lahan seluar 750 hektare. Masa sekarang, ketika ada yang mengklaim lahan kami seluas 2.000 hektare, kami menerima saja? Kami ini kan berinvestasi,’’ ujar dia.

Wakil Bupati Sayangkan Insiden Bentrok

Wakil Bupati Kampar H Ibrahim Ali SH menyayangkan terjadinya peristiwa bentrokan warga di Danau Lancang dengan PT RAKA. Dia mengharapkan peristiwa serupa tidak akan terjadi lagi di Negeri Serambi Makkah tersebut.  

‘’Semoga jangan ada lagi kejadian seperti itu. Ini adalah kejadian yang terakhir,’ ‘ujarnya menjawab Riau Pos, Selasa (8/5).

Sebagai pimpinan daerah, Ibrahim menyatakan keprihatin atas terjadinya peristiwa bentrokan yang disebabkan oleh saling klaim lahan. Apalagi bentrokan tersebut menyebabkan warga dan pihak PT RAKA sama-sama menderita kerugian baik fisik maupun materi.

Menurutnya hal ini tidak harus terjadi bila kedua belah pihak saling menahan diri serta mengedepankan musyawarah dan kekeluargaan.

‘’Kami imbau semua pihak untuk menahan diri. Kampar sangat dikenal dengan nilai agamis dan adat. Istiadat yang tinggi harusnnya bisa saling memcari solusi yang lebih  baik selain bentrok. Itu bukan karakter masyarakat kampar,’’ ucapnya.(rul/bud/rpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook