Dalam era disruption ini, kita memang sudah acap kali mendengar istilah fintech (financial technology) atau dalam bahasa Indonesia disebut tekfin alias teknologi finansial. Fintech memang sudah jamak terdengar di telinga kita. Apalagi bagi para nasabah perbankan maupun pelaku di dunia perbankan. Fintech atau tekfin memang secara gambaran singkat saat ini merupakan pelakunya para start up company, yang melakukan pelayanan sistem keuangan seperti yang ada pada bank, dengan mengandalkan kecanggihan teknologinya.
Singkat kata, dalam artikel kita memang tidak dalam sedang memainkan kata-kata, namun mengajak pembaca bisa memaknai secara mendalam terkait dengan techfin tentunya. Techfin memang berbeda secara filosofi dibandingkan dengan fintech. Techfin itu contoh nyata yang dilakukan para pelaku perbankan untuk peningkatan pelayanan. Misalnya pengembangan digital banking. Dengan Techfin itu adalah sistem IT yang ada pada bank dan kemampuan digitalnya selalu dikembangkan untuk menjawab tantangan kecepatan pelayanan dan keakuratan. Sehingga bisa dengan mudah diakses oleh nasabah, misalnya mobile banking, SMS banking, e-commerce, e-samsat, dan sebagainya.
Jadi kalau Fintech itu merupakan pengganggu dunia perbankan melalui perusahaan-perusahaan start up yang lagi berkembang pesat saat ini. Sedangkan techfin itu adalah sistem IT perbankan yang menyajikan berbagai kecanggihan teknologi untuk kemudahan dan kecepatan pelayanan bagi para nasabah.
Apa benang merahnya? Nasabah techfin yang notabene nasabah perbankan, memang memerlukan pelayanan perbankan yang berkelas dan sebaliknya Fintech kebanyakan nasabahnya memang mengejar kemudahan dan pelayanan, namun nasabah dari para fintech tidak sama level “bankable” (kelayakan bank) atau lebih rendah dibandingkan dengan nasabah-nasabah bank.
Lalu perbankan dengan techfin-nya, apakah perlu waswas atau kuatir dengan keberadaan fintech kah? Di Indonesia saat ini seperti ada semacam pemahaman bahwa fintech itu ancaman bagi dunia perbankan. Karena memberikan banyak kemudahan yang tidak mungkin dilakukan perbankan. Contohnya memberikan pinjaman dalam jumlah batasan tertentu, bisa tuntas melaluli aplikasi dalam 15 menit. Namun di dunia perbankan di Eropa dan AS ternyata fintech bukanlah ancaman. Kok bisa ya?
Karena pada umumnya perbankan di Eropa dan AS dapat melakukan inovasi yang jauh lebih cepat dari perkembangan perusahaan fintech itu sendiri. Justru yang dilakukan sinergisitas sehingga bisa secara lebih memaksimal menjangkau nasabahnya, contohnya peer to peer landing.
Lalu bagaimana sikap kita? Nggak usah ikutan pusing. Sebab, nikmati saja adanya kemudahan yang dirasakan sebagai nasabah bank, bila fintech dan techfin, bertaut satu sama lainnya.***