KAMPAR (RP) - Bupati Kampar Jefry Noer menjadi salah satu pembicara pada seminar Indonesia Menuju Ketahanan dan Kemandirian Energi di Islamic Center Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Panam Pekanbaru, Senin (7/10).
‘’Berhentilah mengatakan daerah tak bisa mengelola ladang minyak. Kampar Energi pasti bisa mengelola Blok Siak yang kontraknya dengan Chevron akan habis bulan depan. Bumi Siak Pusako yang mengelola Coastal Plan Pekanbaru (CPP) Blok saja bisa untung Rp300 miliar,’’ kata Bupati Kampar Jefry Noer saat menjadi pembicara.
Mendengar ucapan Jefry tadi, tepuk tangan sontak riuh di dalam gedung megah itu. Kebetulan, seminar ini bersempena dengan rapat kerja nasional (Rakernas) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia. Maka tak heran ragam mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia hadir di rakernas yang juga dihadiri oleh pengamat perminyakan Indonesia Dr Kurtubi, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Ugan Gandar dan Rektor UIN Suska Prof Dr HM Nasir.
Pusat kata Jefry, sudah saatnya percaya kalau daerah mampu mengelola ladang minyaknya sendiri.
‘’Yang namanya kontrak karya, habis kontrak, ladang minyak itu musti diserahkan ke pemerintah pusat. Oleh pemerintah pusat kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah,’’ katanya.
Lantaran alurnya seperti itu, Jefry berharap Kementerian ESDM dan instansi terkait, tidak ragu untuk menyerahkan pengelolaan Blok Siak itu kepada Kampar.
‘’Secara SDM dan finansial, kita siap. Tinggal lagi bagaimana dengan kekompakan kita. Saya berharap semua lapisan masyarakat termasuk BEM se-Riau kompak memperjuangkan blok ini biar bisa dikelola daerah. Sebab itu tadi, kita mampu, kok,’’ tegas Jefry.
Chevron mulai mengelola Blok Siak itu pada 1991 silam. Oleh pemerintah, Chevron cuma dikasi mengelola blok yang menghasilkan minyak antara 1.600-2000 barrel per hari itu selama 22 tahun. Jika kelak Blok Siak jadi dikelola oleh daerah, maka sudah tiga ladang minyak yang dikelola oleh daerah setelah CPP Blok dan Langgak Blok.
Kurtubi mendukung apa yang dicita-citakan oleh Jefry dan daerah lain yang ingin mengelola ladang minyak yang ada di daerahnya.
‘’Mestinya menteri ESDM datang ke acara ini. Biar dia tahu bahwa Riau yang menjadi penghasil migas terbesar di Indonesia, ternyata miskin energi listrik. Lagi acara gini saja lampu mati,’’ kata lelaki asal Kediri ini. ‘’Negara ini sudah salah urus soal tata kelola energi,’’ tambahnya.
Kurtubi punya alasan soal itu, menurutnya Riau tak seharusnya mengalami krisis listrik apabila negara jeli memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
‘’Tapi yang terjadi, negara malah mau rugi Rp30 triliun setahun lantaran menjual gas murah ke Cina. Tiga kali lipat lebih murah dari harga jual gas di dalam negeri,’’ katanya.(adv/b)