INTERUPSI

Duka Lara Desa Terpenjara

Riau | Senin, 08 April 2019 - 08:47 WIB

Duka Lara Desa Terpenjara

Oleh: Bagus Santoso, Mahasiswa Ilmu Politik, Anggota DPRD Provinsi Riau

RIAUPOS.CO -- Sebuah kenyataan unik nan pahit terpaksa ditelan masyarakat yang tinggal di pedesaan di Provinsi Riau. Meski kampungnya sudah definitif tetapi warga tidak dapat mengurus surat sertifikat tanah tempat tinggal dan kebun menjadi hak milik. Lebih menyakitkan lagi pemerintah juga tidak bisa membangun fasilitas umum karena terkena rambu-rambu yang mengaturnya. Maka sempurnalah duka lara yang menderanya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Itulah nasib yang kini diderita warga desa, satu di antaranya Tasik Serai yang terletak di wilayah Kabupaten Bengkalis. Desa yang sebagian besar warga dengan mata pencaharian berkebun sawit dan karet serta nelayan setelah ditetapkan sepihak menjadi Cagar Biosfer oleh UNESCO tahun 2009 atas inisiasi perusahaan Group Sinar Mas. Sejumlah desa diresmikan menjadi desa definitif lengkap dengan perangkatnya tetapi terkungkung hak-hak azazinya. Warga tidak bisa menuntut hak sebagaimana warga negara yang lainnya.

Potret desa Tasik Serai yang kini dimekarkan menjadi lima desa yaitu Desa Induk Tasik Serai, Tasik Serai  Timur, Tasik Serai Barat dan Tasik Tebing Serai adalah contohnya. Di antara desa tersebut ada sejengkal tanah seluas 1 Kilometer persegi ditetapkan menjadi desa Serai Wangi yang tidak masuk kawasan cagar biosfer warisan presiden Suharto sudah menjadi kawasan pemukiman transmigrasi. (warga transmigrasi tetapi tidak dapat jatah lahan perkebunan kecuali hanya lahan perumahan, red tulisan tersendiri).

Tulisan ini menjadi catatan dalam lawatan keliling kampung tembus 105 desa sebagai anggota DPRD Provinsi Riau. Kali ini melihat Desa Tasik Serai, wilayah kampungnya bagian daratan dikepung  lautan jutaan pohon akasia milik perusahaan Group Sinar Mas. Sementara arah laut dipagar sebagai kawasan cagar biosfer. Warga kampung ini ibarat dikepung raksasa besar tidak dapat berkutik karena terpasung rantai kebijakan pemerintah.

Untuk mencapai desa terpencil yang tak kunjung dibangun jalan poros desa, di tempuh melalui jalan alternatif lain yaitu jalan milik perusahaan raksasa Chevron dan Sinar Mas. Meski dicegat petugas di setiap posko tapi biasanya warga tetap diperbolehkan lewat, palang jala terbuka tentu setelah ditanyakan identitas diri serta tujuanya.

Beruntung kunjungan pada akhir Maret, sepekan yang lalu pas musim kering sehingga tidak ada aral dalam perjalanan. Hanya badai debu membuntuti perjalanan sekitar lima jam dari Pekanbaru, lalu masuk Minas mengikuti kelokan pipa minyak , menerobos hutan akasia wilayah Kabupaten Siak.

Jalan perusahaan di tengah hutan akasia ini sudah tembus menuju Kecamatan Sungai Mandau Kecamatan Siak. Warga desa ini sekarang jika berurusan ke Bengkalis tidak lagi lewat Kecamaatan Pinggir. Selain jauh dan jalan rusak parah. Warga lebih mudah lewat jalan hutan akasia milik Sinar Mas yang tembus ke Siak lanjut Bengkalis.

Sebulan yang lalu ketika acara sosialisasi kampanye dengan Alfedri, Ketua DPD PAN yang juga menjabat Bupati Siak di Desa Olak Kecamatan Sungai Mandau, ia mengatakan akan berikhtiar  ditingkatkan menjadi status jalan provinsi. Tujuannya jelas jalan sebagai urat nadi bisa memajukan kampung dan ekonomi rakyat. Dan yang pasti anggaran pembangunan menjadi lebih leluasa.

Hingga kini Desa Tasik Serai masih terisolir, jika hujan jalanan tak ubahnya sungai. Sering kali hasil panen sawit dibiarkan membusuk di pohon karena tak bisa keluar akibat jalan terputus. Problem besar yang menjadi momok menakutkan kadang harus dipikul perangkat desa. Kenapa? Warga salah paham menuding kepala desa yang tak pandai melobi ke tingkat kabupaten karena usulan aspirasi desa tak pernah berhasil. Padahal biang kerok dari tidak terkabulnya usulan pembangunan desa karena desanya masih tercatat statusnya kawasan hutan.

Warga yang sudah mendiami kampung  sejak belum lagi Indonesia merdeka itu dianggap menguasai hutan larangan. Negara seakan belum hadir untuk rakyatnya. Undang-Undang yang menjamin hak warganya, dan menyatakan kekayaan alam untuk rakyat nyatanya meleset. Kini perusahaan mengepung kampung, dan atas nama cagar biosfer mereka terpenjara di rumah desa warisan nenek moyangnya.

Bagan Benio adalah salah satu dusun yang dikungkung. Warganya yang asli Suku Melayu terasing dari deru pembangunan. Mereka dianggap pendatang yang menguasai hutan cagar biosfer. Padahal sejatinya mereka terisolir akibat petir cagar biosfer. Silakan anda datang dan lihat cagar biosfer itu tidak seluas yang dipeta. Di sana tidak ada lagi hutan belantara, aneka satwa dan fauna bak di negeri dongeng.  Hutan sudah dikuasai perusahaan, rakyat desa menjadi tumbal keserakahan.

Dalam keputusasaan masyarakat desa sebagaimana dikemukakan Kadus Tasik Serai masih terus berharap agar pemerintah mengeluarkan kampung yang nyata-nyata memenjara mereka . Caranya merivisi kembali status cagar biosfer dan mengukur kembali lahan perusahaan yang dikuasai Group Sinar Mas untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Riau. Masih banyak desa-desa warganya dihadapkan persoalan serius sperti tidak bisa mengurus sertifikat tanah serta pembangunan publik terkendala. Meski Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP) sudah disyahkan faktanya banyak desa masih tetap tercatat  berada pada kawasan hutan belantara.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook