Laporan DESRIANDI CANDRA, Jakarta desriandi_candra@riaupos.co
Setelah berhasil memperjuangkan nasib keluarga korban pembantaian Westerling di Sulawesi dan Rawagede, Jawa Barat, Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) akan ikut memperjuangkan korban pembantaian Belanda bersama pasukannya di Kota Rengat dan Lirik, Indragiri Hulu dalam peristiwa 5 Januari 1949.
Ketua Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Indragiri (IKBMI) Susilowadi mengisahkan, 5 Januari 1949 menjadi hari bersejarah bagi Kota Rengat. Di mana, 2.600 orang masyarakat Kota Rengat dibantai oleh pasukan elit Belanda Speciale Troepen.
‘’Peristiwa itu adalah serangan tentara Belanda terhadap Kota Rengat secara sistematis dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa puluhan ribu orang. Serangan ini dirancang dan menjadi bagian dari rencana besar Panglima Angkatan Darat Belanda Jenderal Spoor pada Agresi Militer Belanda II untuk melenyapkan Republik Indonesia sejak 18 Desember 1948 dan berakhir 5 Januari 1949,’’ sebut Susilowadi, Selasa (5/11).
Penyerangan terjadi sekitar pukul 06.00 WIB yang dimulai dengan menurunkan pasukan payung Belanda di kota Rengat. Pasukan yang diturunkan Belanda adalah kesatuan pasukan khusus (korps van speciale troepen).
Pasukan yang terdiri atas beberapa kompi ini kemudian menduduki posisi-posisi strategis. Sebagian lagi mengumpulkan seluruh penduduk pria di daerah itu.
Pendudukan dilakukan atas bagian kota Rengat yang dicurigai menjadi basis pertahanan pasukan TNI, yang telah menarik diri keluar kota dan membangun basis pertahanan perang gerilya.
Tentara Belanda yang tidak berhasil menemukan pasukan TNI segera mengalihkan perhatian pada aparat pemerintahan RI, termasuk bupati dan jajarannya, bahkan melibatkan penduduk sipil.
Mereka mengumpulkan seluruh aparat pemerintah bersama penduduk pria dan dibawa ke lapangan. Tanpa pengadilan hukum yang memadai, tentara Belanda kemudian melakukan penembakan terhadap semua orang yang dikumpulkan di lapangan.
Akibatnya lebih dari 2.600 orang jatuh menjadi korban, termasuk mereka yang ditargetkan akan dibunuh oleh tentara Belanda (NAN, optreden van het korps speciale troepen in Rengat, kol. Tempelaar no. 3750).
Sehari setelah operasi militer ini, sebagian Kota Rengat mengalami kekosongan karena penduduknya terbunuh atau melarikan diri keluar kota. Korban yang meninggal dihanyutkan ke Sungai Indragiri yang mengalir ke Selat Melaka.
Menurut informasi intelijen Belanda, Rengat menjadi basis pertahanan terakhir pasukan TNI di seluruh Indonesia. Hal ini terbukti dari pidato Spoor sehari setelah pembantaian yang dilakukan melalui operasi militer.
Dengan demikian terlepas dari kesalahan informasi tersebut, Rengat dianggap sebagai sebuah lokasi yang penting dan strategis dalam struktur pertahanan TNI dan memberikan kontribusi yang penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Mereka yang terbunuh sebagai korban pembantaian Belanda layak dikenang sebagai pahlawan kusuma bangsa yang telah mengorbankan nyawanya demi perjuangan kemerdekaan, seperti halnya pembantaian yang dilakukan oleh tentara Nazi di sejumlah tempat di Eropa termasuk di Belanda sendiri (peristiwa Rotterdam, 14 Mei 1940).
“Alhamdullilah gayung bersambut, perjuangan untuk para syuhada dan keluarga korban pembantaian pasukan speciale troepen Belanda terkait tentang peristiwa agresi Belanda di Kota Rengat 5 Januari 1949, tidak sia-sia,” ujar pria yang akrab disapa Bang Illo ini.
Putera daerah Riau kelahiran Rengat itu menyebutkan bahwa pada pukul 00.25 WIB Sabtu malam (3/10) ia dihubungi Mw Y Rieger-Rompas selaku Sekretaris Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).
“Tak lama kemudian, Bapak Dhr J.M Pondaag, langsung dari Belanda menghubungi saya. Dikatakan bahwa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tim akan segera melakukan kunjungan ke Kota Rengat,” papar Bang Ilo.
Tim tersebut segera memerintahkan kuasa hukum KUKB untuk melakukan gugatan terhadap pemerintah Belanda.
“Saya mengimbau kepada anak cucu atau bahkan para korban pembantaian yang berhasil selamat di Kota Rengat dan Lirik di manapun berada agar menghubungi dan mendaftarkan ke Kantor Legiun Veteran Cabang Rengat,” paparnya.
Selain membuat riwayat keluarga, para korban atau keluarga korban juga harus mempersiapkan data yang dikuatkan oleh para Kades atau Lurah.
“Kita harus berjuang bersama-sama. Kita mengharapkan masyarakat Inhu, dan Riau umumnya, tetap memberikan dukungan terhadap upaya ini,” ungkap Susilowadi.(*4)