DURI (RIAUPOS.CO) - Tahapan pendaftaran bakal calon legislatif (bacaleg) untuk Pemilu 2019 sudah dibuka KPU terhitung mulai, Rabu (4/7) hingga Selasa (17/7) mendatang. Seluruh parpol peserta pemilu di tiap jenjang sedang berjibaku mempersiapkan barisan untuk pesta demokrasi lima tahunan itu.
Sejumlah bacaleg dan pengurus parpol sudah mengambil ancang-ancang untuk maju bertarung. Beberapa persyaratan sudah diurus. Namun ada yang merisaukan bagi pengurus beberapa parpol. Masalahnya, mereka menemui kesulitan tersendiri dalam menjaring bacaleg perempuan.
“Dari 12 bacaleg DPRD Bengkalis untuk Dapil Mandau, sebanyak empat orang atau 30 persen harus dari kalangan perempuan. Itu amanat undang-undang. Masalahnya, pengurus parpol kini agak sulit menjaring perempuan yang mau jadi bacaleg. Ada yang beralasan tidak punya waktu. Ada pula yang tak yakin mereka bakal dapat suara banyak dan duduk di dewan,” ucap seorang pengurus parpol di Duri, Kamis (5/7).
Pengurus parpol yang tak bersedia disebut identitas ini mengaku masih harus mencari dua bacaleg perempuan lagi. Kalau tak dapat maka pencalegan parpol bersangkutan bisa gugur. Kalau itu terjadi maka partai itu tidak bisa ikut menjadi peserta pemilu di Dapil bersangkutan pada 2019 nanti.
Fenomena rendahnya animo kalangan perempuan untuk maju sebagai bacaleg dalam Pemilu 2019 turut menjadi perhatian Irawanto, seorang kader senior salah satu parpol di Duri.
Menurutnya, kesulitan parpol menjaring bacaleg perempuan ini merupakan sebuah gambaran nyata bahwa pengkaderan yang dilakukan parpol selama ini tidak berjalan maksimal.
“Kalau pengkaderan di internal parpol berjalan maksimal, dapat dipastikan tidak akan terlalu sulit bagi parpol mencari bacaleg untuk Pemilu 2019. Yang terjadi saat ini, banyak parpol yang terpaksa kasak-kusuk mencari bacaleg perempuan dari kalangan luar partai. Itu tandanya pengkaderan tak maksimal,” ujar Irawanto kemarin.
Ditambahkannya, kesulitan mencari bacaleg perempuan itu juga dipicu oleh keterbatasan yang dimiliki kebanyakan perempuan untuk terjun ke dunia politik. Selain faktor keluarga dan pertimbangan lain seperti pekerjaan sebagai PNS yang harus ditinggalkan, rendahnya animo perempuan menjadi bacaleg juga dikarenakan ketidakyakinan mereka bakal meraih suara signifikan dalam pemilu.
“Mungkin pula selama ini kalangan perempuan merasa bahwa keterwakilan mereka sebagai bacaleg masih sebatas pelengkap syarat saja,’’ sebutnya.(sda)