Komisi IV DPR RI Soroti Kawasan Pinjam Pakai Chevron

Riau | Rabu, 05 Desember 2012 - 10:33 WIB

PEKANBARU (RP)- Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengkritisi Chevron Pasifik Indonesia.

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah izin pinjam pakai kawasan hutan yang belum dikantongi perusahaan migas tersebut.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Hal itu disampaikan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hj Nurlia kepada Riau Pos, belum lama ini melalui telepon selulernya.

Menurutnya, hal tersebut harus segera diselesaikan, sebagai mekanisme yang harus dilalui di kawasan hutan.

Nurlia menegaskan bahwa informasi itu diperoleh pada saat kunjungan kerja bersama Dinas Kehutanan Provinsi Riau ke Chevron.

Dalam kesempatan itu, dia juga menemukan kawasan suaka marga satwa yang menjadi kawasan eksploitasi migas.

‘’Ya itu salah satu hasil dari kunjungan kita beberapa waktu lalu. Kawasan Balai Raja contohnya, itu kan kawasan suaka marga satwa. Sementara di sana ada areal pengeboran minyak Chevron,’’ sambung politisi Partai Golkar itu.

Dia juga mengatakan, hasil dari kunjungan tersebut akan ditindaklanjuti ke Pusat. Komisi IV DPR RI akan memanggil Kementerian Kehutanan dan pihak terkait untuk mengkroscek informasi tersebut.

Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran terhadap tindaklanjut yang harus dilakukan. Sehingga tidak terindikasi menyalahi aturan yang ada.

‘’Masalahnya kan tidak ada izin pinjam pakai kawasan hutan di Kemenhut. Jadi saran kita, ya harus diurus sesuai aturan dan mekanisme yang ada,’’ sambung Nurlia.

Sementara itu General Manager (GM) Policy, Government and Public Affairs (PGPA) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Usman Slamet yang dihubungi Riau Pos melalui telepon selulernya, Selasa (4/12) mengatakan, ada empat hal yang harus diketahui terkait permasalahan ini yakni pertama, CPI selalu beroperasi mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

‘’Dan itulah koridornya, sama seperti safety,’’ ujar Usman.

Yang kedua, kaitannya dengan eksploitasi migas di Balai Raja, CPI beroperasi di sana sejak tahun 1970-an dan kawasan tersebut baru ditetapkan tahun 1986.

Ketiga dalam masalah suaka marga satwa ini CPI sudah melakukan koordinasi dengan Kemenhut melalui Dirjen PIHKA dan BKSDA Riau dan keempat izin prinsip yang dikeluarkan itu harus berada di daerah kawasan konservasi.

Artinya izin prinsip penggunaan kawasan hutan (IPKH) memang tidak dikeluarkan Kemenhut di dalam kawasan konservasi.

Sedangkan Kadis Kehutanan Bengkalis Ismail yang dihubungi secara terpisah melalui telepon selulernya menjelaskan, di kawasan Balai Raja tersebut sudah banyak aktivitas masayarakat dan perusahaan termasuk pemerintahan. Sementara di sana juga ada konservasi suaka marga satwa yang harus dilindungi.

‘’Kita berharap masalah tersebut bisa selesai dan dilakukan pengkajian seperti apa nantinya kawasan ini. Apakah aktivitas masyarakat dan perusahaan di sana sudah cukup lama atau bagaimana dan penanganan suaka marga satwa ini seperti apa termasuk kawasan hutannya. Kita ingin semua pihak melihatnya dari segala aspek yang terkait di dalam kawasan tersebut,’’ ujar Ismail.(rio/hen)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook