Oleh: Dr H Irvandi Gustari, Dirut Bank Riaukepri SERING buat ulah, eksentrik dan suka sekali jadi pusat perhatian dunia, itulah gaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pola perang dagang atau trade war yang dipakai Trump terhadap barang-barang Cina, telah terjadi saling balas-membalas.
Sudah bisa ditebak, gajah saling beradu, yang mati adalah pelanduk di tengahnya. Inilah yang terjadi saat ini pertarungan perang dagang antara AS dengan Cina telah menjadikan babak belur negara-negara lain. Tidak terkecuali Indonesia yang ikut kena getahnya.
Baca Juga :
BRK Syariah Serahkan Bantuan Bencana Banjir di Rokan Hulu
Trump memang konsisten dengan ucapannya pada saat kampanye calon Presiden AS tahun lalu. Semua janji dan ucapannya memang dibuktikan. Realisasinya yaitu melakukan proteksi terhadap negaranya dengan memberlakukan pengenaan kenaikan tarif terhadap produk-produk impor. Termasuk dari Cina yang memang paling besar masuk ke AS.
Terkait proteksionisme ini pada Maret lalu Trump secara resmi mengumumkan ke publik untuk mengenakan tarif besar pada impor baja dan aluminium. AS mengenakan tarif 25 persen untuk baja impor dan 10 persen untuk aluminium. AS akan mengenakan tarif setidaknya 24 persen atas semua produk baja dari seluruh dunia dan 7,7 persen untuk semua produk alumunium. AS juga memberlakukan tarif 53 persen atas semua impor baja dari 12 negara.
Termasuk di dalamnya Brazil, Cina, Kosta Rika, Mesir, India, Malaysia, Rusia, Korea Selatan, Afrika Selatan, Thailand, Turki, dan Vietnam. Tarif impor sebesar 23,6 persen juga diberlakukan terhadap semua produk alumunium dari China, Hong Kong, Rusia, Venezuela, dan Vietnam. Langkah yang diambil pemerintah AS ini jelas bertentangan dengan konsep liberalisme yang dianut AS yang mengedepankan paham pasar bebas.
Namun bagi Trump yang eksentrik ini, sebagai seorang pemimpin, komit dengan janjinya di saat kampanye. Dia tidak peduli dengan reaksi dan dampak terhadap perekonomian global atas keputusannya yang telah diambilnya itu.
Sudah ditebak dan ternyata benar akan ada langkah balasan. Pada awal April 2018, Cina benar-benar melakukan pembalasan menerapkan tarif baru terhadap impor 128 produk dari AS dengan nilai 3 miliar dolar AS, pengenaan tarif impor dengan besaran 15-25 persen. Beberapa produk yang terkena tarif impor tersebut antara lain buah-buahan dan daging babi.
Kebijakan tersebut merupakan kebijakan balasan. Inilah yang kita khawatirkan bersama dan bahkan India pun sudah ikut-ikutan pula melakukan perang dagang dengan AS karena pasar India yang sangat relatif besar, ternyata kena dampak pula atas proteksionisme AS tersebut.
Kesemuanya ini tentunya berdampak kepada Indonesia. Lalu mengatasinya bagaimana? Ya, tentu ada plus minusnya. Sebab, ada kemungkinan impor barang konsumsi Cina yang dilarang AS akan menyerbu Indonesia.
Di sisi lain neraca perdagangan adalah perbandingan ekspor impor dua negara akan tambah defisit, maka berarti Indonesia lebih banyak impor dari Cina dibanding ekspor ke Cina. Di sisi lain kebijakan proteksionisme Trump ini bisa positif untuk pasar baja dan aluminium di Indonesia.
Yang menarik, di dunia ini tidak ada lagi fanatisme dari suatu mazhab ekonomi yang dianut suatu negara. Kendati sebagai kiblatnya liberalisme, ternyata AS tanpa malu juga menerapkan konsep sosialis. Itulah kenyataan yang ada.***