Riau Miliki Pengolahan Air Gambut Terbesar di Indonesia

Riau | Kamis, 05 Juli 2012 - 09:04 WIB

BUKITBATU (RP) - APAG 60 atau Alat Pengolaan Air Gambut 60 yang dipasang di Tanjungleban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau merupakan alat pengolahan air gambut terbesar di Indonesia.

Itu dikemukakan oleh Ignasius D A Sutapa, Sekretaris Eksekutif Pusat Ekohidrologi Asia Pasifik yang juga peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rabu (4/7) siang saat mengunjungi APAG 60 di Tanjungleban.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Turut hadir bersama Ignasius humas Asia Pulp and Paper (APP) Redita Soumi dan humas Arara Abadi Nurul Huda yang menjadi mitra kerja sama LIPI dalam penyediaan APAG 60.

Ignasius menjelaskan, APAG 60 mampu mengolah air gambut menjadi air bersih 60 liter per menit atau 3,6 kubik per jam. Alat serupa sebelumnya juga dibuat di Kalimantan Tengah, hanya ukurannya lebih kecil.

“Jadi di Indonesia ini alat pengolahan air gambut terbesar. Ini bisa untuk memenuhi kebutuhan 100 KK masyarakat,” ujar doktor tamatan Prancis ini.

Kerja sama untuk membuat pengolahan air gambut itu, tambahnya, sudah dilakukan sejak Mei 2011 lalu. Itu merupakan komitmen kerja sama antara LIPI, MAB Unesco dan APP sebagai komite nasional dalam penyediaan air bersih di kawasan transisi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB).

“Sejak tanggal 3 sampai 8 Juli nanti, kami melakukan sosialisasi dan pelatihan pengoperasian APAG bagi masyarakat setempat yang akan menjadi operator. Sampai bulan depan akan terus dilakukan monitoring. Baru Agustus nanti alat ini diresmikan dan diserahterimakan,” ujar Ignasius.

Sekretaris Desa Tanjungleban Umar mengungkapkan masyarakatnya sangat senang dengan adanya APAG 60 di desa mereka. “Ini seperti pucuk dicinta, ulampun tiba,” ujarnya Rabu (3/7) di kantor desa.

Masyarakat Tanjungleban memang kekurangan air bersih. Pasalnya daerah ini, sama seperti kawasan lain di Riau yang bergambut, air sungai ataupun sumurnya berasa asam dan mengandung banyak bahan organik.

Selama ini mereka hanya mengandalkan air hujan dan sebagian terpaksa menggunakan air gambut yang berbahaya untuk dikonsumsi.

“Kami baru tahu, kalau penggunaan air gambut itu berbahaya. Kami senang ada APAG 60 hasil kerja sama LIPI dan APP. Perusahaan sudah membantu memenuhi kebutuhan air bersih di desa kami,” ujarnya.

Menurut Ignasius, pemenuhan kebutuhan air bersih di Indonesia memang masih sangat kurang. Hanya berkisar 30 persen.

Bahkan di daerah pedesaan hanya 10 persen. Terutama di daerah marginal seperti daerah gambut yang banyak  di Riau.(ndi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook