PEKANBARU (RP) - Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Riau, perlu perencanaan partisipatif. Karena perencanaan pembangunan yang dirancang Pemda selama ini, dilakukan masih bersifat perencanaan dari atas (top down planning) dan sudah ketinggalan zaman.
Menurut Yesi SSos MSoc Sc, Dosen Sosiologi Fisip Universitas Riau, Sabtu (4/2), para tokoh Ormas nasional Demokrat, tiap saat sibuk menyuarakan gerakan restorasi atau perubahan masyarakat Indonesia ke arah yang lebih baik. Sepertinya mereka mengklaim selama 13 tahun gerakan reformasi masih jauh dari harapan masyarakat. Sepatutnya pula masyarakat di Riau merenungkan dan mengevaluasi, apa yang telah telah dilakukan dan apa pula langkah selanjutnya yang akan disusun agar visi dan misi pembangunan masyarakat Riau 2020 dapat tercapai.
Menilik data makro pembangunan yang telah berlangsung di Riau, termasuk di daerah-daerah selama lebih dari satu dekade sejak otonomi daerah berjalan, menunjukkan gejala bahwa pembangunan fisik, masih berkutat pada infrastruktur biaya tinggi. Juga tak langsung menyentuh kebutuhan masyarakat dan pembangunan ekonomi belum mampu menciptakan peluang kerja dan berusaha. Program pengentasan kemiskinan meredup di perjalanan, Komunitas Adat Terpencil (KAT) masih banyak terjerat kerangkeng kemiskinan dan keterbelakangan serta kebodohan.
Petani perkebun terkungkung dengan tata-niaga yang dimonopoli kapitalis, nelayan tradisional di beberapa daerah. Seperti di Rohil, Bengkalis, Meranti, Inhil, Siak dan Pelalawan, tetap bertahan dengan etika subsistensinya. Dana pembangunan pendidikan yang cukup besar masih belum mampu menampung kebutuhan pendidikan murah bagi masyarakat miskin.
Dikatakan Yesi, masalah pokoknya sederhana, karena perencanaan pembangunan yang dirancang Pemda melalui Musrenbang yang selama ini dilakukan masih bersifat perencanaan dari atas dan sudah ketinggalan zaman. Pesan pembangunan para ahli sosiologi Indonesia dengan motto Social Harmony is Beautiful yang perlu jadi kerangka berpikir lintas-pelaku (stake-holder) bahwa model pembangunan era modernisasi menempatkan masyarakat sebagai panglima, bukan sebaliknya pembangunan fisik atau ekonomi.
Dengan kata lain ungkap Yesi, trilogi pertama pembangunan kini adalah pembangunan sosial. Jika tidak, dikhawatirkan keberhasilan pembangunan fisik dan ekonomi yang telah dengan susah payah diperjuangkan selama ini akan sia-sia. Karena tiap saat dapat terancam amuk massa dan aksi gerakan protes rakyat. Untuk itu, perencanaan pembangunan yang patut dilakukan adalah strategi perencanaan pembangunan partisipatif (bottom up planning) yang menempatkan masyarakat pada posisi sentral untuk merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengevaluasi pembangunan.(dac)