SEPANJANG 2022, 4 ORANG TEWAS AKIBAT KONFLIK MANUSIA-HARIMAU

Dorong Pembentukan Unit Mitigasi Interaksi Negatif Satwa Liar Mandiri

Riau | Kamis, 05 Januari 2023 - 09:49 WIB

Dorong Pembentukan Unit Mitigasi Interaksi Negatif Satwa Liar Mandiri
Infografis (CATATAN RIAU POS/BBKSDA/ GRAFIS: AIDIL ADRI)

Sejumlah kawasan hutan di Riau masih menjadi arena konflik berdarah paling mematikan antara manusia dengan harimau di Indonesia. Sepanjang 2022 lalu tercatat, ada tujuh konflik negatif antara hewan buas tersebut dengan warga yang beraktivitas di kawasan hutan.

 


RIAUPOS.CO - Tahun lalu, dari tujuh konflik negatif antara manusia dengan harimau, enam peristiwa di antaranya merupakan serangan berdarah. Satu peristiwa lainnya tidak ada manusia yang jadi korban. Namun, dari enam rentetan serangan berdarah itu, empat nyawa manusia melayang dengan meninggalkan jasad dalam kondisi mengenaskan.

Korban tewas pertama yang terjadi pada 2022 adalah serangan harimau sumatera terhadap pekerja perkebunan akasia di Desa Simpang Gaung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) pada Sabtu (6/2/2022). Korban bernama Tugiat (42) ditemukan tewas mengenaskan.

Korban yang sehari-hari bekerja sebagai  penumbang pohon akasia milik PT Satria Perkasa awalnya dilaporkan hilang saat pergi bekerja. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan Polres Inhil mengkonfirmasi, Tugiat tewas diterkam harimau. Ada bekas cakaran dan gigitan pada jasad korban yang tidak lagi sepenuhnya utuh itu.

Sekitar dua bulan kemudian, tepatnya pada Rabu (6/4/2022), seorang petani tewas diterkam harimau di Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis. Pada kasus kedua ini, korban bernama Indra (30), ditemukan tewas mengenaskan di hutan Bagan Benio. Mayat ditemukan sekitar pukul 08.45 WIB.

Kejadian ini, seperti kejadian pertama, tidak ada saksi mata. Namun sejumlah jejak kaki harimau ditemukan tidak jauh dari penemuan mayat korban. Kondisi jasad korban yang sudah tidak utuh dan juga ada bekas cakaran dan gigitan, memperkuat bukti bahwa itu adalah serangan harimau. Mengenaskan, jasad korban ditemukan tanpa kepala.

Serangan maut harimau ketiga di Riau menimpa Sopiana Damanik (44). Sopiana yang merupakan petani penanam pohon di perusahaan kayu diterkam harimau saat sedang menemami suaminya mandi di kanal pada Jumat (19/8/2022) petang.

BBKSDA Riau mencatat, lokasi kejadian berada di Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan. Lokasi tersebut masih termasuk wilayah jelajah harimau, landskap Semenanjung Kampar yang memang merupakan kawasan konservasi harimau sumatera.

Konflik maut harimau dan manusia keempat dan yang terakhir pada 2022 terjadi di Desa Teluk Lanus, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak. Seorang penebang kayu ilegal bernama Acai (50) terkonfirmasi tewas diserang harimau.

BBKSDA Riau mencatat, Acai bersama penebang kayu ilegal lainnya sedang berada di bedeng seadanya di kawasan hutan Sungai Sebelat saat seekor harimau sumatera menyerang pada Senin (19/12/2022).

Saat kejadian, diketahui Acai sedang tidur di luar bedeng. Berdasarkan keterangan setidaknya dari dua orang saksi, Acai diseret harimau sekitar pukul 05.00 WIB sebelum akhirnya ditemukan tewas mengenaskan. Wajah dan lehernya mengalami luka berat akibat gigitan harimau.

Selain empat tragedi pilu tersebut, ada tiga lagi interaksi negatif ‘Datuk Belang’ dan ‘Cucu-cucunya’ alias manusia sepanjang 2022. Dua di antaranya nyaris berujung kematian.

Kondisi terparah dialami Adi Saputra (37), seorang pekerja perkebunan. Dirinya diterkam harimau saat sedang tertidur dalam camp di kawasan Perkebunan PT Arara Abadi Distrik Merawang, Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan pada Ahad (23/10/2022).

Adi dilaporkan diterkam harimau sekitar pukul 01.30 WIB. Berdasarkan pengakuannya, Adi melihat ada sepasang cahaya merah dari kegelapan. Ternyata itu adalah sepasang mata harimau. Namun dirinya sudah terlambat, begitu menyadari itu hewan buas, dengan satu loncatan, harimau itu sudah menerkamnya.

Tapi Adi tidak pasrah. Dia melawan hingga duel tidak seimbang itu membangunkan pekerja lainnya dan mulai mengusir harimau. Adi selamat, tapi tanpa ampun 20 luka bekas cakaran menganga membekas di tubuhnya.

Kejadian serangan harimau juga hampir merenggut nyawa Nihar (41), pekerja perkebunan akasia di Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Pelalawan. Pada Sabtu (3/9/2022) malam sekitar 22.00 WIB, Nihar ingin buang air di luar camp lalu tiba-tiba diserang harimau.

Menurut pengakuannya, saat keluar dirinya terkejut melihat seekor harimau sedang mengendap di luar camp. Harimau itu langsung refleks menyerangnya dengan dua kaki dengan kuku-kuku tajamnya langsung menancap di kepala Nihar.

Tidak tinggal diam, Nihar meronta dan berusaha melepaskan diri. Suasana duel ini membangunkan pekerja lainnya, hingga si Raja Rimba memilih melepas mangsanya itu. Korban berhasil lolos, tapi mengalami robek pada kepala bagian belakang serta luka cakar di sekitar leher, pundak hingga kaki kiri.

Satu lagi konflik yang tidak sampai memakan korban yang melibatkan harimau sumatera lagi-lagi terjadi di Bengkalis. Kali ini  kedatangan harimau berukuran tidak terlalu besar ini terekam kamera warga. Video amatir itupun viral.

Harimau dalam video tersebut terlihat mengelilingi rumah warga yang merekam video amatir tersebut. Peristiwa itu terjadi di Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Tualang Muandau, Kabupaten Bengkalis pada Rabu (6/4/2022) sore hari. Lokasi kejadian juga berdekatan dengan kawasan hutan yang dekat dengan habitat asli harimau sumatera.

Awalnya sang penghuni rumah, yang merupakan rumah pekerja kebun, melihat tiga ekor ayam lari berhamburan sambil berkokok dan berkotek keras. Menyusul beberapa detik kemudian seekor ‘’kucing’’ raksasa dengan mata tajam mendekati rumah si perekam video. Perekam video langsung panik dan berteriak menyebut ‘opung-opung’ yang bagi masyarakat batak, sebutan untuk menghormati harimau.

Terkait video tersebut, BBKSDA membenarkan bahwa hal itu merupakan interaksi negatif yang melibatkan harimau sumatera. Tidak ada korban luka dari kejadian itu, hanya beberapa ternak dilaporkan dimakan oleh satwa terancam punah tersebut. Namun petani itu langsung dievakuasi.

Untuk mencegah korban berulang, Balai BKSDA Riau terus mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak masuk ke dalam sarang harimau. Mengingat kucing besar itu akan menyerang jika terusik dan terancam di rumahnya.

Bagi pekerja perkebunan yang berada di pinggir hutan penyangga habitat harimau, hendaknya aktivitas pekerja juga menyesuaikan dengan waktu aktif harimau berburu. Selain itu, tidak dibenarkan pekerja keluar sendirian, setidak tiga orang.

Kepala BBKSDA Riau Genman S Hasibuan menjelaskan, setiap kejadian pihaknya bersama pihak terkait seperti TNI, Polri, hingga masyarakat setempat telah dan selalu melakukan upaya mitigasi dan pencegahan. Mulai dari patroli bersama di lokasi kejadian, pemasangan kamera trap untuk mengetahui individu harimau konflik hingga melakukan sosialisasi.

‘’Kami selalu mengimbau masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di tempat-tempat yang merupakan habitat satwa liar berbahaya. Tidak melakukan perusakan di habitat satwa liar, seperti perambahan hutan hingga illegal logging. Terpenting, tidak melakukan perburuan satwa liar yang merupakan satwa mangsa bagi harimau sumatera,’’ ungkapnya pada Selasa (3/1).

Menghadapi potensi konflik yang sama pada 2023 ini, Genman menyebutkan, BBKSDA Riau ke depannya bersama para pihak tersebut akan terus mendorong terbentuknya unit-unit mitigasi interaksi negatif satwa liar secara mandiri.

‘’Ini akan kami intensifkan hingga ke tingkat desa yang rawan dengan keberadaan satwa liar. Beberapa unit mitigasi di tingkat lokal telah terbentuk secara mandiri oleh pemda dan masyarakat, sehingga kami akan lebih mendorong kembali unit-unit tersebut tumbuh di lokasi-lokasi yang rawan keberadaan satwa liar,’’ terang Genman.

Sementara itu, tambah Genman, BBKSDA Riau akan terus berkoordinasi dengan pemegang konsesi dan HGU agar ikut berpartisipasi aktif mencegah dan menangani timbulnya interaksi negatif manusia dan satwa liar di wilayah masing-masing. Baik dengan membentuk unit-unit mitigasi maupun membangun adaptasi keberadaan satwa liar. Hal itu, kata Genman, termasuk soal penerapan SOP berusaha yang berkesesuaian dengan keberadaan satwa liar.(end)

Laporan HENDRAWAN KARIMAN, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook