PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sepanjang tahun 2015, Lembaga kemitraan sosial Scale Up Riau mencatat telah terjadi 55 konflik Sumber Daya Alam (SDA) di Provinsi Riau. Jumlah tersebut sedikit menurun dibanding dengan yang terjadi pada tahun sebelumnya, yakni 60 titik kasus pada tahun 2014 silam.
Dari data yang diberikan oleh Scale up kepada Riau Pos, konflik SDA terbanyak terjadi di Kabupaten Pelelawan dan Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Yakni terdapat 9 titik konflik SDA pada kedua daerah tersebut. Yang mana, kebanyakan konflik yang terjadi merupakan pertikaian antara masyarakat dengan perusahaan pengolah perkebunan.
Baik perkebunan kelapa sawit, konflik perhutanan dan konflik tapal batas. Namun angka penurunan konflik yang terjadi sepanjang 2015 belum cukup memuaskan. Yang mana penurunannya hanya beberapa persen saja. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Scale Up Riau, Harry Octavia ketika dikonfirmasi Riau Pos, Senin (4/1).
Ia mengatakan, konflik SDA yang terjadi di antaranya disebabkan oleh minimnya konsistensi Perusahaan pengelola SDA dalam upaya pencegahan konflik.”Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan masing-masing group perusahaan menyebutkan akan menghormati hak asasi manusia, menghormati hak-hak masyarakat, menyelesaikan konflik dengan bertanggung jawab. Namun masih banyak yang tidak bertanggung jawab,”katanya.
Seperti halnya yang dialami oleh Warga Desa Lubuk Kembang Bunga, Kabupaten Pelelawan. Yang mana pada tahun 2015 lalu sempat terjadi pengrusakan rumah warga oleh oknum perusahaan. Sedikit mengingatkan kembali pada saat itu setidaknya ada 37 rumah warga yang dibakar, 11 unit kendaraan sepeda motor dibakar dan 9 unit sepeda motor lainnya dirusak oleh oknum perusahaan yang berlawanan dengan masyarakat.
Masih dikatakan Harry, hal tersebut merupakan segelintir contoh konflik yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam. Masih banyak beberapa konflik yang telah terjadi. Yang mana selain merugikan SDA Riau juga merugikan masyarakat setempat.(cr2)