KOTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru melalui Badan Kepegawaian Pengembangan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) menunjuk Sekretaris Lurah (Seklur) Sidomulyo Barat Widya Putri Hastin sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Sidomulyo Barat. Penunjukan tersebut dilakukan setelah oknum lurah di sana terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Polda Riau beberapa waktu lalu.
Kepala BKPSDM Pekanbaru Masykur Tarmizi mengatakan, penunjukan Plt Lurah Sidomulyo Barat tersebut dilakukan agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu. Saat ini, SK penunjukan Plt lurah tinggal menunggu tanda tangan Wali Kota Pekanbaru.
“Kami putuskan untuk sementara jabatan Lurah Sidomulyo Barat di-Plt-kan kepada Widya Putri Hastin yang sebelumnya menjabat sekretaris lurah,” kata Masykur, Senin (3/12).
Lebih lanjut dikatakannya, pihaknya berharap agar pejabat yang ditunjuk bisa menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya sebelum pejabat definitif ada. Ia berharap tidak ada lagi informasi-informasi terkait pegawai yang tersangkut masalah hukum.
“Harapan kami, pejabat yang ditunjuk bisa bekerja dengan baik dan amanah. Jangan lagi, apa yang sudah dilakukan pejabat sebelumnya, terulang kembali. Layani masyarakat dengan baik, tanpa harus meminta imbalan,” harapnya.
Sedangkan untuk penunjukan pejabat definitif Lurah Sidomulyo Barat, pihaknya masih menunggu arahan dari Wali Kota Pekanbaru. Karena untuk pengisian pejabat di bawah eselon II, bisa dilakukan Wali Kota tanpa meminta arahan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
“Untuk pengisian jabatan definitif, kami masih menunggu arahan pimpinan dalam hal ini Pak Wali Kota. Yang jelas, agar pelayanan tidak terganggu, makanya kami Plt-kan sementara jabatan lurah di sana,” jelasnya.
Kejati Terima SPDP Oknum Lurah Pungli
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menerima Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) kasus operasi tangkap tangan (OTT) Lurah Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan. Saat ini, jaksa tengah menunggu pelimpahan berkas perkara atas tersangka Raimon dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Muspidauan ketika dikonfirmasi membenarkanya. Dia menyebut, penyerahan SPDP itu dilakukan penyidik Polda pada, Senin (3/12). “Hari ini (kemarin, red), SPDP-nya masuk dari penyidik Polda,” ujar Muspidaun.
Terhadap SPDP itu, kata Muspidauan, Kejati Riau akan menerbitkan P-16. Administrasi tersebut sebagai surat perintah penunjukan jaksa peneliti untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tersebut. “Siapa-siapa saja jaksanya, tergantung P-16 yang dikeluarkan pimpinan Kejati,” paparnya.
Ditambahkannya, jaksa peneliti itulah yang nanti bertugas melakukan penelaah kelengkapan berkas perkara, baik syarat formil maupun materiil yang dilimpahkan penyidik Polda Riau. Mengenai kapan berkas itu dilimpahkan atau tahap I, tergantung dari penyidiknya.
“Kemungkinan tidak akan lama (pelimpahan, red). Karena tersangka (Raimon, red) suda ditahan, penyidik pastinya menggesa sebelum masa penahanan habis,” kata mantan Kasi Datun Kejari Pekanbaru itu.
Untuk diketahui, pengungkapan kasus pungutan liar (pungli) itu berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/616/XI/RES.1.19/2018/RIAU/Reskrimsus, terkait Lurah Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan meminta uang sebesar Rp10 juta agar surat keterangan ganti rugi (SKGR) yang diurus ditandatangani.
Atas laporan itu, Satgas Saber Pungli Ditreskrimsus Polda Riau melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap Raimon di salah satu warung kopi Jalan Soekarno-Hatta. Dari tangan tersangka diamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp10 juta yang disimpan di bawah jok sepeda motor berplat plat merah. Saat diperiksa, Raimon juga mengaku telah meminta uang Rp25 juta kepada penjual tanah, namun hanya diberi Rp23 juta.
Dari hasil penyidikan, diketahui uang hasil kejahatan tersebut digunakan Raimon untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam melakukan pemerasan kepada masyarakat, oknum ASN melakukannya seorang diri tanpa ada keterlibatan pihak lain.
Atas perbuatannya, Lurah Sidomulyo barat itu dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-undang (UU) Nomor 20/2001 perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan ancaman hukumanya pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.(sol/rir)