Diisi Dialog dan Fatwa Peradaban Melayu

Riau | Sabtu, 03 November 2012 - 09:03 WIB

PEKANBARU (RP)- Helat Budaya di Tepian Langit: Ketika Laut Embun Bercerita yang insya Allah akan diadakan pada 3-4 November 2012 di Desa Rantaubaru, Kecamatan Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan bukan hanya setakat kumpul seniman lalu menampilkan karya seni mereka semata. Tapi juga bakal diisi dengan dialog dan fatwa peradaban Melayu.

‘’Pada sesi fatwa peradaban ini bakal tampil resi kebudayaan Melayu Riau yaitu Prof Dr Yusmar Yusuf MPsi. Guru besar Universitas Riau itu akan membentangkan pikiran kemelayuannya secara lengkap pepat serta pandangan beliau tentang sudah sejauh mana perkembangan dan capaian pembangunan kebudayaan Melayu Riau selama ini. Apakah usaha-usaha selama ini sudah mendekati visi Riau 2020 atau seperti apa?’’ ujar ketua panitia, Griven H Putera, Jumat (2/11).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Para seniman dan budayawan rencana akan tampil pada Sabtu (3/11) pukul 20.00 WIB di pentas yang berlatar belakang Sungai Kampar.

Sedang di sesi dialog, lanjutnya, akan tampil HM Harris dan H Annas Maamun yang dimoderatori oleh anak jati Rantaubaru itu sendiri.

Sesi dialog ini mengambil tajuk tentang Ihwal Peta Pembangunan Kebudayaan Melayu Riau ke Depan.

Pada sesi ini kelihatannya bakal terjadi diskusi seru karena dua peneraju kabupaten di Riau ini bakal bertelagah pikiran dan cita-cita, bagaimana kesungguhan mereka tentang kebudayaan Melayu ke depan.

 ‘’Apakah keinginan untuk membangun kebudayaan Melayu Riau hanya slogan seperti yang sudah-sudah atau malah ada terobosan dan langkah baru yang mangkus yang bakal dicetuskan oleh dua tokoh Melayu Riau tersebut,’’ tutur Griven tentang helat budaya yang juga disponsori oleh Yayasan Sagang tersebut.

Kalau tak aral berat, demikian Griven, dua tokoh Riau itu bakal membuat komitmen dan langkah baru dalam rangka memajukan kebudayaan Riau menuju peradaban yang ranggi.

Di antaranya, pertama bagaimana kesungguhan mereka berdua untuk memajukan seni adat-budaya di kampung-kampung.

Kedua, bagaimana menjadikan kota-kota yang mengelilingi Pekanbaru sebagai tempat alternatif untuk menjadi pusat nurani Melayu.

Karena Pekanbaru sudah hiruk pikuk dengan dunia materialisme yang tak berampun.

‘’Kita berharap dua tokoh ini bakal memberikan pikiran yang cemerlang demi memajukan kebudayaan Melayu ke depan,’’ kata penulis cerbung ‘’Malin Bonsu’’ ini.

Soal materi acara, menurut Griven, sudah dirancang dalam beberapa sesi. Di antaranya penampilan dendang nyanyi panjang, simak puisi, hentak musik, bentang cerpen, selengkok tari, tunjuk teater dan kumandang syair,’’ tuturnya.(nhk)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook