Laporan EVI SURYATI dan JUPRISON, Bengkalis dan Telukkuantan redaksi@riaupos.co
Nasib ribuan petani karet di Bengkalis semakin terpuruk, menyusul jebloknya harga jaret sejak sebulan terakhir.
Jika awal hari raya Idul Fitri lalu harga perkilo karet (ojol) masih di kisaran harga Rp5.000-Rp6.000/Kg, sekarang hanya tinggal Rp3.000/kg.
Harga tersebut menjadi yang terendah sejak 10 tahun terakhir. Petani di Bengkalis sempat mengecap masa terbaik ketika harga perkilo karet mencapai Rp20 ribu kendati hanya beberapa pekan saja.
‘’Mestinya paling rendah pun harga karet masih sebanding dengan harga 1 kg beras. Kalau sekarang, satu kilo ojol hanya bisa untuk membeli 2,5 ons beras saja,’’ keluh Sudin, warga Teluk Pambang, Ahad (2/9).
Sebagian petani karet yang memiliki penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga bisa tetap menakik karet dengan menyimpan karet atau ojol di kolam-kolam penyimpanan. Saat harga karet kembali naik, mereka baru akan menjualnya.
‘’Kalau pateni karet punya penghasilan lain atau kerja lain selain menakik karet. Misalnya masih punya kebun kelapa atau lainnya. Kalau hanya manekik karet menjadi satu-satunya mata pencaharian keluarga, macam mana mau menyimpan ojol, mau makan apa,’’ keluh Sudin.
Kondisi paling miris bagi petani karet yang selama ini mengambil upah (membagi dua) di kebun karet milik orang lain.
Dengan harga karet Rp3000/kg, para pengambil upah hanya kebagian Rp1500/Kg. Nilai tersebut sangat tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan dan hasil yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.
‘’Tak semua petani karet di Bengkalis dan Bantan ini menakik atau mengelola kebun karet mereka sendiri. Sebagian mereka mengambil upah di kebun milik orang lain. Bisa dibayangkan kalau mereka hanya mendapat Rp1500/Kg. Cukup untuk apa nilai segitu. Apatah lagi, harga-harga kebutuhan pokok terus melambung,’’ ujarnya lagi.
Sementara itu, Rahmah (60) warga Kembung Luar sejak beberapa hari lalu sibuk mengutip buah pinang sekiling rumahnya yang mulai berjatuhan. Hasil buah pinang tersebut biasanya cukup untuk membeli bumbu dapur rumahnya.
‘’Kalau hanya berharap dari kebun karet tua empat jalur yang ditoreh orang, rasanya tidaklah cukup. Makanya sejak beberapa hari lalu saya mengumpulkan buah pinang yang masak dan mulai jatuh. Walau jumlahnya tidak seberapa, tapi cukuplah buat beli garam dapur,’’ katanya.
Kondisi petani karet saat ini bukan hanya dihadapkan dengan jebloknya harga karet di pasaran, tapi juga musim penghujan yang mulai turun.
‘’Sebagian warga terpaksa memilih menjadi kuli bangunan di Bengkalis, karena kalau hanya mengharapkan pekerjaan proyek yang masuk ke kampung jumlahnya juga tidak seberapa,’’ kata Mazlan pula.
Di Taluk Kuantan, harga karet di tingkat petani terus mengalami penurunan, dari Rp20 ribu, sekarang anjlok ke harga Rp6 ribu per kilogram.
Kondisi ini telah berlangsung lama dialami para petani karet di Kuansing.
“Sungguh jauh turunnya harga karet sekarang. Tak sampai lagi Rp10 ribu per kilonya,” ujar Surdi, salah seorang petani karet asal Pangean yang ditemui Riau Pos di Teluk Kuantan, Sabtu (1/9) kemarin.
Seolah sudah menjadi tradisi, menjelang lebaran dan pacu jalur harga jual karet rakyat biasanya selalu jatuh. Berbagai prediksi yang berkembang di tengah masyarakat, anjloknya harga jatuh ini disengaja oleh pedagang-pedagang karena mereka diminta donasi untuk membiayai pacu jalur dan sebagainya.
Anjloknya harga karet memang dirasakan oleh warga sebelum lebaran. Harganya sudah jatuh di bawah Rp10 ribu, bahkan ada yang sudah mencapai Rp6 ribu hingga Rp7 ribu per kilogram. Sebelumnya, harga karet selalu mencapai di atas Rp10 ribu, bahkan mencapai Rp20 ribu. Jika harga karet di atas Rp10 ribu per kilogram, barulah warga dan petani karet dapat hidup dengan layak.
“Harga karet di Kopah antara Rp8 ribu sampai dengan Rp9 ribu. Anjloknya harga karet juga disebabkan oleh kemarau panjang, sehingga getah karet tidak lagi ada. Sudahlah harganya anjlok produksinya juga jauh berkurang,” ujarnya Hendi, warga Kopah, Kuantan Tengah.
Diakuinya, jatuhnya harga karet sudah mulai dirasakan warga dua bulan sebelum lebaran dan pacu jalur. Dirinya juga tidak tahu penyebab jatuhnya harga karet tersebut. Ada yang bilang karena untuk pacu jalur, ada juga yang menyebutkan karena hukum dagang. Yang jelas, katanya, harga karet saat ini sedang jatuh.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kuansing, H Wariman DW SP yang dikonfirmasi wartawan mengakui anjloknya harga karet. Namun Wariman mengingatkan, bahwa harga karet ditentukan oleh mekanisme pasar dan bukan oleh pemerintah.
“Kalau permintaan karet tinggi dari pembeli di luar negeri tentu saja harga karet akan tinggi pula. Karena produksi karet banyak diekspor keluar,” ujarnya.
Setahu dirinya, harga karet yang anjlok saat ini dipengaruhi krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan juga Amerika.
Karena terjadi kelesuan perdagangan dan industri di kawasan ini mengakibatkan industti banyak yang tiarap atau mengurangi produksinya.
Industri tiarap karena daya beli masyarakat di kawasan ini juga rendah akibat krisis ekonomi.
Kalau daya beli masyarakat di Eropa, AS dan dunia internasional berkurang, tentu saja industri-industri yang berbahan baku karet juga mengurangi permintaan karet dari negara penghasil karet seperti Indonesia.
Faktor ini merupakan salah satu penyebab harga karet anjlok. Karena itu, dirinya sedikit menepis anjloknya harga karet karena pacu jalur dan sebagainya, di mana pedagang karet diminta sumbangan untuk membiayai pacu jalur. (muh)