SELATPANJANG (RP) — Langka dan mahalnya bahan bakar terutama jenis premium di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti mulai dikeluhkan warga. Bahkan warga harus rela merogoh kocek Rp30 ribu untuk membeli satu liter premium.
‘’Sudah parah ni, pak. Masa per setengah liter minyak (premium, red) bisa mencapai Rp15 ribu. Tapi bagaimana lagi, mau tak mau kami terpaksa beli. Kalau tidak, sepeda motor kami tak bisa jalan,” ungkap Idon warga Rintis, Selatpanjang mengadu kepada Riau Pos, Selasa (2/7).
Menurutnya, pengecer mengaku bahwa premium yang dijual tersebut adalah premium yang dibeli dari Sungai Apit, Kabupaten Siak. “Setelah kami protes, kata penjual minyaknya bukan dari Selatpanjang, tapi dari Sungai Apit,” tutur idon kesal.
Pantauan Riau Pos, warga di Selatpanjang memang banyak membicarakan masalah ketersediaan BBM. Menyusul tindakan Agen Penyalur Minyak Subsidi (APMS) CV Ilham Bersaudara atau yang paling dikenal dengan sebutan APMS Swarjan yang berlokasi di Kecamatan Tebing Tinggi Barat yang tidak mengambil jatah BBM dari Pertamina. Akibatnya, stok BBM di daerah kepulauan itu pun terbatas.
Harga premium Rp6.500 per liter, di Selatpanjang minimal dijual Rp8.000 per liter. Itu pun harus rela antre panjang. Banyak juga pengecer yang menjual antara Rp15 ribu sampai 30 ribu per liter.
Kepala Dinas perindustrian, perdagangan, koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kepulauan Meranti Syamsuar Ramli SE mengakui bahwa pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebab APMS Swarjan memang tidak berniat untuk menjalankan amanah untuk mendistribusikan minyak milik masyarakat yang dititipkan kepadanya.
“Kita sudah melayangkan surat peringatan beberapa kali kepada pihak APMS Swarjan, namun tak pernah ditanggapi. Kami undang rapat tidak pernah hadir, kami kontak tidak bisa. Termasuk mendatangi ke rumahnya tidak pernah berada di tempat. Sementara jatah minyak yang seharusnya diambil dari Pertamina dan segera disalurkan tidak dilaksanakan. Makanya terjadi krisis minyak seperti saat ini,” katanya kesal.
Dibeberkannya bahwa jatah minyak yang seharusnya diambil dari pertamina dan disalurkan segera kepada masyarakat adalah sebanyak 140 kiloliter.
“Alokasi BBM untuk APMS Swarjan ini berjumlah 140 KL. Dari jumlah tersebut, 100 KL untuk premium dan 40 KL lagi untuk BBM jenis Solar. Sementara quota untuk Meranti hanya berjumlah 785 KL jenis premium dan 495 KL jenis solar. Itu sudah termasuk APMS Swarjan. Dengan tidak beroperasinya APMS Swarjan, maka kepeluan BBM di Kecamatan Tebing Tinggi Barat terpaksa dipenuhi dari APMS yang ada di Selatpanjang, makanya terjadi kekurangan (kelangkaan) BBM,’’ ujarnya.
Kelalaian APMS Swarjan, kata Samsuar, bukan saja berdampak pada kelangkaan BBM saja, tetapi juga berdampak pada realisasi BBM pada akhir tahun.
Artinya, terdapat sisa kuota BBM dari alokasi yang diberikan sehingga timbul kesan Kabupaten Kepulauan Meranti terdapat kelebihan kuota BBM.
Kondisi ini jelas akan menjadi pertimbangan dalam pengajuan penambahan kuota BBM untuk Kepulauan Meranti oleh BPH Migas.
‘’Bisa-bisa penambahan kuota BBM yang kita ajukan tidak diterima. Tapi kita juga sudah ajukan surat kepada Sales Manager PT Pertamina (Persero) Region I Pekanbaru untuk memberikan sanksi tegas kepada APMS Swarjan berupa pencabutan/pengalihan seluruh atau sebagian alokasinya kepada APMS lain di Meranti. Kita juga meminta Pemkab Meranti agar segera mencabut izin usahanya,’’ tegas Samsuar.
Sebelum kenaikan BBM ditetapoleh oleh pemerintah pusat, Samsuar mengaku pihaknya dari jauh-jauh hari telah melakukan berbagai upaya.
Selain melakukan pengecekan secara rutin di lapangan, juga mengadakan pertemuan resmi dengan sejumlah instansi termasuk seluruh pengurus/pemilik APMS di Meranti.
Dari pertemuan itu hanya pemilik/pengelola APMS Swarjan yang tidak hadir. Bahkan, saat ini pihaknya telah kehilangan kontak dengan pengelola APMS tersebut karena sulit dihubungi ataupun ditemui.
Pihak APMS Swarjan hingga kini belum juga bisa dihubungi terkait tidak mengambil jatah minyak yang seharusnya diambil dan didistribusikan kepada seluruh masyarakat.(amy)