300 Ton Bibit Padi Tak Tersalur ke Riau

Riau | Senin, 02 September 2013 - 10:13 WIB

Laporan Ali Nurman, Pekanbaru ali-nurman@riaupos.co

Penyidik Kejaksaan Agung yang diturunkan ke Riau untuk menangani dugaan korupsi pengadaan bantuan langsung benih unggul (BLBU) Kementerian Pertanian menemukan  ada sekitar 300 ton bibit padi hibrida senilai Rp3 miliar tidak tersalur sampai ke Riau.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pemeriksaan yang dilakukan marathon selama sepekan terakhir terhadap seluruh kepala dinas pertanian yang ada di Riau, difokuskan pada barang penyaluran BLBU tersebut.

‘’Ada dua puluh lebih yang sudah diperiksa. Baik Kadistan di Riau maupun pemeriksa barang. Dari keterangan yang kita himpun, ada 300 ton bibit padi hibrida yang tidak tersalur ke Riau. Nilainya sekitar Rp3 miliar,’’ ungkap Ketua Tim Penyidik Kejagung Adi Nuryadin Sucipto SH MH kepada wartawan, Ahad (1/9) memaparkan dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp27 miliar ini.

Meski terdapat temuan adanya bibit yang tak tersalur ke Riau, Adi mengungkapkan belum ada indikasi terlibatnya kepala dinas pertanian Riau.

‘’Penyidik hanya mengkroscek penyaluran BLBU di Riau. Berapa selisih yang disalurkan dan berapa yang tidak. Terkait indikasi keterlibatan sampai saat ini belum ada. Namun, laporan pemeriksaan nanti akan dievaluasi lagi,’’ paparnya.

Sebelumnya diberitakan, tim penyidik dari Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Kepala Dinas Pertanian Riau Ir Basriman MT, Senin (26/8) sebagai saksi dalam kasus dugaan mark up pengadaan bantuan langsung benih unggul (BLBU) paket I di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.

Selain Barisman,  turut diperiksa Mantan Kadis Pertanian Inhu Ir Johansen, dan Kadis Pertanian Kampar Wesrizal. Ketiganya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.

Dijelaskannya, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BLBU ini, Kejagung menetapkan tersangka Direktur PT Hidayah Nur Wahana berinisial S dan korlap pengadaan M.

Dalam pengadaan ini di Paket I ada delapan provinsi yang mendapatkan bantuan, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Aceh dan Bangka Belitung.

Dugaan pelanggaran yang terjadi di dalam penyaluran ini terdapat mark up volume realisasi yang ril diterima dengan yang diajukan oleh perusahaan.

Anggaran pengadaan tersebut sebesar Rp209 miliar saat penandatanganan kontrak. Namun, di adendum menjadi Rp196 miliar.

Dengan realisasinya hanya 63-68 persen. Perkiraan awal, kerugian negara terjadi Rp27 miliar dari data lima provinsi.

Dari pemeriksaan tim Kejagung, diduga data petani yang menerima bantuan benih ditandatangani fiktif. Ini dilakukan oleh oknum perusahaan pemenang tender pengadaan BLBU.(yls)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook