Indonesia memiliki keanekaragaman burung yang tinggi. Hal ini terbukti dari catatan dunia ilmiah tahun 2009 yang menyatakan bahwa jenis burung yang terdapat di Indonesia adalah 1598 jenis.
Dari jumlah tersebut banyak terdapat jenis burung yang khas dan tidak ditemukan di belahan dunia lain.
Namun kelestarian burung sangat berpengaruh terhadap kelestarian hutan. Jumlah areal luasan hutan yang semakin berkurang dengan adanya kegiatan illegal loging maupun izin pemanfaatan hutan secara tak terkendali dapat mengancam keberadaan fauna burung.
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (CB GSK-BB) merupakan salah satu hutan yang masih tersisa di Provinsi Riau. Keberadaan GSK-BB sangat berperan penting dalam menjaga kelestarian keanekaragaman burung.
Bahkan GSK-BB juga merupakan salah satu tempat persinggahan bagi burung-burung yang berasal dari Negara-negara subtropis seperti Jepang, pada saat musim dingin.
Masih banyaknya ancaman perambahan hutan di GSK-BB juga menjadi ancaman bagi spesies burung yang ada di Riau. “Hutan alam di wilayah inti Cagar Biosfer GSK-BB merupakan tempat atau rumah bagi banyak spesies burung hutan yang bergantung pada hutan alam tersebut.
Beberapa diantaranya bahkan mengalami resiko penurunan populasi. Berdasarkan hasil pengamatan selama 1 tahun terakhir ini jumlah spesies burung yang dijumpai di wilayah GSK-BB khususnya daerah Suaka Margasatwa Bukit Batu yaitu 172 spesies burung,” jelas Dendy Sukma Haryadi, mahasiswa Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang baru saja menyelesaikan program studinya.
Dendy juga menambahkan, bahwa spesies-spesies burung hutan (burung spesialis hutan alami) tidak dapat dijumpai pada wilayah zona transisi dan zona penyangga dari cagar biosfer GSK-BB dimana vegetasi yang dijumpai merupakan vegetasi antropogenik (vegetasi yang telah berbeda dari kondisi alaminya karena ada campur tangan manusia, red).
Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi antropogenik tidak dapat mendukung kebutuhan hidup dari spesies burung hutan. Sementara hutan di Indonesia mengalami deforrestasi mencapai 3,22 persen per tahun pada periode 1997 sampai 2005 yang tentunya sangat mempengaruhi kelestarian burung-burung di Indonesia.
Menilik keanekaragaman jenis burung yang masih tersisa di GSK-BB, Dendy menyatakan bahwa dari 172 jenis burung yang dijumpai di GSK-BB saat ini, 3 spesies tercatat sebagai “vulnerable species”atau spesies yang menghadapi resiko kepunahan yang tertinggi.
Selain itu International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN)Red List 2011 juga mencatat,adanya spesies burung Puyuh hitam (Melanopedrix niger), Sempidan merah (Lophura erythrophthalma) dan Empuloh paruh-kait (Setornis criniger), dan 32 spesies lainnya masuk dalam kategori “Near-threatened species” atau spesies yang hampir punah seperti Betet ekor panjang, Nuri tanau, Kadalan beruang, Luntur Kasumba, Luntur Diardi, Luntur Putri, Julang jambul hitam, Kangkareng hitam, Enggang cula, Enggang papan, Rangkong gading, Takur, Caladi badok, Sempur hujan darat, Sepah tulin, Cipoh jantung, Cica daun kecil, Cucak rumbai kuning, Brinji bergaris, Pelanduk merah, Pelanduk dada putih, Asi topi jelaga, Asi besar, Asi dada kelabu, Kucica ekor kuning, Seriwang jepang, Pentis kumbang.
Besarnya keanekaragaman burung yang terdapat di GSK-BB tak lepas dari syarathidup ideal bagi burung-burung yang masih dimiliki oleh GSK-BB. (diah-gsj/dac)