KASUS COVID-19 DI RIAU MAKIN LIAR

Perlu Kolaborasi Kendalikan Penularan

Riau | Sabtu, 19 September 2020 - 10:50 WIB

Perlu Kolaborasi Kendalikan Penularan
ILUSTRASI (DOK.RIAUPOS)

PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - KASUS pasien positif Covid-19 di Provinsi Riau tidak juga melandai. Terhitung Jumat (18/9), kasus positif bertambah 225 orang. Alhasil total positif di Riau mencapai 4.867 orang. Ada pun pasien yang sembuh mencapai 2.012.

Sedangkan pasien positif yang meninggal bertambah tiga orang. Totalnya menjadi 95 orang.


Meningkatnya penyebaran Covid-19 di Bumi Lancang Kuning memantik kekhawatiran semua pihak. Apalagi wabah ini juga telah merenggut nyawa setiap hari. Pemprov Riau mau pun kabupaten/kota diminta sigap dan membuat kebijakan yang komprehensif dalam menangani pandemi ini.

Juru Bicara Tim Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Riau dr Indra Yovi pekan lalu mengatakan, saat ini tren penambahan pasien positif terbanyak di Kota Pekanbaru. Untuk itu, daerah ini perlu mendapat perhatian utama.

"Tapi di Pekanbaru, penambahannya luar biasa. Karena penularannya sudah liar, kami tidak tahu dari mana penularannya," katanya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Riau Khairul Amri menilai penyebaran di Riau semakin liar, terutama di Kota Pekanbaru.

"Di Pekanbaru saja misalnya, pemko sudah meminimalisir dengan sebuah kebijakan untuk menekan angka itu, namun kita lihat belum maksimal. Nah, kapan kebijakan dikatakan maksimal, yaitu jika tujuannya sudah tercapai," kata Khairul Amri MSi kepada Riau Pos, Jumat (18/9).

Saat ini, wabah Covid-19 juga sudah memunculkan klaster-klaster baru, paling banyak sekarang yaitu klaster keluarga. Untuk itu, Khairul juga meminta Pemprov Riau sebagai decision maker untuk membuat kebijakan yang kolaboratif, tentunya melibatkan pemerintah di kabupaten/kota.

"Karena hari ini, masing-masing daerah beragam soal kenaikan jumlah pasien. Makanya perlu strategi dan kebijakan juga. Namun angka tertinggi masih di Pekanbaru, tak bisa dipungkiri, karena ini ibukota dan pusat ekonomi di Riau," ungkapnya.

Namun yang pasti, menurutnya di sinilah peran Gubri sebagai fasilitator dan komunikator sehingga bisa menciptakan suatu kebijakan yang kompeherensif, sehingga dampaknya maskimal dan luas.

"Perlu ada strategi yang matang. Sekarang, tenaga kesehatan sudah banyak bertumbangan. Kita harus bisa memprediksi segala kemungkinan yang bakal terjadi. Harus direncanakan hari ini, dipersiapkan. Jangan ketika sudah terjadi, maka kita panik semua," ujarnya.

Makanya, Khairul juga menyarankan agar pemerintah dapat mengidentifikasi masalah. Terutama apa yang bakal terjadi ke depan harus dipersiapkan solusinya sejak dini.

"Jangan ketika sudah terjadi, kita kebingungan. Harus ada strategi kedua, langkah antisipatif, supaya hal itu tak terjadi. Dan kalau terjadi tentu harus punya langkah yang dilakukan, yaitu planing B. Pemprov adalah leading sektor, jadi kolaboratif government itu sangat penting diterapkan dalam penanganan Covid-19 ini," tuturnya.

Untuk masyarakat juga, dosen Universitas Riau ini menerangkan, bahwa berhasilnya sebuah kebijakan itu tergantung masyarakatnya.

"Masyarakat bukan objek, tapi adalah subjek dalam kebijakan ini. Untuk mengantisipasi penyebaran yang semakin liar," katanya.

Harapannya, kepada masyarakat berhasilnya kebijakan atau tidak itu tergantung masyarakat. "Jadi kebijakan itu, kalau masyarakat tertib tujuan kebijakan itu pasti tercapai," katanya.

Belum terjalinnya kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ini bisa dilihat dari realisasi dana Covid-19 di Pemprov Riau. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Riau Indra dalam percepatan penanganan Covid-19 mengatakan, Pemprov Riau menganggarkan dana sebesar Rp474 miliar. Anggaran tersebut dipakai untuk tiga kegiatan. Yakni untuk penanganan kesehatan yang diposkan di Dinas Kesehatan dan RSUD, pemulihan ekonomi di Dinas Perdagangan dan Koperasi, dan  anggaran jaring pengaman sosial.

"Realisasi anggaran tersebut sampai saat ini sebesar 48 persen, realisasi tersebut memang cukup lambat, mengingat penggeseran anggaran sudah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu. Lambatnya realisasi dikarenakan adanya kehati-hatian dari pemerintah dalam merealisasikan anggaran," sebutnya.

Selain faktor kehati-hatian, faktor lambatnya usulan dari pemerintah kabupaten/kota terutama dalam hal dana jaring pengaman sosial juga cukup berpengaruh. Lambatnya pengajuan tersebut juga dikarenakan tidak lengkapnya administrasi.

"Seperti dana untuk jaring pengaman sosial kemarin, ada daerah yang sudah mencairkan hingga dua tahap. Justru ada daerah yang belum mengajukan sama sekali," ujarnya.

Padahal kalau adanya kolaborasi Pemprov Riau dengan pemerintah kabupaten/kota tentunya penyerapan anggaran ini akan lebih maksimal.

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook