Pasalnya, Hakim Ketua Saut Maruli Tua dan dua hakim anggota Asep Koswara dan Hendri mengalami perbedaan pendapat dalam memutuskan hukuman kepada Kuswan. Dari jalannya persidangan, Hakim ketua menyatakan perbuatan terdakwa tidak melanggar dakwaan primair dan subsidair yang dijerat JPU. Namun, dua hakim anggota lainnya menyatakan terdakwa secara sah dan menyakinkan bersalah sehingga harus divonis penjara.
Firdaus mengatakan seharusnya jika salah satu kliennya majelis hakim dihadapkan dengan dissenting opinion, maka dua terdakwa lainnya harusnya juga sama. ’’Apalagi terakhir ada pendapat yang berbeda, dissenting opinion. Seharusnya kalau ada satu pendapat yang berbeda, yang lainnya juga begitu. Karena poinnya kan sama itu,’’ paparnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, akan segera menyiapkan materi memori banding dan diajukan ke tahan peradilan selanjutnya, Pengadilan Tinggi Pekanbaru. ’’Kita akan siapkan materi memori bandingnya,’’ imbuh Fidaus.
Terpisah, JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru juga menyatakan banding atas putusan tersebut. ’’Kita juga banding,’’ tegas JPU Oka Regina.
Selain tiga dokter, vonis juga dijatuhkan kepada Yuni Efrianti. Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) itu juga dinyatakan bersalah dan divonis 14 bulan penjara. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta subsider 3 bulan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp66 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sementara terdakwa lainnya, Mukhlis juga divonis yang sama dengan mantan pimpinannya di CV PMR. Dia juga dibebankan membayar denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan, dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp90 juta. Khusus Mukhlis, sidang putusannya telah disampaikan pada persidangan sebelumnya.
Diketahui, berdasarkan surat dakwaannya, JPU menyebut perbuatan para terdakwa terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di RSUD AA Riau.
Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktris CV PMR, Yuni Efrianti Selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan.
Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianti melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.
Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah, saksi Firdaus. Tindakan terdakwa melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Menurut JPU, CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.