PENGALAMAN MENDAMPINGI ISTRI MELAHIRKAN DI AIR

Suami Lebih Cemas dari Istri

Riau | Senin, 02 Januari 2012 - 10:43 WIB

Laporan JARIR AMRUN, Pekanbaru jarir@riaupos.com

Tidak semua ibu pernah mengalami melahirkan di air (waterbirth), hal ini tentu menjadi tanda tanya bagi ibu yang akan melahirkan di air.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pada Rabu lalu, wartawan Riau Pos mendapat kesempatan mendampingi istri melahirkan di air, bagaiamana perasaannya?

Melahirkan di air bukan pilihan pertama bagi Khairiah, warga Taraibangun Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar ini.

Dia masih bisa melahirkan normal atau melahirkan caesar (operasi), namun perasaan ingin mencoba lebih tinggi, akhirnya pilihan jatuh pada malahirkan di air.

Media yang digunakan untuk melahirkan di air ternyata sangat sederhana, hanya berupa bak besar, air hangat, sejumlah bidan (sekitar lima orang) didampingi seorang dokter spesialis, kebetulan saat itu Prof Dr HK Suheimi SPoG (K) guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang kebetulan juga pemilik RS PMC.

Selain itu, ada fasilitas tambahan berupa media seperti suara bacaan Alquran, khususnya surat Maryam, atau suara musik klasik.

Namun di ruangan melahirkan waterbirt ini memang sudah tersedia sejumlah peralatan medis yang disiagakan, bila sewaktu-waktu sang ibu kesulitan melahirkan, namun menurut Prof Suheimi, peralatan itu jarang digunakan, sebab umumnya ibu yang melahirkan di air, biasanya lancar saja.

Saat pembukaan lima (istilah kebidanan), sang ibu dianjurkan berendam di air hangat yang sudah disediakan, sangat dianjurkan jika suami juga ikut mendapingi istri. Pakaian yang digunakan sesuai keinginan sang ibu yang akan melahirkan, baju panjang pun boleh, asal nyaman.

Gaya beredam terserah sang ibu, pokoknya nyaman. Kegunaan berendam ini antara lain agar otot perut dan rahim rileks, sehingga mempermudah pembukaan.

Setelah berendam selama setengah jam, anak pun mulai lahir, dan sang ibu diberi kebebasan posisi bagaimana yang nyaman untuk melahirkan, boleh berbaring di air, jongkok atau posisi lainnya.

Sekitar sejam beredam di air, ternyata sang bayi pun lahir normal, sejumlah bidan siaga di samping bak air, mereka langsung membantu dan mengangkat sang bayi yang baru lahir.

Saat bayi sudah lahir, langsung didekapkan ke dada sang ibu, dan tali pusat tidak langsung dipotong.

‘’Mengapa tidak langsung kita putus tali pusarnya, sebab banyak kandungan gizi, dan sejumlah hormon yang sangat bermanfaat bagi bayi yang terdapat di plasenta, sementara tali pusat membawa gizi tesebut. Makanya jangan langsung diputus, biarkan bayi nyaman di dekapan ibu, setelah itu barulah kita putus,’’ ujar Prof Suheimi semberi memberi kesempatan pada Riau Pos untuk memotong tali pusar tersebut.

Setelah bayi lahir, otomatis air di bak yang digunakan untuk berendam pun mengering, dan sang ibu bisa menggunakan air bersih yang baru untuk membersihkan diri. Maka umumnya setelah melahirkan, sang ibu pun bersih badannya.

Dari pantauan Riau Pos, ibu yang melahirkan di air ternyata lebih cepat sembuh dari sakit yang disebabkan proses melahirkan, sebab ototnya lebih rileks karena dibantu air hangat. Namun suami yang mendampingi lebih cemas dibandingkan sang istri yang melahirkan di air tersebut.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook